LINTAS ATJEH | BANDA ACEH -Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh mengadakan pertemuan membahas proyek IPAL di Gampong Pande, Kamis (22/04/2021), di Kantor MPU Kota Banda Aceh. Turut hadir komunitas pegiat sejarah antara lain Darud Donya, Peusaba, Mapesa, Pedir Museum, dan lain-lain.
Darud Donya menyampaikan tentang arti penting kawasan Gampong Pande dalam sejarah Islam di Aceh. Banyak penelitian dan kajian sejarah yang telah dilaksanakan oleh para ahli terkait tinggalan arkeologis di Gampong Pande dan sekitarnya. Bahkan Laporan Hasil Kajian Tim bentukan Walikota sendiri menyimpulkan bahwa lokasi IPAL adalah Situs Arkeologi. Sebagai Situs Arkeologi maka lokasi IPAL menjadi Situs Cagar Budaya, dan benda-benda kuno yang berada didalamnya menjadi Benda Cagar Budaya yang dilindungi undang-undang dari pemusnahan.
Oleh karena itu jelas bahwa lokasi IPAL telah memenuhi syarat yang dimaksudkan dalam Fatwa MPU Aceh Nomor 5 Tahun 2020.
Sebelumnya MPU Aceh telah mengeluarkan fatwa, yaitu Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Nomor 5 Tahun 2020, Tentang Pemeliharaan Situs Sejarah dan Cagar Budaya Dalam Perspektif Syari’at Islam.
Secara resmi Darud Donya juga telah menyampaikan kepada Walikota Banda Aceh terkait Fatwa MPU Aceh, dengan suratnya Nomor 04/SP/II/2021 tanggal 24 Februari 2021, perihal Pelestarian Kawasan Situs Gampong Pande terkait Fatwa MPU Aceh, yang tembusannya antara lain disampaikan kepada MPU Kota Banda Aceh.
Darud Donya menyampaikan bahwa IPAL dibangun di Kawasan Situs Istana Darul Makmur Kuta Farusah Pindi Kerajaan Islam Aceh Darussalam, yang seharusnya mesti dilestarikan, krn berkenaan dgn tarikh Islam atau perjalanan sejarah Islam yang mengandung unsur dakwah, agar rekam jejak sejarah dakwah Islam tidak dikaburkan atau hilang.
Apalagi kawasan ini adalah kawasan awal mula masuknya agama Islam di bumi melayu nusantara, dan pendiri tonggak sejarah tegaknya dakwah Islam di Asia Tenggara.
Sesuai Fatwa MPU Aceh Nomor 5 Tahun 2020, maka nilai-nilai kawasan situs sejarah dakwah Islam, beserta kemuliaannya mesti dilestarikan dan dihormati, dan tidak boleh dilecehkan dengan proyek tinja najis manusia. Hal ini untuk menjaga marwah, harkat dan martabat Islam dan Bangsa Aceh.
Maka Darud Donya berharap kepada MPU Kota Banda Aceh agar dapat menerbitkan tausiyah, agar Walikota Banda Aceh dapat melestarikan semua Kawasan Situs Sejarah dan Cagar Budaya Islami di seluruh Kota Banda Aceh. Bukan malah membongkar, menghilangkan, merusak, mengotori atau melecehkannya.
Sementara itu acara lainnya juga diadakan oleh BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Aceh-Sumut, yaitu acara Diskusi dan Sosialisasi terkait proyek IPAL, pada hari Jum'at (23/04/2021), di Taman Gunongan, yang dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Darud Donya.
Dalam acara tersebut, Sekdes Gampong Pande memaparkan berbagai pelanggaran administrasi dalam proyek IPAL, dan disimak langsung oleh unsur Ombudsman RI Perwakilan Aceh yang turut hadir di acara BPCB tersebut.
Terkait rencana BPCB melakukan penelitian HIA (Heritage Impact Assessments), Darud Donya meminta diadakan penelitian ilmiah yang komprehensif dan profesional, dan bukan atas dasar kepentingan melanjutkan proyek IPAL.
Dalam acara itu, Darud Donya secara tegas menolak pembangunan IPAL di Gampong Pande karena lokasinya yang tidak tepat, dan meminta relokasi proyek IPAL. Permintaan relokasi IPAL juga disampaikan oleh Peusaba, Mapesa, warga Gampong Pande dan anggota masyarakat lainnya.[*/Red]