Buku yang ditulisnya sendiri itu telah selesai tepat pada bulan Februari tahun 2021. Diketahui buku tersebut sengaja dibuat sebagai bentuk penghargaan sekaligus mengenang kembali semangat perjuangan kaum perempuan dan mengapresiasi perjuangan jurnalis.
"Alhamdulillah, berkat dukungan semua pihak, terutama banyak inspirasi melalui berita yang ditulis oleh para jurnalis, saya selesai membuat buku yang berjudul Bidadari BEM. Di dalam buku fiksi ini mengisahkan tentang perjuangan romantis dua sejoli yang sama-sama aktivis mahasiswa. Kemudian, ada rasa hormat saya kepada para jurnalis di dalam buku ini juga," katanya.
Buku yang mengisahkan tentang keadaan negara yang kacau balau tersebut juga kerap berisi kritikan terhadap pemerintah. Alur perjalanan dua aktivis itu pun berlangsung dengan sangat dramatis.
"Banyak hal humoris, marah, sedih bahkan romantis yang saya tawarkan kepada para pembaca melalui buku Bidadari BEM ini. Tokoh utamanya dalam cerita ini yaitu Ardial selaku aktivis mahasiswa, Alex selaku sahabatnya dan Alfina selaku perempuan cantik yang disukai oleh Ardial," ungkapnya.
Sulthan kembali menjelaskan, di tengah perjuangan para aktivis itu pun mereka harus berhadapan dengan Presiden dan Jenderal Polisi.
"Ya, di tengah perjalanan perjuangan mereka nanti akan berhadapan dengan Presiden dan Jenderal Polisi. Saya mencoba untuk menghidupkan suasana di dalam buku ini agar para pembaca benar-benar terasa seperti berada di tengah ricuhnya aksi demonstrasi," jelasnya.
Terkait buku ini, Sulthan mengatakan sedang melakukan proses akhir untuk pencetakannya dan semoga buku ini bisa dinikmati oleh seluruh pembaca terutama kaum perempuan.
"Sedang proses akhir, Alhamdulillah. Saya juga berharap agar nantinya buku ini bisa dinikmati oleh seluruh pembaca terutama kaum perempuan. Karena di buku ini bercerita tentang semangat perjuangan perempuan juga," tutup mahasiswa UIN Ar-Raniry ini.[*/Red]