LINTAS ATJEH | MEDAN - Nelayan di Sumatera Utara berjumlah 321.000 jiwa, yang tersebar di 13 kabupaten dan kota dimana dari jumlah tersebut 70% adalah nelayan tradisional yang memiliki teknologi penangkapan yang rendah, 20% adalah nelayan menengah dan 10% adalah nelayan sekala besar. Berarti, 70% nelayan di Sumatera Utara memiliki pola aktifitas ekonomi yang berbeda dari nelayan modern lainnya.
Hasil tangkapan nelayan di pantai timur Sumatera Utara sebagian besar dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Konsumsi lokal terutama dalam bentuk segar maupun awetan (ikan asin) disamping untuk konsumsi lokal, produksi perikanan juga memenuhi tujuan perdagangan terutama tujuan ekspor. Untuk tujuan ini, produksi ikan laut dikonsumsi dalam bentuk pengawetan seperti penggaraman, pindang (perebusan), peragian (terasi dan kecap asin). Ikan laut juga dikonsumsi dalam bentuk pengasapan, pembekuan dan juga tepung ikan. Keseluruhan bentuk konsumsi ini tentu saja mengalami proses pengolahan (Dinas Perikanan Sumut, 2001).
Selain berbeda metode penangkapan, baik berpa skala kecil dan besar, ternyata tangkapan juga dipengaruhi oleh besar kecilnya ukuran kapal/perahu. Dan ini merpakan permasalahan yang selali timbl di perairan Sumatera Utara. Selain persoalan besar kecilnya jenis perahu ternyata ada lagi yang menjadi pokok persoalan ekonomi masyarakat nelayan ini. Yakni status kepemilikan perahu itu sendiri. Karena banyak nelayan yang tidak memiliki perahu sendiri, sebagian besar mereka masih menyewa perahu dari toke-toke ikan atau dari masyarakat pesisir yang memang memiliki usaha penyewaan perahu dan kapal.
Dari hasil assessment (survey) yang dilakukan tim Aksi Cepat Tanggap Sumatera Utara di tiga lokasi, yakni di Kampung Perlis Pangkalan Brandan, Jaring Halus Stabat, dan Bagan Deli Belawan. Hampir dipastikan 50% Nelayan tidak memilki perahu sendiri. Para nelayan dengan keterbatasan ekonomi, memilih untuk menyewa perahu dengan harga sewa yang bervariasi sesuai dengan ukuran dan kapasitas tamping perahu itu sendiri.
Karena menurut Amat, warga Bagan Deli Belawan, harga perahu yang dipakainya sehari-hari itu senilai 15 jutaan, dengan kapasitas penumpang 15 orang dan 100 kilo muatan barang. Dan biaya sewanya berkisar 50 ribu per harinya. Sementara penghasilan dari jual hasil laut hanya dapat 150 ribu perharinya, ini tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Karena bayar sewa dipotong dengan biaya bahan bakar boat, uang yang dibawa pulang ke rumah hanya bersisa Rp. 50.000,-. Andaikan perahu ini milik sendiri tentu saja dapat mengurangi beban kami, jelasnya.
Hampir sama dengan Amat, Awaludin (45) seorang penarik ojek perahu atau biasa yang disebut Penarik Tambang di Kampung Perlis Langkat, menyampaikan kegundahannya karena dia dan para penambang lainnya, mengais rezeki di muara dengan tanpa menggunakan mesin boat. Sehingga kesehariannya mereka menggunakan perahu tradisional tenaga dayung, ada sekitar 180 penambang yang terdaftar dalam Himpunan Pendayung Sampan (HPS) dan sebagian besar mereka tidak memiliki perahu sendiri.
Harga sewa perahu di kawasan perairan langkat ini tidak berbeda dengan daerah pesisir lainnya. Namun untuk khusus perahu tambang yang digunakan oleh para penarik tambang (ojek perahu) ini, disewa dengan biaya Rp. 13.000 – Rp. 15.000,- per harinya, sesuai dengan kondisi perahu dengan daya tampung 6 orang dan berat barang 50 kilogram. Sementara penghasilan para penambang hanyalah Rp. 30.000,- per harinya, terkadang mencapai Rp. 60.000,- jika diwaktu tertentu misal saat musim pekan belanja. Banyak warga Desa Perlis dan Desa lainnya yang berbelanja kebutuhan sehari-hari harus menyeberang ke Pangkalan Brandan. Ini pun mereka harus terpaksa menambah durasi mengayuh perahunya dari sejak subuh hingga pukul 22.00 WIB.
Ilham Moehammad selaku Markom ACT Sumut mengatakan, latar belakang kisah Pak Amat dan Pak Awaludin inilah yang akhirnya menginisiasi Aksi Cepat Tanggap Sumatera Utara sebagai sebuah lembaga kemanusiaan global, untuk membuat sebuah gerakan yang akan membersamai kesulitan masyarakat pesisir, khususnya dalam pengadaan perahu untuk mereka. InshaAllah, dalam program “BANTU 1000 PERAHU NELAYAN SUMATERA UTARA” banyak nelayan yang terbebaskan dalam penyewaan perahu dan mimpi mereka memiliki perahu sendiri pun terwujud.
Diharapkan kepada para Dermawan Indonesia untuk ikut berperan dalam program ini, kalau bukan sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi, yang akan membantu saudara-saudara kita yang menjadi pejuang lauk pauk kita di meja makan. "Karena ada jerih payah mereka lah sehingga kita dapat menikmati gurihnya ikan dan santapan laut lainnya, dimeja makan kita hingga restauran mewah," ujar Ilham.
"Insha Allah untuk menggelorakan campaign program program 'BANTU 1000 PERAHU NELAYAN SUMATERA UTARA' Aksi Cepat Tanggap Sumatera Utara akan mengajak pemerintah, dinas terkait, hingga pihak swasta dan stake holder lainnya yang ada, dan akan segera melaunchingkan program ini agar program ini massif ke masyarakat, dan akan menjadi program jangka panjang ACT Sumatera Utara," pungkasnya, Jum'at (19/02/2021).[*/Red