Pria lulusan SMA ini mengaku sempat mengenyam pendidikan di bangku universitas, namun hanya dijalani sampai 3 tahun.
"Sebenernya saya kuliah di semester 6 mau lanjut semester ke 7 saya liat kawan-kawan saya di tempat kuliah semua mengejar untuk jadi PNS dan lain-lain. Bertolak belakang dengan saya, saya ingin menciptakan, bagaimana saya bisa menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain. Akhirnya saya memutuskan untuk membuat satu perusahaan namanya Bawadi Coffee," kata Bawadi seperti dikutip dari akun Instagram @sekolahpebisnis.
Bermula dari Bisnis Konter HP
Jiwa bisnis sudah tumbuh sejak kecil dalam diri pria asal Aceh ini. Bawadi merintis usaha konter telepon seluler sejak 2004, usai kejadian tsunami besar di Aceh.
Bisnis ini ia rintis tanpa mengeluarkan modal sepeser pun. Semua gawai yang jadi barang dagangan, Bawadi ambil dari temannya dan baru membayar setelah produk tersebut laku.
Bawadi yang kala itu duduk di bangku kelas tiga SMA mampu mendekap untung Rp 200.000 dari setiap penjualan gawai. Dalam sehari ia mampu menjual 10 hingga 15 unit gawai. Bisa dibayangkan berapa pundi-pundi rupiah yang ia dapatkan dalam sebulan dari hasil penjualan gawai tersebut.
Tak berfoya-foya, Bawadi justru menyimpan uang hasil penjualan tersebut untuk ditabung. Dua tahun menjalani bisnis tersebut Bawadi mendulang untung ratusan juta rupiah. Sebagian dari uang tersebut ia belikan mobil dan tanah. Sebagian yang lain ia gunakan untuk bermain properti.
Rugi Ratusan Juta
Bawadi tertarik masuk dalam bisnis properti lantaran ada teman yang menawarkan. Ia tergiur dengan iming-iming untung yang besar.
Kurangnya wawasan dalam bisnis properti membuat pria berusia 19 tahun ini mengalami kerugian mencapai ratusan juta. Bawadi merasa sedih, marah, kecewa, bahkan depresi, terhadap permasalahan yang menimpanya ini.
Ia memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya, Aceh Jaya, guna merantau ke Banda Aceh. Ia ingin memulai hidup yang baru dengan suasana yang baru.
Sopir yang Bermetamorfosa menjadi Pengusaha Sukses
Pucuk dicinta ulam tiba, tak perlu menunggu lama Bawadi berhasil menemukan pekerjaan baru di Banda Aceh.
"Kebetulan ada lowongan di sebuah perusahaan kopi sebagai driver. Karena saya depresi dan juga butuh uang buat hidup, saya melamar dan diterima," pungkasnya.
Sebagai sopir, Bawadi memiliki tugas untuk mengantar sales promotion girl (SPG) ke tempat-tempat pameran. Bawadi mempelajari banyak hal tentang bisnis kopi meskipun jabatannya hanya sebatas sopir.
Jiwa bisnis dalam diri Bawadi kembali bergejolak, setelah bertemu pembeli kopi asal Malaysia di sebuah pameran. Bawadi yang telah bekerja selama dua tahun dalam perusahaan kopi tersebut, memutuskan untuk keluar dan mencoba membangun bisnis kopi miliknya sendiri.
"Dia tanya ke saya, kenapa enggak produksi kopi sendiri saja. Dari situ, saya keluar dari kerjaan untuk coba bisnis kopi," tuturnya.
Bermodal uang Rp 30 juta hasil tabungannya selama ini, dia membeli mesin roasting. Lalu, ia mempelajari bagaimana cara me-roasting kopi dengan baik lewat berbagai video di laman YouTube.
"Sekitar dua hari saya terus roasting, sampai akhirnya dapat formula yang pas. Kurang lebih ada sekitar lima kilogram kopi yang terbuang saat itu," ungkapnya.
Setelah itu, Bawadi mencari pemasok kopi arabika dan robusta gayo terbaik. Tentu, tak sulit untuk mendapat pemasok karena saat bekerja sebagai sopir ia kenal banyak petani.
"Saya ambil pertama kopi Arabica Gayo kita produksi di awal tahun 2014 saya mulai memasarkannya ke beberapa lokasi yakni ke Malaysia dan Singapura. Karena memang awal target kopi Bawadi kita langsung ke Malaysia," terangnya.
Dirinya pun menceritakan kenapa tujuan pasar pertamanya langsung ke luar negeri. Sebab, baginya dengan membuka pasar di negara luar, secara persaingan dan kompetitor masih belum banyak.
"Karena kalau kita masuk ke nasional harus ada nama karena orang agak susah nerima produk baru kalau memang dia belum ada nama. Tapi saya sesuaikan ke luar negeri," jelasnya.
Di bulan pertama, Bawadi langsung berhasil meraup omzet sebesar Rp 30 juta. Ada delapan produk biji kopi dan bubuk, masing-masing dalam kemasan 100 gram, 200 gram, 500 gram, dan 1.000 gram yang ia jual. Waktu itu, ia baru punya dua pegawai.
Bak gayung bersambut, usahanya semakin meningkat setelah temannya mengajak ikut pameran di China pada 2015. Hasilnya, ada pembeli yang meminta pengiriman satu kontainer. Sejak itu, Bawadi fokus menggarap pasar ekspor.
Bawadi semakin giat mengikuti pameran yang diadakan di berbagai negara. Semua biaya mengikuti pameran, Bawadi tanggung sendiri. Namun, mulai 2017 ia tak lagi merogoh kocek karena mendapatkan dukungan penuh dari Pemerintah Provinsi Aceh dan Bank Indonesia (BI).
Berkat usahanya tersebut, kini ia memiliki pabrik kopi sendiri. Pihaknya sudah bekerja sama dengan 1.840 petani kopi dari yang sebelumnya hanya 50 petani saja. Sedangkan, karyawan tetap yang dipekerjakan di Bawadi Coffee mencapai 28 orang dan karyawan lepas sebanyak 34 orang yang didominasi oleh mahasiswa.
Pelanggan kopi miliknya tersebar di berbagai negara mulai dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, juga China. Bahkan ia ingin melakukan ekspansi hingga ke Eropa.
Kegagalan merupakan proses dari suatu keberhasilan. Teuku Dharul Bawadi berhasil membuktikan itu. Ia yang hanyalah tamatan SMA mampu menjadi salah satu profil orang sukses Indonesia setelah melalui berbagai permasalahan hidup.[Kumparan]