Seminar tersebut menghadirkan tiga pembicara, yakni Anggota DPD RI H. Fachrul Razi, S.IP., M.I.P., Anggota DPRA Fraksi I Ir. H. Azhar Abdurrahman, dan dari Akademisi Dr. Hj. Arfriani Maifizar S.E., M.Si.
Seminar dibuka langsung oleh Ketua DPRK Aceh Barat Samsi Bari, juga diikuti puluhan peserta dari berbagai kalangan lembaga mahasiswa internal dan eksternal kampus.
Sebelum acara inti dimulai sesuai susunana acara, para peserta diskusi menyanyikan lagu Indonesia Raya dan menyanyikan Hymne Aceh.
Ketua Panitia, Rona Julianda dalam laporannya menyampaikan untuk kegiatan hari ini yang awalnya dijadwalkan akan ada 3 orang pemateri, namun hari ini yang bisa hadir cuma satu orang pemateri yaitu Ibu Dr. Hj. Ariani Maulizar, S.E M.Si.
"Sedangkan dua pemateri lainnya yaitu Ir. H. Azhar Abdurrahman dan H. Fahrul Rozi, S.I.P., M.I.P tidak bisa hadir pada kegiatan hari ini. Untuk seminar hari ini akan diisi dengan pemateri tatap muka satu orang dan penyampaian materi melalui zoom meeting dua orang pemateri," terangnya.
"Ucapan terima kasih kepada Bapak Samsi Barmi Ketua DPRK Aceh Barat yang sudah mendukung terselenggaranya kegiatan seminar ini. Kegiatan seminar ini tidak hanya hari ini saja tapi akan ada kelanjutannya, pada bulan Januari kami Forum Demokrasi Aceh diundang ke Aceh Selatan untuk melaksanakan kegiatan yang serupa juga," demikian dalam laporannya.
Sementara, Deni Setiawan sebagai Ketua Forum Demokrasi Aceh mengatakan kita sebagai generasi muda penerus perjuangan Aceh yaitu untuk mengawal serta memperjuangkan tentang keseriusan Pemerintah dalam merealisasikan isi butir-butir dari MoU Helsinki dan UU PA terhadap masyarakat Aceh.
"Himne Aceh sudah bisa didengarkan oleh seluruh masyarakat Aceh, namun untuk masalah bendera sampai saat ini belum bisa kita kibarkan dan masih banyak isi-isi perjanjian yang sampai saat ini belum terealisasikan," ungkapnya.
Dalam kata sambutannya, Ketua DPRK Aceh Barat Samsi Barmi saat membuka seminar berharap kepada peserta tetap semangat, dan untuk kedepannya kita akan kembali melaksanakan kegiatan seperti ini.
"Perjuangan yang dulu kami sendiri ikut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan Aceh, namun cukup masa kami saja yang merasakan hal seperti itu. Untuk adik-adik mahasiswa bertugas untuk belajar dan memperjuangkan terealisasinya butir-butir perjanjian MoU Helsinki," jelasnya.
Yang perlu kita pikirkan bersama, laanjut dia, bagaimana caranya kita mensejahterakan kehidupan masyarakat Aceh dengan memanfaatkan hasil alam yang ada di Aceh ini?
"Jadi manfaatkan kegiatan seminar ini untuk membuka wawasan para peserta tentang makna yang terkandung dalam MoU Helsinki dan perjuangan masyarakat Aceh," ajaknya.
Dr. Hj. Ariani Maulizar, SE., M.Si, satu-satunya yang hadir memberikan materi secara langsung, menceritakan tentang sejarah masa lalu apa yang terjadi pada saat konflik yang terjadi di Aceh.
Lanjut dia, saya tidak akan bicara tentang gerakan sosial pada masa konflik, karena kalau saya bicara kisah masa lalu sepertinya usia yang mengalami masa pada waktu itu.
"Tugas kita saat ini adalah memperjuangkan hak-hak yang belum terealisasi di butir-butir MoU Helsinki," sebutnya.
Ia juga menguraikan dan memberikan penjelasan materi seminar tentang peranan Ulama dan Umaroh dalam Islam.
Kemudian Ir. H. Azhar Abdurrahman melalui aplikasi zoom menegaskan bahwa semua peraturan di Pemerintahan Aceh diatur oleh Pemerintah Pusat, akan tetapi isi dari butir-butir MoU Helsinki perlu kita kawal sampai terealisasi.
"Isi butir-butir MoU Helsinki yang belum terealisasi saat ini kita akan musyawarahkan kembali dengan Pemerintah Pusat dengan dukungaan dan pengawalan adik-adik mahasiswa," demikian ajak Anggota Komisi 1 DPR-RI ini.
Selanjutnya, Senator Aceh H. Fahrul Razi, S.I.P., M.I.P, mengatakan Aceh tidak boleh lepas dari bingkai NKRI akan tetapi Pemerintah Pusat harus serius menyelesaikan butir-butir MoU Helsinki yang belum terealisasi.
"Saat ini Pemerintah Pusat lebih cenderung memperhatikan masalah penyelesaian konflik di Papua," demikian penegasan Ketua Komite 1 DPD RI melalui aplikasi zoom.[Red]