Ketua DPRK Aceh Tamiang Suprianto, ST, saat mengunjungi Masjid Jogokariyan, Yokyakarta, Sabtu (12/12/2020)
LINTAS ATJEH | ACEH TAMIANG - Daerah Istimewa Yokyakarta terkenal sebagai daerah yang memiliki sejuta pesona, dan salah satu wisata yang menarik di Yokyakarta adalah wisata religi. Terdapat begitu banyak masjid megah nan bersejarah didirikan di daerah kerajaan yang dipimpin oleh sultan tersebut.
Salah satu masjid yang cukup terkenal di Yogyakarta adalah Masjid Jogokariyan. Masjid ini telah dijadikan sebagai pusat percontohan karena memiliki sistem manajemen yang sangat mengagumkan.
Nama Jogokariyan disematkan pada masjid ini karena berdiri di kawasan kampung yang bernama Jogokariyan, yakni mengikuti cara Nabi Muhammad SAW yang selalu memberi nama masjid sesuai dengan lokasi berdirinya.
Kini masjid yang beralamat di Jl. Jogokaryan No. 36, Mantrijeron, Kota Yogyakarta ini menjadi masjid yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan dalam dan juga luar negeri.
Masjid Jogokariyan mengajarkan dunia tentang bagaimana seharusnya sebuah masjid dijalankan. Masjid memang bukan hanya tempat ibadah, namun juga tempat membina sebuah masyarakat yang madani.
Siapa saja yang menyempatkan diri untuk berkunjung ke masjid yang satu ini, maka akan dibuat takjub. Bahkan, hampir tidak ada masjid lain yang memiliki manajemen pengelolaan masjid sebaik Masjid Jogokariyan. Peran masjid ini bagi masyarakat sekitar sendiri tidak dapat dipungkiri.
Berdasarkan data yang ditemui LintasAtjeh.com, Kamis siang (24/12/2020), Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang Suprianto, ST, sudah pernah berkunjung ke Masjid Jogokariyan.
Dikabarkan Ketua Suprianto tampak sangat mengagumi dan juga takjub terhadap Masjid Jogokariyan, yang bangunannya terlihat sederhana tapi makmurnya berkelas dunia tersebut. Bahkan, terkesan sangat hikmad mempelajari manajemen pengelolaan masjid yang dibangun pada tahun 1966 lalu, dengan mengutip pesan yang disampaikan oleh Takmir Masjid Jogokariyan, yang bernama Enggar Haryo Panggalih, atau akrab dipanggil Ustadz Galih.
Hal itu terlihat pada unggahan di akun facebook milik Ketua DPRK Aceh Tamiang, atas nama 'Pak Suprianto', pada 20 Desember 2020 kemarin, dengan menuliskan kalimat sebagai berikut:
Mesjid Kampung Jogokariyan Yogyakarta yang Mendunia
Galih menilai masyarakat melihat bagaimana uang dari infaq berputar untuk kepentingan jamaah. Dan menurutnya, sudah seharusnya seperti itu. Uang perolehan infaq seharusnya segera digunakan untuk keperluan umat.
"Bukan diendapkan, tapi selalu diputar. Selalu ada kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk jamaah," tuturnya.
Unggahan Suprianto yang baru 4 (empat) hari itu, telah di-like netizen sebanyak 280 like dan 24 komentar serta 1 kali dibagikan. Sebagian besar netizen berharap semoga manajemen pengelolaan Masjid Jogokariyan yang dikenal dunia menjadi tangga solusi problem ekonomi umat, akan dapat menular ke masjid-masjid di Kabupaten Aceh Tamiang.
Untuk memastikan kebenaran atas unggahan facebook atas nama 'Pak Suprianto', Kamis sore (24/12/2020) LintasAtjeh.com mengkonfirmasi Ketua DPRK Aceh Tamiang Suprianto, ST, melalui telepon selulernya. Dan ia membenarkan telah mengunjungi Masjid Jogokariyan - Yokyakarta, pada 12 Desember 2020 kemarin.
Menurut Suprianto, setelah mengunjungi dan mendapatkan banyak informasi tentang Masjid Jogokariyan, pada 12 Desember 2020 kemarin, dirinya benar-benar kagum dan takjub serta mendapatkan pelajaran yang sangat berharga sekali.
Suprianto juga menyampaikan bahwa berdasarkan informasi yang dia dapati, Masjid Jogokariyan merupakan salah satu masjid bersejarah yang awal mula dibangun pada tahun 1966 dengan luas bangunan berukuran 9x9 meter persegi, ditambah serambi dengan luas 9x6 meter persegi. Total luas kompleks Masjid Jogokariyan adalah 15x9 meter persegi.
Lanjutnya lagi, keberadaan Masjid Jogokariyan, selain untuk menyiarkan nilai-nilai keislaman juga berupaya untuk menyatu dengan kearifan lokal yang ada di masyarakat berbasis kultur kampung "Jogokariyan" yang sebelumnya terkotak-kotak dalam aliran dan gerakan politik dimasa-masa pergolakan sebelum peristiwa 1965.
Masjid Jogokariyan memiliki visi, yaitu Terwujudnya masyarakat sejahtera lahir batin yang diridhoi Allah SWT melalui kegiatan kemasyarakatan yang berpusat di masjid.
Selain untuk menyiarkan nilai-nilai keIslaman, keberadaan Masjid Jogokariyan juga berupaya untuk menyatu dengan kearifan lokal yang ada di masyarakat.
Dari masa ke masa, ternyata jamaah Masjid Jogokariyan menjadi semakin banyak. Para pengurus masjid terus mencari cara agar infrastruktur masjid mampu memenuhi antusiasme penduduk yang ingin datang ke masjid.
Singkat cerita, Masjid Jogokariyan yang dulunya adalah sebuah langgar kecil di kampung pinggiran selatan kota Jogjakarta, sekarang telah menjelma menjadi masjid percontohan nasional. Kini, para takmir/pengurus masjid di berbagai daerah di nusantara dan juga dari luar negeri banyak yang berkunjung dan belajar pengelolaan masjid ke Jogokariyan.
"Manajemen Masjid Jogokariyan merupakan manajemen masjid modern yang berlandaskan pada nilai-nilai masjid pada zaman Rasulullah SAW, dimana masjid menjadi jantung pokok kegiatan masyarakat serta bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat sekitar," jelas Suprianto.
Kemudian, Suprianto yang juga menjabat sebagai Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Aceh Tamiang turut menyampaikan harapannya semoga masjid-masjid di Aceh Tamiang bisa meniru pengelolaan Masjid Jogokariyan - Yogyakarta yang memiliki sistem pengelolaan yang bagus dan memiliki semangat untuk memakmurkan jemaah dan masyarakat sekitarnya.
"Insya Allah, di Aceh Tamiang bisa lahir masjid-masjid seperti Masjid Jogokariyan. Saya yakin, jika kita semua para pecinta masjid benar-benar serius, pasti kita bukan hanya mampu memakmurkan masjid, tapi kita juga akan berhasil memakmurkan jemaah. Langkah pertamanya adalah BKM harus saling percaya sesama pengurus. Juga harus senantiasa transparan dalam hal apapun yang terkait pengelolaan masjid," terang Suprianto.
"Selanjutnya, ada beberapa karakter pengelolaan dana, antara lain membangun pemahaman dan kesadaran berinfak, mempermudah partisipasi, tidak membebani dan tidak dibebani, memperhatikan kearifan lokal, membuka kreativitas dan partisipasi. Juga menggembirakan perasaan jemaah dan yang paling penting transparansi," demikian pungkasnya. [*/Red]