"Saya ditanggal 12 Agustus sudah melihat surat keputusan itu di ruang Wakil Ketua III DPRA," kata Wakil Ketua I DPR Aceh, Dalimi, saat dimintai konfirmasi, Kamis, 15 Oktober 2020, dikutip dari detikcom.
Dalimi mengaku sempat mengambil foto Keppres Nomor 73/P 2020 tentang 'Pengesahan Pemberhentian Gubernur Aceh Masa Jabatan Tahun 2017-2022'. Namun dia belum mengetahui bagaimana proses Keppres itu di DPR Aceh.
Menurutnya, Keppres tersebut harus dibacakan dalam rapat paripurna. Namun, pimpinan DPR Aceh hingga kini belum melakukannya.
"Nah pertanyaannya kenapa lembaga belum melakukan hal itu," ujar politikus Partai Demokrat ini.
Dia menyebut, dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) pasal 23 ayat (1) huruf d, dijelaskan DPR Aceh memiliki tugas serta kewenangan mengusulkan pengangkatan atau pemberhentian gubernur atau wakil gubernur kepada Presiden RI melalui Menteri Dalam Negeri.
"Di UU PA, dimulai dari Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota, diangkat dan diberhentikan itu prosesnya harus di DPRA/DPRK kalau kita di Aceh," jelasnya.
Kepala Biro Tata Pemerintahan (Tapem) Setda Aceh, Syakir, mengaku Pemerintah Aceh belum menerima Keppres tersebut. "Tapem belum terima," kata Syakir saat dikonfirmasi terpisah.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Benni Irwan mengatakan, Keppresnya sudah keluar.
"Tentang gubernur Aceh, tentang Pak Irwandi, saya klarifikasi barusan ke direktur yang menangani kepala daerah itu informasinya keppres-nya sudah keluar. Cuma direktur itu juga belum pegang keppres-nya," ujar Benni, dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis, 15 Oktober 2020.
Menurut dia, keppres itu sudah keluar beberapa waktu lalu. Keppres itu lantas disampaikan kepada Irwandi dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).
"Jadi memang sudah keluar. Jadi saya karena belum lihat jadi belum bisa menyampaikan nomor berapa dan lain-lain itu belum pegang saya. Katanya keppres-nya sudah keluar, beberapa waktu yang lalu sudah keluar," kata Benni.
Proses berikut adalah penunjukkan wakil gubernur Nova Iriansyah yang selama ini menjadi pelaksana tugas gubernur sebagai gubernur definitif. Namun, menurut dia, kemungkinan keppres penunjukkan Nova sebagai gubernur definitif masih diproses di Kementerian Sekretariat Negara.
"Nanti kan juga dengan keppres juga itu karena berdasarkan keppres itulah nanti beliau akan dilantik di sidang DPRA di paripurna di Aceh. Saya cek dengan direkturnya yang keppres itu juga beliau belum pegang juga keppres Pak Nova apakah sudah ada," ujar Benni.
"Kalau sudah ada kita akan dorong segera, tentu Kemendagri akan mendorong segera pelantikan itu jangan sampai nanti roda pemerintahan tertahan, pelayanan terhambat kan ndak bagus. Kalau definitif lebih sah lebih legitimate," lanjutnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman Irwandi yang semula 8 tahun penjara di Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 7 tahun penjara. MA beralasan Irwandi telah berjasa untuk Indonesia.
"Isi putusannya menolak permohonan kasasi jaksa penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jakarta selama delapan tahun penjara menjadi tujuh tahun penjara denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan," ujar juru bicara MA, Andi Samsan Nganro kepada detikcom, Jumat (14/2).
Majelis hakim yang mengadili kasasi Irwandi diketuai oleh hakim agung Prof Surya Jaya dan hakim anggotanya adalah hakim Krisna Harahap dan hakim Askin. MA menilai putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tidak tepat karena memperberat vonis Irwandi menjadi 8 tahun.
Selain itu, MA Menilai Irwandi sebagai mantan Gubernur Aceh Irwandi telah berjasa di Aceh dengan menciptakan perdamaian di Aceh. Atas pertimbangan itu, MA memangkas hukuman Irwandi.
Pada tingkat pertama Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan Irwandi terbukti menerima suap Rp 1 miliar dari mantan Bupati Bener Meriah Ahmadi. Uang tersebut diberikan agar Irwandi Yusuf menyetujui program pembangunan dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018.
Setelah itu, Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memvonis Gubernur Aceh Irwandi Yusuf selama 8 tahun penjara, sebelumnya 7 tahun penjara. Selain itu, majelis tinggi mencabut hak politik Irwandi selama 5 tahun.
Irwandi diketahui menerima uang suap secara bertahap melalui orang kepercayaannya, yakni Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri. Selain itu, Irwandi disebut menerima gratifikasi Rp 8,717 miliar selama menjabat Gubernur Aceh. Irwandi Yusuf menjabat Gubernur Aceh periode 2007-2012 dan periode 2017-2022. Irwandi bersama orang kepercayaannya, Izil Azhar, dari para pengusaha.[Detik News/Benteng Sumbar]