-->

Kasih Sayang Ibu di Balik Jeruji, Lontong di Koridor Jadi Saksi

08 Agustus, 2020, 08.27 WIB Last Updated 2020-08-08T01:27:12Z
BEBERAPA hari yang lalu, tepatnya hari Selasa (04/08/2020) pagi, suasana langit di Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat saat itu mendung dan dipenuhi awan berwarna keabu-abuan. Tak terasa, Hari Raya Idul Adha 1441 yang jatuh di akhir bulan Juli 2020 perlahan-lahan meninggalkan kita. Sepinya Kota Meulaboh yang mungkin disebabkan oleh mudiknya masyarakat, kini perlahan-lahan mulai ramai kembali. Terdengar juga, riuhnya suara peluit tukang parkir yang semakin melengking ketika saya melewati beberapa area warung kopi di sepanjang jalan.

Kebetulan, para hari itu saya ingin merasakan kenikmatan kopi hitam khas Aceh Barat, yaitu "Kupi Khop". Kopi Khop atau juga dikenal sebagai kopi dengan gelas terbalik ini, biasanya banyak tersedia pada warung kopi yang berlokasi di pesisir pantai Suak Ribee Meulaboh. Meskipun angin semakin kencang berhembus yang saya yakini bahwa hujan sebentar lagi pasti akan turun, namun tak menyurutkan semangat saya untuk pergi ke pesisir pantai. Maklum, minum kopi merupakan ajang hiburan sekaligus penenang bagi saya, apalagi menjelang Musyawarah Besar (Mubes) Ikatan Pelajar Mahasiswa Aceh Barat (IPELMABAR) Banda Aceh ke-19 yang akan diselenggarakan pada hari Rabu (05/08/2020) di Aula Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Barat dan tentunya akan memakan waktu dan tenaga yang lumayan besar.

Untuk sekedar diketahui, Mubes ini merupakan menjadi ajang paling sakral setiap dua tahun sekali, terutama bagi seluruh pemuda-pemudi di seluruh Aceh Barat untuk menemukan "The Next Leader" atau "Pemimpin Selanjutnya" yang akan menggerakkan roda organisasi itu untuk ke depannya. Kebetulan, saya juga termasuk panitia pelaksana kegiatan tersebut. Pada hari itu, saya mendapatkan sebuah pesan dari Ketua Panitia Harisnan, untuk menemani ke Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Aceh Barat terkait persoalan surat menyurat. Tak lama kemudian, saya langsung berangkat ke Mapolres Aceh Barat yang berada di jalan Swadaya Kota Meulaboh.

Sesampainya di Mapolres Aceh Barat, saya langsung memberitahukan petugas yang berjaga, bahwa maksud dan tujuan saya adalah ingin menuju ke salah satu ruang pimpinan. Setelah selesai memberitahukan maksud dan tujuan, lalu saya segera menuju ke ruangan yang dimaksud. Namun, ketika beberapa langkah saya berjalan di koridor yang dihiasi dengan pajangan terkait kepolisian, saya melihat di sudut koridor ada sebuah ruangan yang pintunya terbuat dari besi serta mempunyai jeruji. Tidak salah lagi, itu merupakan ruang untuk menahan orang-orang yang diduga melakukan tindakan kriminalitas.

Saya memandang tajam ke dalam pintu jeruji itu, terlihat beberapa orang tahanan di dalamnya dengan perawakan yang berbeda-beda. Tak lama kemudian, datanglah seorang ibu-ibu paruh baya yang mungkin bermaksud untuk menjenguk salah satu tahanan yang berada di ruangan berjeruji tersebut. Beliau juga terlihat membawa rantang dan beberapa barang lainnya yang tertutupi oleh kantong plastik. Saya awalnya yakin, bahwa barang-barang bawaannya itu adalah konsumsi yang akan diberikan kepada tahanan yang akan dijenguknya. Tak lama kemudian, ternyata perasaan saya benar, ibu tersebut langsung didampingi oleh petugas dan memberikan makanan berupa lontong dan makanan lainnya untuk salah satu tahanan yang saya yakini lagi bahwa itu adalah keluarganya.

"Itu ada lontong nak, mama nanti gak ada datang lagi. Sore kalau ada. Mama jualan nak", ujar ibu tersebut di luar pintu ruangan tahanan tersebut. Mendengar perkataannya tersebut, kecutlah hati saya dan saya sangat terharu dengan ibu tersebut sekaligus merasa sedih. Bagaimana tidak, ketika anaknya telah menjadi tahanan dan mungkin dianggap sebagai "Aib Besar" bagi sebagian besar orang, namun ibu tersebut masih tetap peduli dan sayang terhadap anaknya. Ya, tentu saja, kalimat "Kasih Ibu Sepanjang Masa" tak pernah berubah sejak dulu, hal itu terus terbuktikan dan salah satunya adalah cerita kunjungan saya di Mapolres Aceh Barat yang tak sengaja melihat ibu tersebut. 

Meskipun cuma satu menit, namun itu berarti sangat besar bagi saya untuk bisa bercerita kepada pembaca. Pasalnya, seorang ibu tetap akan menyayangi anaknya dengan sepenuh hati meskipun anaknya telah menjadi seseorang yang melakukan tindakan kriminalitas sekalipun. Meskipun tak bisa kita pungkiri, bahwa ibu tersebut pastinya ada perasaan sedih dan kecewa yang mendalam. Dari cerita ini, penulis ingin mengingatkan kepada pembaca dan untuk kita semua, bahwa marilah kita semua saling melakukan kebaikan dan menghindari melakukan tindakan kejahatan, apalagi tindakan yang melanggar hukum dan dicap sebagai pelaku kriminalitas. Karena ketika kita melakukan tindakan yang melanggar hukum, maka bukan hanya keluarga kita yang sedih dan merasa kecewa, namun teman-teman dan orang-orang yang mengenal kita akan merasakan hal yang sama. Ingat, track record atau rekam jejak kita akan dikenang selama-lamanya!

Imbasnya, hal itu akan berpotensi sebagai tekanan batin "Multi-Effect" yang sekaligus memalukan bagi orang tua dan keluarga-keluarga kita. Marilah kita terus menjadi orang-orang yang bermanfaat meskipun dibenci oleh orang lain, karena seseorang yang ingin terus berkontribusi dengan kebaikan maka tidak akan pernah membalas sesuatu dengan kejahatan. Dan juga, marilah kita terus mematuhi aturan dan hukum yang berlaku di mana saja dan jangan pernah sesekali kita melanggarnya. Jika tidak, maka nasib kita akan berakhir di dalam ruangan berjeruji besi selama bertahun-tahun, atau bahkan selamanya sampai akhir hayat kita. Siapa yang akan rugi? kita, keluarga kita, bahkan orang lain juga akan merasakan efek dari tindakan "Malapetaka" kita tersebut.

Penulis: Sulthan Alfaraby (Mahasiswa Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pemuda Cinta Aceh)
Komentar

Tampilkan

Terkini