LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Masyarakat Pengawal Perdamaian dan Pembangunan Aceh (M@PPA) mendukung gagasan dan pemikiran-pemikiran elit politik di Aceh yang mempunyai gagasan out of the box tetapi jangan sampai gagasan tersebut membuat Aceh semakin tidak harmonis dengan Jakarta.
"Eksekutif dan Legislatif mulai DPR Kabupaten, DPR Aceh sampai DPR-DPD RI boleh mempunyai gagasan atau usulan qanun, tetapi jangan sampai gagasan membuat blunder alias sepak bola ke dalam gawang sendiri," ungkap Azwar A Gani Koordinator Pusat M@PPA, Kamis (18/06/2020), di Banda Aceh.
Dalam pandangan M@PPA semua aktivitas sosial, ekonomi dan politik di Aceh walaupun sudah diatur dalam UU No 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, kita jangan menyampingkan pengakuan kita terhadap UU Dasar dan Negara Kesatuan. Pengakuan kita untuk selalu setia terhadap Indonesia beserta perangkat dan aturan hukumnya tertulis jelas dalam MoU Helsinki dan UU Pemerintahan Aceh.
"Dalam UU Pemerintahan Aceh Pasal 16 Ayat 2e diatur tentang kewenangan Pemerintahan Aceh untuk pelaksanaan keistimewaan bidang penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji, tetapi dikunci dengan ketentuan perundang-undangan. Disini jelas bahwa kita juga tidak boleh melangkahi UU No.8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. UU Ibadah Haji secara tegas menyatakan bahwa jamaah haji diberangkatkan berdasarkan kuota haji Indonesia dan visa haji diluar kuota haji Indonesia dilarang digunakan oleh jamaah haji, kecuali Aceh mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari pemerintahan Kerajaan Arab Saudi," ujar Azwar A. Gani.
Pemerintah Indonesia sangat menghargai kekhususan Aceh, semua poin kesepakatan MoU dan UU PA dilaksanakan oleh Indonesia. Misalnya Pasal 60 UUPA Ayat 1 terkait dengan Panwaslih dimana dalam UU PA bersifat ad hock kemudian karena kebaikan hati Pemerintah Indonesia lembaga Panwaslih tersebut dipermanenkan di bawah Bawaslu RI untuk mengakhiri dualisme lembaga pengawas. "Jadi kita jangan selalu mencurigai Jakarta tidak memihak kepada Aceh," tambah Azwar.
Azwar menekankan bahwa, Pemerintahan Aceh serius dapat dengan bebas melakukan kerjasama Internasional dalam bidang seni budaya dan olahraga sesuai UU Pemerintah Aceh Pasal 9 Ayat 2. Kenapa bukan celah ini yang diperkuat atau didorong oleh Eksekutif dan Legislatif di Aceh serta DPR/DPD RI perwakilan Aceh di Kakarta.
"Pemerintahan Aceh di bawah Irwandi Yusuf periode pertama telah menggunakan celah Pasal 9 tersebut dengan mengadakan turnamen sepak bola Internasional yang melibatkan klub-klub sepak bola Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand. Sangat disayangkan terobosan ini tidak dilanjutkan lagi oleh Pemerintahan Aceh periode berikutnya," tukasnya.
Secara kelembagaan M@PPA akan terus konsen pada isu-isu perdamaian dan pembangunan di Aceh. Untuk kedepan kami akan fokus mendorong Pemimpin Kepala Pemerintahan Aceh yang dapat membangun stabilitas politik keluar dan ke dalam, bukan calon-calon yang hanya ingin mengharapkan populis dengan menjual ayat-ayat agama untuk tujuan politiknya. "Geutanyoe Bek Lage Buya Tambu, lheuh Takap Han Ek Tabahu," demikian tutup Azwar.[*/Red]