TERKAIT keputusan Gubernur Aceh tentang penetapan zona dalam hal penanganan Covid-19, kami melihat terkesan lambat dikarenakan Aceh masih kecil persentase dalam hal penyebaran virus corona.
Terakhir dalam informasi Pemerintah Pusat, Aceh hanya memiliki 20 kasus dimana diantaranya 18 kasus sudah dikatakan sembuh dan satu orang meninggal. Jika kita ambil kesimpulan berarti hanya satu kasus yang masih menjadi perhatian dan pemerintah bisa melakukan pemantauan dengan mudah.
Kita sama-sama mengetahui penanganan Virus Covid-19 itu penting dalam hal menjaga kesehatan masyarakat, tapi jika kita cermati dengan perkembangan hari ini banyak daerah sudah menetapkan "new normal" artinya sudah melakukan hal yang baru. Entah kenapa Pemerintah Aceh masih jalan di tempat. Karena penetapan zonasi mestinya dilakukan di awal virus itu berkembang bukan sebaliknya.
Saya melihat Pemerintah Aceh lambat dan terkesan amatir sekali, tidak sesuai dengan konsensus dalam hal pelaksanaan kegiatan program. Apakah itu tentang penanganan virus Covid-19 maupun kegiatan lainnya seperti auto pilot dalam hal penerbangan. Sampai hari ini masih banyak yang mesti dilakukan terobosan oleh Pemerintah Aceh apakah itu bidang ekonomi, sosial, energi dan sebagainya.
Baru-baru ini bisa dilihat bagaimana pemberitaan media masalah yang dilakukan oleh Dinas Peternakan Aceh yang membiarkan lembu yang tidak berdosa dalam keadaan lapar hingga menyebabkan kematian. Begitu juga tentang penanganan mahasiswa yang berada di luar Aceh baik di dalam negeri maupun luar negeri perihal pemberian bantuan sampai hari ini masih bermasalah karena banyak mahasiswa yang belum mendapatkan bantuan.
Aceh punya tradisi yang berbeda punya lex spesialist serta memiliki otonomi khusus yang berbeda dengan daerah lain. Semestinya Pelaksana Tugas Gubernur Aceh paham dan menjalankan itu.
Masyarakatnya perlu ada lompatan besar yang dilakukan oleh pemerintah walaupun di awal-awal pemerintahan kita mengetahui bahwa Gubernur Aceh Irwandi Yusuf ditangkap KPK. Jangan ambil itu menjadi alasan Plt Guburnur Aceh takut dalam hal menjalankan pemerintahan.
Jika memang Plt Gubernur Aceh tidak mampu dalam hal pengelolaan Pemerintahan Aceh sebaiknya mundur dengan teratur dari pada muncul opini atau sejarah yang tidak baik di kemudian hari dalam hal kemajuan Aceh kedepan. Karena Aceh butuh pemimpin yang berani bergerak dalam memajukan Aceh kedepan.
Apalagi dengan pernyataan Plt Gubernur Aceh yang diwakili oleh Asisten II Sekda Aceh yang menetapkan ada sembilan kabupaten/kota di Aceh yang berstatus zona merah. Hal ini menuai kritikan dari sembilan kabupaten tersebut dan tidak menerima atas penetapan zona merah Covid -19.
Kadis Kesehatan Aceh juga menyatakan tidak mengetahui kriteria penetapan sembilan kabupaten/kota di Aceh dimasukkan dalam zona merah. Berdasarkan hal diatas antara pernyataan Plt Gubernur Aceh dan Kadis Kesehatan Aceh tidak ada korelasi yang jelas, sehingga meresahkan masyarakat Aceh.
Apakah isu tersebut dibuat hanya sebagai dalih untuk menghabiskan anggaran penanggulangan Covid-19 di Aceh sekitar 1,7 Triliun? Wallahu A'lam.
Penulis: Syahrul Indra (Sekjen Ikatan Pemuda Nagan Raya/IPNR)