-->

Senator Fachrul Razi: Refocusing Dana Dayah Sebaiknya Dikembalikan Untuk Penanganan Covid-19

08 Mei, 2020, 05.26 WIB Last Updated 2020-05-07T22:26:51Z
LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Refocusing Dana Dayah sebaiknya dikembalikan untuk bantuan dayah menghadapi Covid-19, artinya pengalihan dana dayah tetap diperuntukkan kepada dayah dan santri dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan pasca pandemi tersebut. 

Hal tersebut adalah salah satu kesimpulan Seminar Online IX dengan tema "Menolak Dana Dayah Dialihkan" yang difasilitasi oleh Senator Fachrul Razi, Anggota DPD RI asal Aceh, Kamis (07/05/2020).

Menurut Fachrul Razi, maraknya penyebaran Virus Corona berdampak serius sisi penanganannya. Mulai dari keluarnya kebijakan pusat hingga penggeseran pos anggaran selama sebulan ke belakang.

Temuan-temuan di lapangan pun menjadi trending isu untuk dibicarakan tingkat lokal maupun nasional. Pasalnya ada banyak hal yang rancu dan tidak wajar dilontarkan sepihak dalihnya untuk penanganan Covid-19 ini.

Senator Fachrul Razi juga menghadirkan dua pemateri khusus dari sisi legislator DPR Aceh, Muslim Syamsudin yang merupakan Anggota Komisi 5 DPRA dan Muhammad Fadhli sebagai pengontrol kebijakan Pemerintah dan Aktivis Aceh yang menjabat Ketua BEM Hukum Unimal saat ini.

"Menariknya dalam paparan diskusi via daring, tema ini kita angkat pasalnya beberapa hari ke belakang adanya isu yang merebak di Provinsi Aceh, adanyan penggunaan pos anggaran dana dayah yang dialihkan untuk penanganan Covid-19," jelasnya Fachrul Razi.

Dalam penyampaian Fachrul Razi, sejumlah 205 Milyar anggaran dayah digeserkan untuk penanganan Covid-19. Ini membuat hati masyarakat Aceh terluka dan mencederai nilai-nilai yang selama ini kita jaga dengan baik di bumi julukan Serambi Mekkah ini. 

"Pertanyaannya adalah apakah Pemerintah Aceh saat ini tidak pernah berpikir ada banyak pos anggaran lain yang bisa dialihkan untuk mencegah wabah ini? Lalu kenapa dayah yang menjadi sasarannya?" ungkap Fachrul ketika memulai diskusi.

Berangkat dari hal itu, lanjut Fachrul Razi, melihat para pihak mengecam tindakan mengecewakan yang dilakukan Pemerintah Aceh ini secara sepihak. Salah satunya dari Ketua KPA PA Pusat (Muzakir Manaf) dalam siaran persnya bahwa mengecam tindakan yang tidak pro rakyat dan meminta Pemerintah Aceh membatalkan rencana penggeseran dana dayah untuk penanganan Covid-19. Hal lain juga dilihat Anggota Komisi V dan VI DPRA juga menolak tegas terkait hal tersebut. 

"Artinya jikalau pemerintah berani mengambil sikap tegas untuk bermain-main dengan dana dayah ini, maka ini akan menjadi catatan serius di Aceh kedepan. Saya yakin adik-adik mahasiswa juga tidak akan diam melihat hal ini," tegas Fachrul.

Kendati demikian, Muslim Syamsudin dalam seminar online IX ini mengatakan bahwa Pemerintah Aceh saat ini sedang mempertontonkan kesalahan besar kepada publik. Karena dalam pengambilan keputusan selalu tidak melibatkan pihak legislatif atau DPRA. Padahal seyogyanya Pemerintah Aceh bisa duduk bersama dengan DPRA dalam hal mengawasi dan mengontrol secara bersamaan terkait duduk perkara yang sedang hangat saat ini.

Menurut dia, salah satunya penggeseran anggaran untuk mencegah Covid-19 ini berdasarkan aturan pusat yang dituangkan dalam 4 peraturan nasional (Impres, Kemendagri, Kemenku, Kemendes dan SKB) per April 2020.

"Tidak terkecuali Aceh, penggeseran anggaran mulai dari dana tak terduga 118 milyar yang sudah terpakai 59 milyar. Dan hari ini Pemerintah Aceh juga melakukan pengalihan dana dayah sejumlah 205 milyar.  Ini menjadi catatan penting yang harus kita wanti-wanti, walaupun dalam pemaparan Tim TAPA dana itu belum terpakai. Namun kita menaruh perhatian khusus agar koruptif tidak terjadi di dalam hal ini, dan secara legislatif dengan tegas saya katakan menolak dana dayah ini untuk digunakan penanganan Covid-19," ujar Muslim.

"Rapat kemarin juga sudah kita pertanyakan kepada Tim TAPA, real datanya kami berhak tahu dan dan SPKA mana saja yang digunakan dalam memakai dana yang relatif besar ini," tambah Muslim.

Pihak DPRA, lanjut Muslim, melakukan penolakan dana dayah karena pimpinan dayah, ulama dan para pihak sudah menyampaikan aspirasi untuk menolak penggeseran dana dayah. Makanya kami suarakan, sebagai penyambung lidah rakyat tidak mau mengecewakan rakyat, apalagi mendzalimi mereka.

"Sekali lagi saya tegaskan DPRA tidak pernah dilibatkan dalam hal pembahasan anggaran dalam penanganan Covid-19," tandasnya.

Hal yang sama juga dikritisi oleh Aktivis Universitas Malikussaleh, Muhammad Fadhli. Dalam pemaparan diskusi, ia menyampaikan banyak sekali hal yang tidak logis terjadi pasca Covid-19 merebak di Bumi Aceh. Salah satunya adalah terdapat temuan dalam pos anggaran penanganan Covid-19 harga gula dan percetakan goni untuk sembako. "Tercatat harga gula yang dituliskan senilai 30 ribu rupiah per kilogram dan percetakan goni untuk sembako berkisar 1,2 milyar. Padahal di pasaran harga gula hanya bekisar 18 hingga 20 ribu rupiah per kilogram," jelas Fadhli yang juga aktivis yang vokal ini.

Selaku mahasiswa dan generasi penerus bangsa, Fadhli merasa kecewa serta meminta kepada pihak berwenang mengusut tuntas bila ini adalah sebuah permainan yang dilakukan. Kemudian yang menjadi catatan penting yang harus kita garisbawahi terkait "Dinas Dayah".

"Sebagaimana kita ketahui dalam real data kampanye Irwandi-Nova 2017, ia memasukkan dinas dayah menjadi prioritas penting yang harus ditingkatkan. Nah hari ini yang terjadi di lapangan justru sebaliknya dari apa yang telah dijanjikan. "Ini merupakan  pengkhianatan terhadap janji mereka dulu saat kampanye," beber Fadhli.

Penggeseran anggaran dana dayah hari ini juga hal yang sangat lucu dan perlu kita perhatikan bersama serta kita wajib menolak dengan tegas, ini jangan dipermainkan oleh sepihak. "Ada banyak pos anggaran lain yang bisa digunakan untuk menangani Covid-19 ini, misalkan mega proyek multi year yang hampir 2 triliunan lebih, tapi kenapa dana dayah yang menjadi buronan bersama untuk dialihkan," demikian ungkap Fadhli. 

Di sesi akhir diskusi, ada beberapa rekomendasi yang disampaikan oleh Senator Fachrul Razi diantaranya, pertama, kepada legislatif dan eksekutif hentikan konflik (private interest) dan bersatu untuk fokus penanganan Covid-19.

Kedua, Tim Pengawasan DPRA segera bekerja maksimal dan mempublikasikan apa saja yang menjadi temuan di lapangan. Tim Pengawas DPRA juga dapat melibatkan partisipasi masyarakat.

Ketiga, memperkuat pelibatan DPRA (Legislatif) agar lebih maksimal dalam pengambilan keputusan baik budgeting maupun kewenangan lainnya, agar eksekutif tidak sepihak dalam menjalankan pemerintahan. 

Keempat, kebijakan refocusing harusnya menjadi penyelesaian masalah namun menjadi "Re Kok Pusing". Oleh karena itu pengalihan dana dayah harus dikembalikan ke dayah agar dapat dimanfaatkan dayah dalam menghadapi Covid-19, baik bantuan ke santri dan pengajar di dayah maupun bantuan sosial lainnya.

Kelima, mengawal dana penanganan Covid-19 khususnya dana dayah agar tetap disalurkan ke dayah dan penerima manfaatnya juga harus kader-kader dayah.

Keenam, agar pemerintah Aceh lebih tepat sasaran dalam pengelolaan anggaran penanganan Covid-19, rencana 1,7 T harus dipaparkan dan publik berhak tahu kemana saja dana itu digunakan. Asas transparansi dan keterbukaan harus dikedepankan serta pelayanan publik harus diutamakan. 

"Terakhir ketujuh, civil society dalam hal ini LSM, dan mahasiswa harus selalu bersuara kritis dan mengawal kebijakan pemerintah baik dalam penanganan Covid-19 dan penggunaan anggaran Negara yang selama ini sering tidak tepat sasaran," demikian tutup Fachrul Razi.

Seminar online ini diikuti mahasiswa, dosen, LSM, dan santri dayah.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini