NIAS BARAT - Ketua LSM PKN (Peduli Kepulauan Nias), Petrus S. Gulo, SE., menuding PT. Bahtera Agung Tano Niha, perusahaan yang memproduksi bahan material agregat atau batu pecah yang diolah dengan mesin stoner cruser telah melakukan penambangan liar di Desa Tuwuna, Kecamatan Mandrehe, Kabupaten Nias Barat, Sumatera Utara. Hal itu disampaikan Petrus kepada pers baru-baru ini di Nias Barat.
Berdasarkan pantauan dan investigasi di lokasi, diketahui bahwa perusahaan ini telah berproduksi dari bulan September 2019, sementara Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi masih belum ada.
Perusahaan ini telah melanggar aturan hukum yang berlaku, terutama UU RI No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dimana yang dimaksud dengan IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi. Dan sanksi pidananya dengan jelas diatur bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 10 miliar.
Juga termasuk pelanggaran terhadap UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Pertambangan ini juga telah merugikan Pemerintah Daerah Nias Barat, sebesar sejumlah retribusi berdasarkan produksi sejak bulan September 2019.
Diduga bahwa perusahaan ini beroperasi dengan sepengetahuan dan seizin pejabat berpengaruh di Pemkab Nias Barat. Oleh karena itu perusahaan ini bisa beroperasi dengan leluasa tanpa izin.
Karena itu, diminta kepada pejabat berwewenang di Nias Barat untuk menghentikan operasi perusahaan ini sampai semua urusan perizinan selesai. Dan diminta kepada elemen masyarakat untuk melaporkan perusahaan ini kepada penegak hukum, karena perusahaan ini telah dengan sengaja mengangkangi aturan hukum yang berlaku dan merugikan pemerintah daerah.
Masyarakat tidak keberatan atas keberadaan perusahaan pertambangan di wilayah Nias Barat, tetapi harus memenuhi semua aturan hukum yang berlaku, terutama urusan perizinan.
Ketika hal ini dikonfirmasikan kepada Herman Waruwu, salah seorang salah seorang penanggung jawab perusahaan tersebut, menyatakan kepada wartawan bahwa perusahaannya mulai beroperasi sejak bulan Juli 2019 dan mulai berproduksi pada bulan September 2019 sampai sekarang.
Menyinggung tentang izin operasional, menurut salah satu sumber dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Nias Barat yang meminta identitasnya dirahasiakan, menyatakan kepada wartawan bahwa pihaknya belum pernah mengeluarkan rekomendasi bagi PT. Bahtera Agung Tano Niha untuk beroperasi di Nias Barat. Karena itu instansi terkait perlu segera melakukan investigasi di lapangan.[*/Kurnia/Red]