Megawati Soekarnoputri. Foto: Muhammad Zubeir/ Indonesiainside.id
LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Aceh, Imran Mahfudi menggugat Ketua Umum, Megawati Soekarnoputri ke Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh. Ia menggugat hasil konferensi daerah (Konferda) PDI-P Aceh yang digelar pada 3 Agustus 2019 lalu.
Gugatan sengketa internal tersebut dilayangkan pada Selasa (11/2) ke PN Banda Aceh dan telah terdaftar dengan nomor perkara 10/Pdt.Sus.Parpol/2020/PN-BNA. Selain menggugat Megawati, dia juga gugatan tersebut juga ditujukan kepada Mahkamah Partai PDI Perjuangan dan DPD PDI-P Provinsi Aceh.
"Salah satu kewenangan Konferda adalah membentuk kepengurusan partai. Namun yang terjadi, Dewan Pengurus Provinsi (DPP) PDI-P langsung menetapkan Muslahuddin sebagai ketua DPD tanpa proses pemilihan atau musyawarah mufakat dengan peserta Konferda. Ini pelanggaran anggaran dasar partai," ujar Imran Mahfudi kepada wartawan, Rabu (12/2).
Imran menjelaskan, DPP PDI-P telah telah mengambil alih hak yang dimiliki forum Konferda untuk menentukan ketua DPD Partai. Sementara, ketua terpilih saat ini, Muslahuddin Daud, waktu Konferda hanya diusulkan oleh satu DPC saja dan DPP tetap menunjuk yang bersangkutan sebagai ketua DPD PDI-P Aceh.
Menurut Imran, dengan adanya dugaan pelanggaran anggaran dasar partai itu, kepengurusan yang dihasilkan dari Konferda tersebut menjadi tidak sah. Bukan hanya itu saja, kata dia, acara Kongres PDI-P di Bali pada Agustus 2019 lalu juga menjadi tidak sah akibat adanya peserta kongres perwakilan Aceh.
"Di dalam petitum gugatan disamping meminta majelis hakim menyatakan tidak sah Konferda V PDIP Aceh, juga meminta agar dinyatakan tidak sah Kongres V PDIP," sebut Imran.
Imran menambahkan, sebelum melayangkan gugatan ke PN Banda Aceh, pihaknya juga telah mengajukan permohonan penyelesaian sengketa ke Mahkamah Partai PDI-P pada tanggal 8 Agustus 2019. Namun, hingga kini mahkamah partai belum mengadili permohonan tersebut. Padahal sesuai ketentuan UU Partai Politik, mahkamah partai wajib mengadili dalam jangka waktu 60 hari.
"Saya lebih senang apabila menempuh upaya penyelesaian melalui mahkamah partai, tapi karena mahkamah partai pun tidak tunduk pada ketentuan UU, tidak ada pilihan bagi saya selain membawa persoalan ini ke pengadilan," ungkap dia.[Indonesia inside]