LINTAS ATJEH | SOLO - Apa yang menjadi pernyataan Kepala BPIP yang menyebut 'Agama Jadi Musuh Terbesar Pancasila' adalah memperpanjang polemik dan kontroversial. Juga membuat tidak nyaman di sebagian komunitas keagamaan atas pernyataannya itu.
"Pernyataan tersebut sama sekali tidak memberikan kenyamanan bagi pemeluk agama manapun yang dilindungi di Indonesia," ujar Sekretaris The Islamic Study and Action Center (ISAC), Endro Sudarsono kepada media, Rabu (12/01/2020).
Dijelaskan Endro, amanah Pasal 29 UUD 1945 Tentang Kebebasan Beragama Pasal 29 (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
"Menempatkan agama sebagai musuh Pancasila adalah kesalahan besar, mengabaikan agama dalam peran serta pembangunan masyarakat di Indonesia adalah kesalahan fatal," ungkapnya.
Agama Islam, lanjut Endro, memiliki kaidah dalam berbangsa dan bernegara, tidak sekedar kaidah ibadah saja. Dalam agama Islam, agama berperan dalam menyelesaikan masalah perekonomian baik perbankan, keuangan, zakat, infaq, shodaqoh, wakaf, hibah dan lainnya.
"Tidak hanya itu, agama Islam mampu berperan dan pengembangan sains dan teknologi, mengembangkan pendidikan, budaya serta hukum dan HAM," sebut Endro.
"Bahkan peringatan Hari Pahlawan merujuk pada peristiwa perlawanan rakyat yang dilakukan oleh santri dan ulama, juga tak lepas dari jihad melawan penjajahan pada saat itu," imbuhnya lagi.
Masih terang Endro perlindungan terhadap pelecehan, penistaan agama di Indonesia juga diakomodasi dalam KUHP pasal 156 a maupun dalam UU ITE. Dengan demikian menempatkan agama sebagai musuh terbesar Pancasila harus dikoreksi.
"Musuh terbesar Pancasila adalah PKI dan telah dilarang penyebarannya di Indonesia," tukasnya.
Dikatakan Endro, mestinya Kepala BPIP menghormati, mengakomodasi dan melindungi pengamalan nilai nilai agama untuk berkembang di Indonesia.
"Jika pernyataan tersebut justru memperkeruh suasana kebhinekaan, kebangsaan dan kemajemukan di Indonesia, maka sebaiknya Kepala BPIP mengundurkan diri dengan hormat atau presiden menggantikan yang lebih baik," demikian ujar Endro.[Ar/Red]