BANDA ACEH - Kaukus Peduli Aceh (KPA) mengapresiasi langkah pemerintah Aceh melalui Bappeda yang telah memaparkan kepada publik terkait komposisi dan peruntukan APBA 2020.
"Memang sudah seyogyanya komposisi alokasi APBA ini disampaikan ke publik sebagai bentuk keterbukaan informasi. Namun, sebagai civil society tentunya kita akan mengawal agar penggunaan anggaran tersebut benar-benar maksimal digunakan untuk kegiatan pro-rakyat oleh SKPA terkait. Karena perbaikan pengaturan komposisi perencanaan yang semakin membaik itu tanpa ditunjang pelaksanaan yang baik yang dilakukan oleh SKPA-SKPA juga hasilnya tidak bakal maksimal," ungkap Koordinator Kaukus Peduli Aceh (KPA), Muhammad Hasbar Kuba kepada media, Selasa (28/01/2020).
Kendatipun, kata Hasbar, pada tahun anggaran 2019 lalu Pemerintah Aceh mengklaim capaian realisasi anggaran mencapai 90,4 % namun fakta yang ditemukan di lapangan sangat banyak pekerjaan terutama fisik yang sebenarnya masih dibawah 70% ketika tahun anggaran berakhir, bahkan ada yang baru mencapai 30%. Namun, dipaksakan agar tetap direalisasikan dengan menggunakan sistem bank garansi.
Menurut penjelasan Pemerintah Aceh, Realisasi Anggaran Pendapatan Banda Aceh (APBA) 2019 tercatat sebesar 90,4 persen (Rp 15.655 triliun) dari target sebesar Rp 17.328 triliun.
"Pertanyaannya, apakah hitungan serapan anggaran yang digunakan oleh pemerintah Aceh hanya berdasarkan persentase besaran uang yang dikeluarkan dari kas daerah? Padahal banyak pekerjaan yang bersumber dari APBA yang bahkan belum mencapai 50% hingga akhir Desember 2019 silam. Kita khawatir peningkatan realisasi anggaran tahun 2019 yang katanya lebih tinggi dari 2018 yang hanya 81,8 persen (Rp 12.388 triliun) dari Rp. 15.084 triliun. Namun, realisasi tahun 2019 selisihnya lebih kurang dua persen dari APBA 2017 yaitu 93 persen (Rp 13.878 triliun) dari total APBA 2017 sebesar Rp 14.912 triliun itu tak lebih dari umbaran dari Pemerintah Aceh yang diungkapkan melalui ahli ngomong pemerintah (juru bicara) untuk mengelabui publik. Faktanya sangat banyak pekerjaan APBA yang belum mencapai 50% lalu dilakukan Bank Garansi dan uangnya dikeluarkan dari Kas daerah. Kami yakin ahli ngomong Pemerintah Aceh itu sedang ngawur," beber Hasbar.
Masih kata Hasbar, jika belanja pegawai di belanja langsung (BL) mencapai 1,2 triliun. Pemerintah Aceh juga harus membayar honorium tenaga honorer yang mencapai angka 9.000 orang lebih yang membutuhkan dana Rp 592 miliar pada tahun 2020.
"Kami melihat ada pembengkakan yang lumayan dahsyat terkait hal ini, jika ditelusuri sangat banyak SK-SK tenaga di bidang tertentu yang membebani APBA. Misalkan, pada suatu SKPA dikeluarkan SK tertentu untuk mengakomodir orang-orang dekat atau untuk mengamankan pihak-pihak yang dianggap perlu diamankan dengan SK dan honor. Itu harus segera dievaluasi, karena sangat mubazir dan membebani APBA," ucapnya.
Belum lagi, jika kita telusuri belanja pelatihan yang bersumber dari APBA mencapai setengah triliun itu. "Yang menjadi persoalan bukan anggarannya, tapi outputnya yang sering tak berimbang dengan besaran anggaran. Pasca dilatih targetnya juga sering tak jelas, kerap terjadi hanya untuk memenuhi pelaporan pencairan keuangan saja," sesalnya.
KPA berharap agar perencanaan yang sudah mulai dioptimalkan pada APBA 2020 itu bukan sebatas perencanaan tetapi realisasinya dan output yang dihasilkan juga benar-benar harus menyentuh kebutuhan masyarakat. "Biaya-biaya pemborosan seperti peruntukan kepada para pengusaha yang terhimpun dalam Kadin tempo hari jangan lagi ada di 2020, karena akan melukai hati publik," pungkasnya.[*/Red]