BEBERAPA hari yang lalu, Aceh digemparkan dengan kejadian Beasiswa BPSDM Aceh yang digugat ke KPK karena tidak transparan dan ada dugaan nama-nama titipan untuk penerima beasiswa. Miris memang, satu sisi Aceh Pasca MoU Helsinki masih dalam keadaan membangun. Limpahan dana yang banyak untuk Aceh sebagai daerah penerima Otonomi Khusus menyebabkan banyaknya dana beasiswa yang diperuntukkan untuk Generasi Muda Aceh.
Tidak dapat dipungkiri majunya sebuah peradaban sebuah bangsa tidak terlepas dari Kualitas Sumber Daya Manusia. SDM menjadi pondasi awal dari sebuah kebangkitan bangsa. Contohnya Jepang pasca kekalahan perang dunia kedua yang mana Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak di bom oleh Pasukan Sekutu pada 1945. Pada saat itu Kaisar Jepang bertanya berapa orang guru yang masih tersisa pasca perang. Kemudian tahun demi tahun, Jepang mengirimkan anak-anak bangsa untuk disekolahkan keluar negeri dengan harapan pulang dan kemudian membangun negeri sendiri.
Atas dasar keyakinan tersebut Jepang yang sekarang adalah salah satu negara produksi terbesar di dunia khususnya di bidang teknologi dan mesin. Lantas bagaimana dengan Aceh? Ya, perang yang berkepanjangan dan kemudian luluh lantak oleh Tsunami menyebabkan Aceh hancur dan membangun semuanya dari nol. Kucuran dana pusat harusnya bisa dimanfaatkan dengan baik oleh Aceh khususnya dalam peningkatan Sumber Daya Manusia. Tak ada target ataupun yang lain. Berkaca pada masa lalu kala Irwandi-Nazar memimpin, sangat banyak putra-putri Aceh yang dikirim keluar negeri untuk disekolahkan. Lantas apa kabar mereka sekarang? Sampai dimana kontribusi terhadap Negeri Aceh ini. Apakah selesai pendidikan kemudian menjadi PNS dan kemudian patuh kepada system elite.
Aceh, negeri yang kaya akan sumber daya alamnya. Minyak, emas bahkan uranium "meusipreuk" di Aceh. Harusnya fokus pemerintah Aceh dalam penerimaan beasiswa adalah menyaring calon penerima beasiswa secara transaparan dan akuntabel. Kemudian menyadarkan para penerima beasiswa bahwa diri mereka adalah milik Aceh dan bukannya milih pribadi. Kucuran dana menyulap seorang Anak Aceh menjadi seorang Intelek, pengalaman dan yang penting lulusan luar negeri berkualitas. Dasawarsa sekarang ini semua orang berlomba-lomba untuk mndapatkan beasiswa. Lantas, apa feedback untuk negeri setelah mereka selesai studi di luar negeri?
Nilai-nilai kesadaran harus dibangun oleh penyelenggara beasiswa di Aceh. Bahwa Aceh butuh penerima beasiswa yang Meuaceh dan akan membangun Aceh pasca tamat akan studinya. Aceh masih dalam zona nyaman dimana PNS menjadi idaman bagi setiap lulusan perguruan tinggi di Aceh. Harusnya banyak sektor lain yang bisa diandalkan oleh sarjana dan pemuda Aceh.
Harapannya Pemerintah Aceh lebih peka akan hal ini, bahwa penerima beasiswa adalah harapan masyarakat Aceh kedepan yang siap mengabdi dan melahirkan terobosan baru. Untuk mahasiswa yang selama ini ngotot untuk mendapatkan beasiswa, jika hanya untuk mendapatkan kesenangan bagi pribadi tentunya harus berpikir kembali. Uang rakyat Aceh terlalu sia-sia ketika melahirkan lulusan-lulusan yang hanya memikirkan nasib sendiri pasca lulus.
Penulis: Mustaqim (Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Ar Raniry Banda Aceh)