GAYO LUES - Komentar Azhari Cage, Anggota Komisi I DPRA tentang pembatalan dan pencabutan pasal dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang bendera dan lambang Aceh yang dimuat dibeberapa media merupakan bentuk upaya dalam menutupi pembohongan terhadap masyarakat selama ini.
Hal tersebut disampaikan Ketua PA/KPA Gayo Lues, Jafar Ama Uwe kepada sejumlah awak media di rumahnya, Desa Penggalangan, Kecamatan Blangkejeren, Sabtu (04/08/2019).
"Pernyataan Azhari Cage merupakan pendapatnya pribadi, bukan mewakili seluruh rakyat Aceh. Dan saya rasa beredarnya salinan putusan Mendagri itu telah membuka tabir kebohongan para elit politik selama ini," ujar Ama Uwe yang merupakan mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Wilayah Gayo Lues itu.
Menurutnya, beredarnya salinan surat keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 188. 34-4791 Tahun 2016, tanggal 12 Mei 2016 tentang Pembatalan dan pencabutan pasal dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang bendera dan lambang Aceh merupakan bukti bahwa selama ini para elit politik yang menggembar-gemborkan masalah perjuangan proses pengesahan qanun tersebut pada kampanye beberapa waktu lalu hanyalah pembohongan terhadap masyarakat.
"Kalau kita cermati yang berkhianat kepada rakyat Aceh itu siapa? Bukankah saat berkampaye lalu mereka mengatakan bahwa sedang memperjuangkan pengesahan bendera dan lambang Aceh? Setelah beredar salinan keputusan Mendagri dan masyarakat mengetahui hal itu, baru para elit mengeluarkan jurus menutupi kebohongannya," ketus Tokoh Masyarakat Gayo Lues itu.
Dikatakannya, pembatalan yang dilakukan oleh Mendagri terkait Qanun Nomor 3 Tahun 2013 itu sudah tepat. Karena hal tersebut bertujuan untuk menghindari konflik di masyarakat Aceh.
"Jadi, pembatalan itu bukan sebagai bentuk penghianatan bagi rakyat Aceh seperti apa yang diucapkan oleh Azhari Cage, Anggota Komisi I DPR Aceh itu," katanya.
"Perbedaan pendapat antara elit politik Aceh dengan Pemerintah Pusat terkait bendera dan lambang Aceh sebenarnya tidak perlu terjadi, apabila kedua belah pihak mau duduk bersama dan berpikir jernih dalam menyelesaikan masalah tersebut. Janganlah membuat rakyat Aceh semakin bingung," imbuhnya.
Ama Uwe menyarankan jika bendera Bulan Bintang ditolak karena dianggap mirip atau menyerupai bendera GAM, gantikan saja dengan Alam Peudeung yang memang merupakan simbol pemersatu Bangsa Aceh pada masa kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam.
"Bendera Bulan Bintang itu milik kelompok, jadi tidak bisa untuk mewakili keinginan seluruh rakyat Aceh. Kalau Alam Peudeung milik seluruh masyarakat Aceh. Untuk itu saya minta kepada elit politik Aceh agar dapat memahami keinginan rakyat Aceh," pungkas Ama Uwe.[*]