-->

Propaganda, Anggota Separatis Papua Paksa Anak Untuk Berperang

27 Juli, 2019, 07.43 WIB Last Updated 2019-07-27T00:43:07Z
KELOMPOK Separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TNPB) secara mengejutkan telah merekrut sejumlah anak-anak dan remaja untu melawan militer Indonesia. Tindakan tersebut jelas telah melanggar konvensi Internasional, dan melanggar hak asasi anak untuk mendapatkan pendidikan yang baik.

Dalam rangka propaganda, TNPB telah mendokumentasikan pembentukan tentara anak tersebut. Dalam salah satu foto terlihat anak-anak remaja dengan wajah yang telah di-cat berwarna hitam. Mereka lantas memegang senapan lengkap dengan amunisi dan mengenakan seragam ala militer.

Foto tersebut diambil di suatu tempat di perbukitan terpencil Papua Barat pada bulan Mei. Foto tersebut dirilis kelompok TNPB, sebuah kelompok separatis yang selama ini melawan militer Indonesia dan terus berupaya memproklamasikan kemerdekaan Papua Barat.

Mereka beranggapan, bahwa anak-anak tersebut secara otomatis menjadi pejuang dan penentang militer kolonial Indonesia. Pihaknya mengatakan, sekitar 12 tentara anak berusia atara 15 hingga 18 tahun saat ini berjuang untuk kelompoknya di berbagai daerah di Papua.

Hal ini jelas tidak dibenarkan, karena kelompok kerja PBB telah menetapkan untuk anak-anak dan konflik bersenjata. Dalam hukum hak asasi manusia internasional, 18 tahun adalah usia minimum untuk perekrutan dan penggunaan anak-anak dalam peperangan secara legal.

Sedangkan penggunaan anak-anak dibawah 15 tahun, didefinisikan sebagai kejahatan perang oleh Pengadilan Kriminal Internasional.

TNPB telah menjadi sorotan media sejak melakukan serangan di Kabupaten Nduga sejak Desember 2018 lalu. Saat itu 16 pekerja konstruksi Indonesia di Nduga dibantai oleh kelompok kriminal yang diduga merupakan anak buah Egianus Kogoya.

Serangan yang juga menewaskan seorang tentara Indonesia tersebut merupakan serangan yang paling berdarah dalam beberapa tahun terakhir dan memicu perburuan besar-besaran yang dipimpin oleh militer Indonesia terhadap para anggota separatis.

TNPB juga pernah menuduh militer Indonesia melakukan taktik bumi hangus di Papua Barat, namun tuduhan tersebut dibantah oleh militer.

Para ahli mengatakan, keterlibatan anak di Papua adalah bagian dari siklus kekerasan, dimana orangtua mereka telah tewas ketika bergabung dengan kelompok separatis yang melawan militer Indonesia.

Seorang Dosen senior di Universitas Auckland yang berspesialisasi dalam terorisme dan konflik di Indonesia Chris Wilson, mengatakan bahwa penggunaan tentara anak-anak akan memperpanjang daftar kekerasan di Papua.

Ia juga mengatakan, akan sulit bagi mereka untuk diintegrasikan ke masyarakat begitu mereka terlibat dalam kekerasan aktual dari jenis usia tersebut. Kehadiran tentara anak-anak juga dapat memperumit bentrokan bagi militer Indonesia, yang kemungkinan akan dicegah untuk menggunakan 'kekuatan luar biasa' jika mereka mengetahui anak-anak berada dalam barisan separatis.

Sementara itu, Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua Barat juga melancarkan serangan kepada TNI saat sedang Istirahat Sholat Makan. Serangan tersebut akhirnya memakan korban seorang TNI bernama Prada Usman Hambelo setelah tertembak oleh KKB di distrik Yuguru.

Kejadian tersebut sangat singkat, dimana serangan dilakukan dengan tembakan rentetan yang muncul dari balik semak belukar secara hit and run. Diperkirakan pelaku penembakan berjumlah 4-5 orang.

Pasukan TNI yang berjaga saat itu berusaha membalas dan melakukan pengejaran. Namun karena pertimbangan keamanan, dengan medan belukar yang tertutup dan banyak jurang yang curam, pengejaranpun dihentikan.

Jenazah Almarhum Prada Husman Helembo yang gugur dalam kontak tembak dengan kelompok kriminal bersenjata. Telah dimakamkan secara militer pada Senin 22 Juli 2019, di Taman Makam Pahlawan (TMP) Wamena Kabupaten Jayawijaya yang dipimpin langsung oleh Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Josua Pandit Sembiring.

Dalam kesempatan tersebut, Pangdam juga turut mengucapkan dukacita atas gugurnya sang pahlawan pembangunan asli Papua, Prada Usman Helembo kemudian mendapatkan pangkat kehormatan satu tingkat, menjadi Pratu Anumerta.

Pihaknya juga meminta agar seluruh kelompok separatis yang berseberangan ideologi untuk kembali ke NKRI dan turut membangun Papua kearah yang lebih baik.

Atas serangkaian serangan dan ancaman dari kelompok KKB di Nduga, baik kepada warga sipil dan aparat, Pangdam mengaku proses pembangunan jalan Trans Papua akan tetap berjalan.

Abner Kwalik, Penulis adalah mahasiswa muda Papua, tinggal di Yogyakarta.[suaradewata]
Komentar

Tampilkan

Terkini