IST |
BANDA ACEH - Setelah disahkannya Qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) hingga saat ini persoalan bendera juga tak dapat direalisasikan karena bendera yang disebutkan dalam qanun tersebut dinilai belum dapat menjawab kerinduan rakyat Aceh.
"Qanun Nomor 3 tahun 2013 harus ditinjau kembali agar butir-butir MoU Helsinki dapat direalisasikan. Untuk itu, kami melihat bahwa penetapan bendera Alam Pedeung sebagai bendera kebanggaan rakyat Aceh adalah jalan tengah menjawab harapan rakyat," ungkap koordinator Kaukus Peduli Aceh (KPA), Muhammad Hasbar kepada media, Jum'at (05/06/2019).
Dalam MoU Helsinki disebutkan, Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang dan himne. Poin ini kemudian diterjemahkan dalam UUPA, pada pasal 246 ayat (2) bahwa selain Bendera Merah Putih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Aceh dapat menentukan dan menetapkan bendera daerah Aceh sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan.
Artinya, penentuan dan penetapan bendera Aceh dibolehkan selama bukan dimaksudkan sebagai simbol kedaulatan dan tidak diberlakukan sebagai bendera kedaulatan di Aceh (ayat 3), serta penetapan bendera, lambang dan himne diatur bentuk Qanun yang berpedoman pada perundang-undangan (ayat 4).
"Ini peluang bagi Aceh untuk kembali mengibarkan bendera kebanggaan Aceh dimasa lalu, yakni bendera Alam Pedeung," ujarnya.
Selain itu, bendera alam pedang adalah simbol semangat mewujudkan kejayaan Aceh kembali.
"Rakyat Aceh selama ini senantiasa merindukan kembalinya kejayaan Aceh, simbol kejayaan Aceh dimasa lampau itu adalah bendera alam pedeung,"jelasnya.
Dia menambahkan, untuk semangat perdamaian serta menghormati sejarah masa lalu Aceh, maka alam peudeung (Bendera Pedang) seperti termaktub dalam nadham (syair) Aceh yang memiliki warna dasar merah, pedang dan bulan bintang, jauh lebih memungkinkan. Selain tak mengusik persatuan Aceh, alam peudeung sangat cocok dengan semangat perdamaian.
Menurut Hasbar, alam peudeung akan memupuk rasa bangga pada sejarah masa lalu Aceh. Ini untuk menegaskan, bahwa romantisme Aceh dimulai pada masa keemasan ketika diperintah Sultan Iskandar Muda, seperti terlukis dalam nadham Aceh.
"Di Aceh na Alam Peudeung, Cap sikeurueng bak jaroe raja, Phon di Aceh troh u Pahang, Tan soe teuntang Iskandar Muda," pungkasnya.[*/Red]