-->

Melewati Hutan Dataran Rendah, Koalisi Masyarakat Sipil Jambi Tolak Pembangunan Jalan Angkutan Batubara

26 Maret, 2019, 05.33 WIB Last Updated 2019-03-25T22:33:13Z
JAMBI - PT. Marga Bara Jaya (MBJ) mengusulkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia untuk membangun Jalan Khusus Angkutan Batubara dari Desa Beringin Makmur Kecamatan Rawas Ilir Kabupaten Musi Rawas Utara menuju Desa Mendis Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Namun rencana pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut akan melewati atau membelah kawasan hutan dataran rendah tersisa Sumatera pada Hutan Produksi Terbatas (HPT) Kelompok Hutan Meranti dan Hutan Lalan yang telah dibebani hak atau IUPHHK-Restorasi Ekosistem kepada PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) sepanjang 34,5 Km (22,5 Km di Provinsi Sumatera Selatan dan 12 Km di Provinsi Jambi.

Hal tersebut sebagaimana siaran pers yang diterima redaksi LintasAtjeh.com, Selasa (26/03/2016). Penolakan tersebut dengan mempertimbangkan aspek kebijakan dan regulasi, aspek ekologi serta aspek sosial budaya, yaitu:

1. Bahwa pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut bertentangan dengan kebijakan dan komitmen Pemerintah Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen secara business as usual yang tertuang dalam INDC (Indonesia's Intended Nationally Determined Contribution), karena memicu deforestasi dan degradasi hutan.

2. Bahwa pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut bertentangan dengan Konvensi Keanekaragaman Hayati, Pasal 14, yang telah ditanda tangani dan diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994  tentang Pengesahan Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati, menyatakan bahwa para pihak harus: "Menerapkan prosedur yang tepat menggunakan analisis dampak lingkungan terhadap proyek-proyek yang diusulkan, yang kemungkinan memiliki dampak yang signifikan terhadap keanekaragaman hayati, dengan tujuan untuk menghindari atau meminimalkan dampak, dan memungkinkan partisipasi masyarakat dalam prosedur tersebut." Sehingga, analisis dampak lingkungan dan dampak sosial dalam pembuatan jalan angkut batubara harus dilakukan secara independen dan mendalam.

3. Bahwa pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2007 jo PP Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan, dimana restorasi ekosistem didefinisikan sebagai upaya mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) dan unsur non-hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya. Kawasan restorasi ekosistem dikelola melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk kegiatan penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, maupun pelepasliaran flora dan fauna. Oleh karena itu, rencana pembangunan jalan angkut batubara yang membelah kawasan restorasi ekosistem akan menggangu upaya pemulihan ekosisem hutan tersebut.

4. Bahwa pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.27/Menlhk/Setjen /Kum.1/7/2018 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, dimana Pasal 12 Ayat (1) mengatur bahwa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan pertambangan mineral dan batubara tidak diberikan pada kawasan hutan produksi yang dibebani Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam atau pencadangan Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa.

5. Bahwa pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.28/Menlhk/Setjen /Kum.1/ 7/2018 tentang Tata Cara Pemberian, Perluasan Areal Kerja Dan Perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Restorasi Ekosistem, Atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Produksi, dimana yang dimaksud Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya. Oleh karena itu jalan khusus angutan batubara tersebut akan mengganggu kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan yang dilakukan oleh PT REKI dalam upaya mencapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.

6. Bahwa pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut bertentangan dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan No. 11/2016 tetang RTRW Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016 – 2036, pada pasal 54 ayat (2) Larangan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat mengganggu kelestarian sumber daya air, keseimbangan fungsi lindung, kelestarian flora dan fauna, serta pemanfaatan hasil tegakan.

7. Bahwa pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut bertentangan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Musi Banyuasin No. 8/2016 tentang RTRW Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2016 – 2036; dimana jalan khusus angkutan batubara melintasi kawasan Hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas dan bukan merupakan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi yang dapat dialihfungsikan untuk kegiatan lain di luar kehutanan, serta tidak dicadangkan untuk infrastruktur, pertanian dan perkebunan.

8. Bahwa pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut bertentangan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Batanghari No. 1/2013 tentang RTRW Kabupaten Batanghari Tahun 2011 – 2031 pada pasal 102 ayat (2), yaitu adanya ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan hutan produksi karena adanya kegiatan yang dilarang meliputi:  kegiatan yang ada di hutan produksi yang tidak menjamin keberlangsungan kehidupan di daerah bawahnya atau merusak ekosistem yang dilindungi, siapapun dilarang melakukan penebangan pohon dalam radius/jarak tertentu dari mata air, tepi jurang, sungai dan anak sungai yang terletak dalam kawasan hutan, dan pembatasan pembangunan sarana dan prasarana di kawasan hutan produksi.

9. Bahwa pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut akan merusak ekosistem yang tengah dipulihkan, meningkatkan potensi terjadi deforestasi dan fragmentasi kawasan hutan, mengancam kelestarian keanekaragaman hayati yang tinggi di hutan dataran rendah Sumatera, dan mengganggu hidupan satwa liar bagi 26 spesies langka, kritis dan dilindungi.

10. Bahwa pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut akan membuka akses dan meningkatkan konflik manusia dengan satwa liar (human – wildlife conflict),  perburuan satwa liar (poaching) dan pembalakan liar (illegal logging).

11. Bahwa pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut akan menimbulkan erosi tanah akibat tidak adanya tutupan hutan, meningkatkan sedimentasi sungai terutama sub-daerah aliran sungai (sub-DAS) Meranti, Kapas, dan Lalan, serta meningkatkan risiko banjir.

12. Bahwa pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut akan akan menimbulkan polusi dan mengurangi kualitas air, sehingga berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan hidupan satwa liar.

13. Bahwa pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut akan mengganggu dan menghilangkan sumber kehidupan keluarga masyarakat adat Suku Anak Dalam (SAD) Batin Sembilan yang masih menggantungkan hidupnya atas sumberdaya hutan dan perairan yang ada di kawasan restorasi ekosistem.

14. Bahwa pembangunan jalan khusus angkutan batubara tersebut akan membuka akses dan meningkatkan tekanan akibat pembukaan hutan dan berpotensi menimbulkan konflik horizontal dengan keluarga masyarakat Batin Sembilan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Jambi  menyatakan sikap:

1. MENOLAK rencana pembangunan jalan khusus angkutan batubara yang diusulkan oleh PT Marga Bara Jaya yang melalui atau membelah hutan alam dataran rendah Sumatera pada Hutan Produksi Terbatas (HPT) Kelompok Hutan Meranti dan Hutan Lalan yang sedang dikelola melalui IUPPHK-Restorasi Ekosistem oleh PT REKI.

2. MEREKOMENDASIKAN agar PT Marga Bara Jaya membangun kerjasama operasional untuk menggunakan jalan yang ada (existing), yaitu melalui jalan PT Conoco Phillip dan PT Bumi Persada Permai.

3. MEREKOMENDASIKAN agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memfasilitasi kerjasama operasional penggunaan jalan yang ada (existing) di areal PT Sentosa Bahagia Bersama yang selama ini tidak pernah dilibatkan sebagai pemangku kepentingan utama (key stakeholders) dari rencana pembangunan jalan khusus angkutan batubara oleh PT Marga Bara Jaya tersebut.[*/MRS/Red] 
Komentar

Tampilkan

Terkini