IST |
JAKARTA - Perusahaan startup Gojek, yang sering mengklaim sebagai 'Karya Anak Bangsa', rupanya semakin dikuasai asing. Paling baru, Gojek merampungkan fase pertama putaran pendanaan seri F yang dipimpin oleh Google, JD.com, dan Tencent, serta beberapa investor lainnya termasuk Mitsubishi Corporation dan Provident Capital. Berdasarkan rumor yang beredar di pasar, suntikan modal dari Google-Tencent Cs ini mencapai US$1 miliar atau setara Rp 14 triliun (asumsi kurs Rp 14.000).
Sejumlah kalangan menilai, jika semakin dikuasai asing, maka data warga negara Indonesia rawan disalahgunakan. Karena itu, Anggota Komisi XI DPR-RI Ecky Awal Mucharam, meminta pemerintah untuk mengambil kebijakan terkait penguasaan asing atas perusahaan-perusahaan rintisan (startup) lokal.
"Kita jangan sekedar bangga atas keberadaan startup-startup unicorn tersebut, karena faktanya mereka sudah dikuasai asing. Lagi-lagi kita hanya menjadi pasar semata. Pemerintah harus segera mengambil langkah strategis dan taktis mengatasi hal ini," tegas Ecky kepada wartawan di Jakarta.
Menurut Ecky, ada tiga masalah jika startup dikuasai asing penuh. Pertama, disrupsi ekonomi yang menimbulkan winner dan loser. Dengan keunggulan teknologi para startup unicorn ini akan menjadi pemenang dalam kompetisi sementara pemain tradisional tersisih.
Kata dia, sama saja membiarkan asing merebut lebih banyak kue ekonomi. Apalagi pemberlakuan pajak antara bisnis startup dan tradisional berbeda. Pajak untuk perusahaan-perusahaan tersebut sangat longgar.
"Selain tidak fair juga terjadi kebocoran penerimaan negara. Perlu ada level playing field atau aturan main yang sama," tegas Ecky.
Persoalan lain, dominasi barang-barang impor di startup e-commerce unicorn yang bisa membanting harga. Akibatnya produk lokal tersisih. Diperkirakan 90-an persen barang-barang yang diperjualbelikan unicorn e-commerce adalah impor.
Jika seperti itu, maka sama saja memperburuk defisit transaksi berjalan dan tidak ada manfaat nilai tambahnya bagi ekonomi keseluruhan khususnya sektor manufaktur di Indonesia.
Ketiga, ia khawatir, dari sisi penggunaan dan perlindungan keamanan data ini belum jelas regulasinya. Rawan disalahgunakan yang nantinya merugikan kepentingan nasional.
Karena itu, ia minta pemerintah harus segera merancang regulasi yang komprehensif dan dapat menjawab tiga isu tersebut. Entah misalkan pembatasan kepemilikan asing, insentif dan disinsentif fiskal untuk memperkuatkan manfaat bagi ekonomi nasional, maupun aturan yang lebih teknis terkait keamanan data.
"Kembali ke amanah pasal 33 UUD 45, jangan kalah oleh liberalisasi ekonomi dengan cover ekonomi digital," tandas dia.
Dalam keterangan resmi, Jum'at (01/02/2019), setelah putaran pendanaan Seri F, perusahaan mengklaim bahwa para pendiri Gojek akan tetap memiliki kontrol terhadap pengambilan keputusan dan penentuan arah kebijakan perusahaan, agar mereka dapat merealisasikan visi jangka panjang perusahaan serta terus melakukan ekspansi dan pengembangan bisnis yang pesat.
Diperkirakan Gojek sudah disuntik investor asing lebih dari US$3 miliar. Techcrunch melaporkan, Gojek telah tujuh kali melakukan putaran penggalangan dana dan diperkirakan valuasinya mendekati US$10 miliar.
Saat ini investor Gojek adalah Tencent Holdings, JD.com, New World Strategic Invesment dari China, Google dari AS, Temasek Holdings dan Hera Capital dari Singapura dan Astra International dan GDP Ventures dari Indonesia.[*/Red]