BLORA - Meski lokasinya berbukit-bukit, namun hamparan jagung nan luas sejauh mata memandang terlihat sangat subur dan bernas. Pemandangan yang menggembirakan itu terhampar saat Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita bersama dengan Bupati Blora menghadiri acara panen raya jagung di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, tepatnya di Lokasi Hutan Perhutani RPH Kalisari Jati Gong, Desa Jatiklampok, Kecamatan Banjarejo, Blora, Selasa (19/02/2019).
Pada kesempatan tersebut, Dirjen PKH I Ketut Diarmita mengatakan bahwa kehadirannya dalam acara panen raya jagung ini, ditugaskan langsung oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman untuk mengawal dan menjembatani kerjasama pemanfaatan jagung hasil panen raya petani oleh peternak ayam, melalui peran Bulog sebagai fasilitator petani dan peternaknya.
"Petani yang harus kita bina di sini ada dua, yaitu petani jagung dan peternak ayam, sedangkan kami pemerintah ini di tengah-tengah mereka yang harus mengayomi keduanya," kata Dirjen I Ketut Diarmita.
Dirjen juga menjelaskan bahwa dalam pakan unggas, jagung merupakan komponen penting karena berkontribusi sekitar 40-50 persen dalam formulasi pakan, sehingga menurutnya ketersediaan jagung sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan usaha peternakan.
Berdasarkan data prognosa jagung tahun 2018 dari Badan Ketahanan Pangan bahwa total penggunaan jagung di Indonesia sebesar 15,58 juta ton dan sekitar 66,1 persen atau 10,3 juta ton untuk memenuhi kebutuhan industri pakan dan peternak ayam petelur (layer) mandiri.
I Ketut menuturkan, jika produksi pakan tahun 2018 sekitar 19,4 juta ton, maka setidaknya dibutuhkan jagung 7,8 juta ton untuk industri pakan ditambah 2,5 juta ton untuk peternak mandiri. Sedangkan di 2019, industri pakan memerlukan 8,59 juta ton dan peternak mandiri 2,9 juta ton. Hal ini menurutnya dapat menjadi pendorong bagi berkembangnya agribisnis jagung di Indonesia dalam rangka peningkatan produksi dan kesejahteraan petani sekaligus sebagai motor penggerak pembangunan di pedesaan.
Kabupaten Blora merupakan salah satu sentra jagung Jawa Tengah, terbesar kedua setelah Kabupaten Grobogan. Dengan panen jagung ini, I Ketut Diarmita berharap para petani dapat menyuplai kebutuhan jagung bagi peternak, baik yang berada di wilayah Blora maupun di kabupaten lainnya. I Ketut berharap petani jagung dan peternak ayam mandiri dapat menikmati masa panen raya jagung saat ini melalui mekanisme distribusi dan tata niaga yang baik.
Pada kesempatan tersebut, Dirjen PKH I Ketut Diarmita juga mempertemukan langsung peternak ayam mandiri Solo dengan petani jagung Blora. Ini langkah konkret memberi kepastian pasar kepada petani dan peternak yang diwujudkan dalam kesepakatan kerjasama penyerapan jagung antar kedua belah pihak. "Kesepakatan pembelian jagung petani oleh peternak, dengan Bulog berada di tengahnya, mengatur penyerapan jagung dan pasokan dari Blora ke Solo," imbuh I Ketut Diarmita.
Sebagai salah satu sentra ternak ayam petelur di tanah air, kebutuhan peternak Solo, Jawa Tengah, akan jagung sebagai bahan pakan sangat tinggi. Untuk itu, Dirjen PKH mengharapkan saat panen raya seperti ini harga jagung di petani tetap terjaga, tidak turun drastis, petani untung dan peternak juga memperoleh harga yang wajar, sehingga keduanya sama-sama untung.
Lebih lanjut I Ketut menjelaskan dasar aturan yang digunakan sebagai pedoman harga jagung adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018 Tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen. Dalam Permendag ini harga pembelian jagung di tingkat petani dengan kadar air 15% sebesar Rp. 3.150/kg dan harga acuan penjualan di industri pengguna (sebagai pakan ternak) Rp 4.000/kg.
Pada acara ini dilakukan penandatanganan kesepakatan kerjasama antara petani dan gabungan kelompok tani (gapoktan), para perusahaan pabrik pakan (feed meal), dan peternak ayam petelur (layer) mandiri yang disaksikan oleh Satgas Pangan dan Bulog Divre Jateng.
Di lokasi yang sama, Bupati Blora Joko Nugroho menyampaikan bulan Februari dan Maret ini merupakan puncak panen raya jagung di Kabupaten Blora. Meskipun, menurutnya, pada akhir bulan Januari petani sudah banyak memanen jagungnya.
Laporan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blora menyebutkan luas panen pada awal tahun ini (Januari-Maret) 26.977 Ha. 21.051 Ha sudah masuk data Statistik Pertanian, dan selebihnya 5.926 di lahan hutan belum masuk data Statistik Pertanian. Produksi jagung mencapai 157 ribu ton. Pada tahun 2018 luas panen jagung di Kabupaten Blora 70.319 Ha yang tersebar di 16 Kecamatan, dengan rata-rata produktivitas 5,8 ton per Ha.
Lebih lanjut Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blora melaporkan bahwa luas panen jagung tahun 2018 seluruh Kecamatan Banjarrejo sendiri 2.548 Ha (luas panen Februari 1.388 Ha dan Maret 1.215 Ha), dengan produktivitas 7-7,5 ton per hektar. Sedangkan luas hamparan jagung di lokasi acara panen saat ini 160 Ha dari total 300 Ha yang dimiliki oleh beberapa kelompok tani.
"Saya berharap harga jagung di tingkat petani saat ini untuk pipil basah dengan Kadar Air (KA) 33% dapat mencapai Rp.2.800 per kg, sehingga petani masih untung," ucap Bupati Blora Joko Nugroho.
Bupati selanjutnya juga berharap agar pengusaha berminat membangun pabrik di wilayahnya. "Saya berharap para perusahaan pabrik pakan (feed meal) yang hadir di sini ada yang tertarik untuk mendirikan pabrik pakan di sini, sehingga lebih mendekatkan antara produsen jagung dengan pabrik pakan yang dapat langsung menyerap jagung petani, sehingga lebih efisien," harap Joko Nugroho.
Menurut Dirjen PKH, permasalahan jagung saat ini adalah di pasca panen. Sebagai salah satu solusi yang menjadi pilihan terbaik dalam pengelolaan pasca panen jagung adalah penggunaan mesin pengering jagung yang bersifat mobile, utamanya di sentra produksi jagung yang relatif jauh dari pabrik pakan. Untuk itu, Kementerian Pertanian bekerjasama dengan PT. Charoen Pokphand Indonesia memperkenalkan penggunaan Mobile Corn Dryer (MCD), yaitu peralatan pengeringan jagung yang dapat dipindahkan secara mudah untuk didekatkan ke lokasi-lokasi panen jagung. Solusi ini diharapkan dapat memecahkan persoalan kadar air sehingga pertumbuhan jamur aflatoksin dapat dikendalikan. Dengan demikian, upaya ini dapat mewujudkan harapan bersama: "Bermanfaat untuk Korporasi Petani Jagung".
I Ketut berharap Mobile Corn Dryer yang merupakan hasil karya anak bangsa ini dapat menjadi sebuah solusi dalam mengatasi masalah pasca panen jagung yang selama ini dihadapi oleh petani. "Kita berharap apabila petani makmur dan sejahtera, peternak pun akan menjadi lebih makmur dan sejahtera, untuk Indonesia yang lebih baik," ucap Dirjen I Ketut Diarmita.
Sementara itu, Eka Budiman dari PT. Charoen Phokphand Jawa Tengah menyampaikan dalam acara ini bahwa pihaknya telah menyediakan dua Mobile Corn Dryer (MCD) untuk membantu petani mengeringkan jagungnya. Menurutnya, kelebihan penggunaan MCD ini adalah dapat meningkatkan waktu simpan setelah dikeringkan, melancarkan tata niaga, mendapatkan kualitas lebih baik dan pada akhirnya petani dapat menikmati harga yang lebih baik dari jagung berkadar air lebih rendah.
Dikatakannya juga bahwa konsep Mobile Corn Dryer berawal di tahun 2018, seiring dengan upaya PT. Charoen Pokphand Indonesia dalam upaya meningkatkan penyerapan jagung secara langsung dari petani yang merupakan bahan baku utama pakan ternak.
Prototipe ini sudah dilakukan uji coba lapangan perdana pada panen jagung di Lampung Selatan pada 29 Agustus 2018. Selanjutnya pada 15 Februari 2019 kembali dilakukan uji coba lapangan pada acara panen raya jagung di Tuban, dan saat ini dilakukan uji coba lapangan pada acara panen raya jagung di Blora. Berikutnya akan terus dilakukan uji coba secara berkala di beberapa sentra produksi jagung untuk memberikan bukti implementasi nyata atas kegunaan dari Mobile Corn Dryer pada pertanian jagung di negeri ini.
"Jika ada petani yang kesulitan menjual hasil panennya, dapat langsung menghubungi kami, kami akan bantu menyerapnya. Kami akan bantu menjembatani," tandas Eka.
Erno petani jagung yang hadir di acara tersebut berharap MDC ini bisa diperbantukan di Kabupaten Blora selama 1 bulan, selama musim panen. Ia juga berharap, limbah hasil pertanian jagung (tebon) di wilayahnya juga dapat dimanfaatkan oleh peternak untuk pakan ternak. Mereka juga selama ini telah memanfaatkan kotoran ayam sebagai pupuk organik yang dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik.[SRI/Red]