BANDA ACEH - Wali Nanggroe disingkat LWN adalah sebuah lembaga yang mengatur kepemimpinan adat di Aceh. Lembaga ini bertindak sebagai pemersatu masyarakat Aceh dibawah prinsip-prinsip yang independen.
Lembaga Wali Nanggroe juga memangku kewibawaan dan kewenangan dalam membina serta mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, upacara-upacara adat, serta melaksanakan penganugerahan gelar/derajat kehormatan.
"Lembaga ini juga bertindak sebagai pembina kehormatan, adat, tradisi sejarah dan tamadun Aceh," ungkap Mantan GAM Wilayah Lhok Tapaktuan, Baharun, SE, alias Tgk. Fama kepada LintasAtjeh.com di Banda Aceh, Sabtu (17/11/2018) malam.
Dijelaskannya, Lembaga Wali Nanggroe adalah satu bentuk kekhususan Aceh sebagai amanah dari kesepakatan damai (MoU Helsinki). Mengenai ketentuan LWN tercantum di dalam poin 1.1.7. MoU Helsinki. Amanah tersebut kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh serta pasal 96 ayat (4) dan Pasal 97 tentang Wali Nanggroe, yang ketentuan lebih lanjutnya diatur oleh qanun.
"Justru sangat disesalkan adanya pernyataan seorang yang berwawasan dan juga seorang Senator Aceh Ghazali Abbas Adan bahwa tidak diperlukannya lagi LWN sebagaimana yang dimuat di media-media," beber Mantan Juru Runding GAM Masa CoHA JSC 2003 ini.
Kata Tgk. Fama, apa yang yang telah diperjuangkan khususnya oleh GAM sehingga kembalinya harkat dan martabat Aceh, seharusnya dipertahankan keutuhannya, bukan sebaliknya.
Mempertahankan LWN adalah sebagai penghormatan kepada Sang Deklarator GAM Tgk. Hasan M. Ditiro sebagai Wali Aceh yang ke delapan.
Menurut dia, kalau kita melihat dalam perjalanannya, LWN yang dikomandoi oleh Malek Mahmud Al Haytar tidak memberi efek apapun kepada rakyat Aceh khususnya dan Aceh pada umumnya.
"Maka selayaknya seperti Ghazali Abbas Adan perlu memberi masukan yang membangun dan mempertahankan keeksistensinya LWN tersebut," sebutnya.
"Bukan malah melontarkan pernyataan yang terkesan menyepelekan perjuangan mereka yang dilakoni selama 30 tahun silam dengan darah dan air mata. Ini sungguh menyakitkan dan sangat ironis. Sebab pernyataan itu keluar dari seorang senator yang sudah senior," sindir Tgk. Fama.
Masih kata Delegasi GAM Wilayah Lhok Tapaktuan untuk penandatangan MoU Helsinki 2005 ini, ingat, orang akan mengukur tingkat etika dan adab kita, oleh sebab tutur kita.
"Apa saja yang sudah ada di Aceh perlu dipertahankan dan perlu masukan-masukan serta kritik yang membangun pula, bukan sebaliknya," tandas Baharun, SE, pria yang saat ini tinggal di Banda Aceh.[DA/Red]