-->

Plt. Gubernur Aceh 'Ir. Nova Iriansyah, MT' Apresiasi Kegiatan GINIAKU ke II

14 Oktober, 2018, 01.10 WIB Last Updated 2018-10-13T18:11:41Z
BANDA ACEH - Plt. Gubermur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT, menghadiri pembukaan Gelar Ilimiah Nasional Ikatan Alumni Kedokteran Unsyiah (GINIAKU) ke II yang dilaksanakan di Gedung Auditorium Prof. Al Hasjmy UIN Ar-Raniry, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Sabtu (13/10/2018). 


Nova Iriansyah, dalam sambutannya menyampaikan, atas nama masyarakat Aceh dan Pemerintah Aceh mengucapkan 'Selamat Datang' kepada Gubernur Lemhanas ke Provinsi Aceh. Arus globalisasi berkembang terus tanpa kendali yg melahirkan perubahan, perilaku, interaksi masyarakat dan bermunculan fenomena baru serta perubahan dinamika. 

"Perubahan ini mendorong medis untuk mencari perubahan, peran dokter tidaklah vakum hanya dalam bidang kesehatan saja. Tapi juga terlibat dalam menyikapi perubahan dan persoalan lain yang dihadapi bangsa," ujar Nova. 

Menurutnya, dalam menyikapi perubahan tersebut salah satunya adalah peningkatan ilmu dalam mengatasi banyaknya timbul  penyakit tanpa diduga-duga. Hal ini mengundang cakrawala berpikir kritis oleh kalangan ilmu kedokteran untuk mengatasi dampak yang  berkelainan. 

"Kami sangat bangga bahwa dari dunia kedokteran mau menawarkan arah perubahan kepada masyarakat yang semakin baik. Kita tidak boleh boleh pesimis, banyak masalah yg krusial seperti masalah politik impor  beras, dimana kita masih mengimpor beras dari luar. Kita masih punya waktu panjang untuk mewujudkan dengan baik, Kedokteran Unsyiah menunjukkan perannya dalam bidang perbaikan bagi masyarakat dan dunia kesehatan," paparnya.

Lanjut Nova, arus globalisasi yang berkembang tanpa kendali tidak hanya menghadirkan perubahan pada dinamika ekonomi dan budaya masyarakat. Perilaku dan pola interaksi masyarakat juga adakalanya mengalami perubahan. Tanpa kita sadari, perubahan juga menghadirkan fenomena baru dalam bidang kesehatan. 

"Tidak heran jika di tengah kemajuan teknologi saat ini, berbagai penyakit baru juga muncul mewarnai dunia medis kita. Bahkan, penyakit yang diperkirakan sudah hilang, juga bisa muncul kembali," kata Plt Gubernur Aceh itu. 

Nova juga mengatakan, situasi ini mendorong para ahli medis untuk lebih aktif mencari langkah-langkah penanganan yang efektif. Oleh sebab itu, sangatlah tepat jika para ahli medis semakin aktif menggelar forum-forum ilmiah untuk peningkatan pengetahuan dalam menangani penyakit tersebut. Inilah yang kemudian menjadi salah satu dasar bagi Pemerintah Aceh dalam menempatkan isu kesehatan sebagai salah satu program prioritas di daerah ini. 

Salah satu fenomena kesehatan global yang terjadi di Aceh dapat kita lihat dari perkembangan penyakit HIV/AIDS. Di era tahun 2000-an, saat masyarakat Aceh belum mengenal interaksi digital, sama sekali tidak ditemukan pasien HIV/AIDS di daerah ini. Memasuki tahun 2005, kehadiran penyakit ini mulai terdeteksi di kota-kota tertentu, seperti Banda Aceh, Sabang, Langsa, Aceh Tamiang dan Aceh Tenggara. 

Belakangan ini perkembangannya cukup mengejutkan, tambah Nova, sebab disemua kabupaten/kota sudah ditemukan pasien HIV/AIDS. Sampai tahun 2017, setidaknya ditemukan 632 kasus HIV/AIDS di Aceh. Jumlah faktualnya bisa jadi lebih besar, karena ada kemungkinan mereka yang terkena infeksi berusaha menyembunyikan penyakitnya. 

"Ancaman penyakit tidak menular pun tidak kalah mengejutkan. Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menempatkan Aceh pada urutan teratas untuk beberapa jenis penyakit gangguan metabolisme, seperti jantung, diabetes, stroke dan hipertensi. Hal yang sama juga terjadi untuk penyakit tuberculosa," jelasnya. 

Profil Kesehatan Aceh tahun 2012 menyebutkan, ada sekitar 96/100 ribu penduduk Aceh menderita tuberculosa. Pada tahun 2012 kasus kematian dari penyakit ini mencapai 74 orang dari 4.672 penderita. Data ini menjadi bukti bahwa tantangan bagi para ahli kesehatan di Aceh kini semakin meningkat. Kondisi ini memaksa para ahli kesehatan agar tidak pernah berhenti menggali ilmu, baik itu melalui lokakarya, seminar, pelatihan khusus atau melalui simposium dan sebagainya. 

"Jika kita berbicara pada skop Aceh, maka sudah pasti harapan masyarakat akan bertumpu pada para ahli kesehatan yang merupakan alumni Fakultas Kedokteran Unsyiah," ungkapnya.

Harapan ini tidak berlebihan, sambungnya lagi, sebab Fakultas Kedokteran Unsyiah merupakan salah satu yang terbesar dan terfavorit di Pulau Sumatera ini. Alumninya pun telah menyebar di berbagai penjuru negeri dengan karya-karya yang bermakna bagi masyarakat. 

Oleh karena itu, sangatlah wajar jika masyarakat mengharapkan Fakultas Kedokteran Unsyiah untuk terus meningkatkan mutunya agar mampu menjawab berbagai tantangan kesehatan yang terjadi saat ini. Penguatan terhadap Fakultas Kedokteran Unsyiah itu bukan semata-mata pada sistem belajarnya saja, komunitas alumninya juga penting untuk diperkuat. 

"Hal ini wajar, sebab pengelola kampus kedokteran, berbagai poliklinik, puskesmas dan rumah sakit yang ada di Aceh sebagian besarnya adalah Alumni Kedokteran Unsyiah. 

"Dan hari ini, Ikatan Alumni Kedokteran Unsyiah kembali menunjukkan peran aktif dalam membahas tantangan kesehatan di masa kini melalui kegiatan yang dinamakan gelar ilmiah nasional. Topik yang dibahas adalah  Pendekatan Multidisipliner Guna Mencapai Kualitas Unggul dan Penanganan Kesehatan yang Efisien dalam Manajemen Penyakit Kronis," urai Nova. 

"Tentu saja topik ini sangat relevan dengan dinamika kesehatan yang dialami masyarakat Aceh sekarang ini. Karena itu kita berharap melalui forum ini para Alumni Kedokteran Unsyiah dapat merumuskan
langkah yang efektif dalam menjawab tantangan itu, sehingga persoalan kesehatan yang dialami masyarakat Aceh dapat ditangani dengan baik," pungkas Plt. Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT.[Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini