-->

Menteri LHK Didesak Copot Kepala BKSDA Aceh

12 Oktober, 2018, 11.08 WIB Last Updated 2018-10-12T04:08:41Z
SUBULUSSALAM - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) didesak agar segera mencopot Kepala BKSDA Aceh karena dinilai gagal dalam menjalankan tugasnya. Penegasan ini disampaikan oleh Pemuda Subulussalam-Singkil, Sobirin Hutabarat kepada media, Jum'at (12/10/2018).

Menurut Sobirin, sejauh ini faktanya BKSDA Aceh telah gagal dalam upaya penanganan satwa liar di Aceh Singkil dan Subulussalam, terutama persoalan gangguan satwa terhadap manusia.

Sobirin mengatakan, bulan maret dan mei lalu, gajah obrak-obrik rumah dan kebun warga di Subulussalam, kemarin gajah berhasil turun ke Kota Subulussalam hanya beberapa kilometer dari kantor walikota. 

Tak hanya itu, sekitar 3 (tiga) hari lalu warga Aceh Singkil kembali jadi korban keganasan buaya, bahkan tahun lalu buaya juga sempat terlihat di kawasan yang tak jauh dari kantor Bupati Aceh Singkil. Bahkan, di Aceh Singkil 3-5 orang tiap tahunnya menjadi mangsa buaya.

"Ngapaen juga kerja BKSDA, ambil dana dari pemerintah dan donatur saja? Sementara masyarakat dibiarkan begitu saja. Apa BKSDA baru bertindak kalau buaya sudah masuk kantor Bupati Aceh Singkil, dan gajah menghuni kantor Walikota Subulussalam," kata pria yang akrab disapa Ogek Birin ini mengaku geram.

Menurut Sobirin, sejauh ini masyarakat korban keganasan satwa liar itu hampir tak pernah mendapat perhatian dari pihak BKSDA, namun ironisnya jika masyarakat yang mengamuk kepada satwa liar itu, mereka baru unjuk gigi dengan menyalahkan masyarakat dengan persoalan peraturan.

"BKSDA Aceh jangan jadi lembaga yang memuliakan hewan dan tak menghargai hajat hidup manusia. Jangan sampai kami minta BKSDA angkat kaki dari Aceh," cetus sekretaris Perbakin Subulussalam itu.

Dia melanjutkan, sampai saat ini tidak ada penangkaran buaya di Aceh Singkil  sehingga korban akan terus berjatuhan. "Padahal sejak tahun 2003 sudah ada kesepakatan dengan masyarakat Aceh Singkil terkait penangkaran buaya, tapi hal itu tidak jalan sehingga terus-terusan menelan korban. Kemana anak yatim orang tuanya korban buaya itu mengadu, kemana masyarakat yang kebun dan rumahnya dirusak gajah itu mengadu. Tentunya hal ini menunjukkan kinerja BKSDA Aceh, tidak becus," ujarnya.

Sobirin juga mengatakan, sejauh ini manfaat BKSDA bagi masyarakat sekitar kawasan konservasi juga nihil. "Jika kita berdasarkan peraturan menhut nomor 8 tahun 2016, BKSDA berfungsi melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar konservasi. Tapi fakta di lapangan keberadaan BKSDA justru tak dirasakan oleh masyarakat konservasi. Jadi, mereka gagal menjalankan tugas dan fungsinya," sebutnya.

Sobirin juga menilai, sejauh ini justru keberadaan BKSDA sering menjadi penghambat laju pembangunan yang dibutuhkan masyarakat. "Dulu pembangunan jalan Trumon-Bulohseuma-Kuala Baru sempat terhambat oleh BKSDA, saat ini rencana pembangunan kanal lae mate juga terhambat oleh persoalan lingkungan hidup dan kehutanan. Belum lagi di tempat-tempat lain yang juga terhambat dengan persoalan lingkungan," tambahnya.

Secara tegas Sobirin mendesak Menteri Lingkungan Hidup untuk mengevaluasi kinerja BKSDA Aceh karena dinilai tak becus. "Kami mendesak menteri LHK segera copot Kepala BKSDA Aceh dan menempatkan orang yang tepat. Jangan letakkan di BKSDA itu orang yang tak hanya bisa tangkap manusia karena satwa, tapi orang yang melakukan konservasi dan menjaga lingkungan sebagai bentuk kepeduliannya terhadap manusia (masyarakat). Jaga keseimbangan konservasi dan ekositem itu mulai dengan memanusia kan manusia, bukan mengorbankan manusia untuk isu lingkungan hidup belaka," tandasnya.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini