-->

Keliru! Dr. Neles Tebay Minta Gencatan Senjata antara TNI/Polri Dan TPN/OPM

11 Oktober, 2018, 15.15 WIB Last Updated 2018-10-11T08:15:36Z
JAYAPURA - Dr. Neles Tebay menyebut dirinya sebagai Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP) dan Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) dalam rilisnya yang dimuat oleh Harian Cenderawasi Pos pada tanggal 09 Oktober 2018 mengatakan bahwa untuk menghentikan konflik (Konflik vertikal_red) di Papua maka diperlukan gencatan senjata antara TNI/Polri dengan TPN atau Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB).

Neles Tebay minta agar TNI/Polri dan KKSB sama-sama meletakkan senjata agar bisa berdamai dan saling berangkulan.

Menanggapi statement pada pemberitaan tersebut, Kapendam XVII/Cenderawai Kolonel Inf Muhammad Aidi saat dikonfirmasi awak media mengatakan, apa yang disampaikan Neles Tebay itu merupakan cara berpikir sangat keliru. 

"Bagaimana mungkin Negara dalam hal ini TNI/Polri dituntut melaksanakan gencatan senjata dengan pemberontak yang telah melakukan serangkaian aksi kekerasan?" tegas Aidi, Kamis (11/10/2018). 

Aidi menjabarkan, saat KKSB malaksanakan serangkaian aksi kekerasan, penyanderaan ribuan warga sipil di Tembagapura, pembakaran fasilitas umum (sekolah, rumah sakit) bahkan puluhan rumah warga di Banti Kompleks, penganiayaan dan pemerkosaan terhadap guru sukarelawan di Arwanop, penembakan terhadap pesawat sipil dan pembantaian terhadap warga bahkan anak kecil di Nduga, pembantaian terhadap pekerja jalan di Mugi, Sinak serta di tempat lain, penembakan terhadap aparat keamanan TNI/Polri di Puncak Jaya termasuk terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN), serta rangkaian kejahatan dan kekerasan lainnya, mengapa Dr. Neles Tebay tidak pernah bersuara? 

"Giliran sekarang aparat keamanan sedang melaksanakan penegakkan hukum guna menjamin kepastian dan kewibawaan hukum di Negara berdaulat NKRI ini tiba-tiba Neles Tebay muncul minta aparat keamanan meletakkan senjata?" ujar Aidi dengan penuh tanda tanya.

Ia menjelaskan, dikutip dari Prof. Miriam Budiardjo, seorang pakar ilmu politik Indonesia dan mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang menjelaskan sebagai berikut:

1.Sifat memaksa: Negara mempunyai sifat memaksa dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara legal agar peraturan perundang-undangan ditaati sehingga penertiban dalam masyarakat tercapai dan timbulnya anarki dapat dicegah. Sarana untuk melakukan hal itu antara lain polisi, tentara, dan lembaga pengadilan.

2.Sifat monopoli: Negara mempunyai sifat monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Dalam hal ini negara dapat menyatakan, bahwa suatu aliran kepercayaan atau aliran politik, organisasi tertentu dilarang hidup dan disebarluaskan, oleh karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat dan Negara dan berpotensi merongrong kedaulatan Negara.

3.Sifat mencakup semua: Semua peraturan perundang-udangan berlaku untuk semua orang tanpa kecuali. Termasuk mereka yang menolak NKRI tapi hidup diwilayah NKRI. Keadaan demikian memang perlu, sebab kalau seseorang dibiarkan berada di luar lingkup aktivitas negara, maka usaha negara ke arah tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal.

"Bila memahami kutipan tersebut, maka TNI/Polri selaku alat Negara yang Sah menurut UU wajib dipersenjatai. Tetapi sekelompok orang mengangkat senjata secara illegal, apalagi untuk melakukan perlawanan atau pemberontakan serta tindakan kekerasan terhadap Negara yang berdaulat tidak dibenarkan oleh hukum manapun di seluruh dunia," terang Aidi. 

"Tidak ada satupun negara di seluruh dunia yang tinggal diam atau membiarkan bila di negaranya terjadi tindakan kekerasan, pemberontakan atau perlawanan terhadap negara, termasuk Negara Vanuatu dan Solomon yang suka koar-koar mendukung pemberontak di Indonesia," imbuh Aidi.

Menurutnya, bila Neles Tebay menginginkan Konflik vertikal di Papua berakhir harusnya menghimbau saudara-saudara kita yang masih berseberangan menyerahkan diri dan senjatanya kepada pihak berwajib. Karena perbuatan dan tindakan mereka nyata-nyata melanggar hukum. 

"Kehadiran TNI/Polri bukan untuk memusuhi rakyat sebagaimana yang diuraikan oleh Neles Tebay dalam rilisnya. Justru merekalah (KKSB_red) yang menyatakan permusuhan dan melakukan perlawanan terhadap Negara yang berdaulat. Bahkan beberapa waktu yang lalu KKSB viralkan lewat youtobe dan medsos lainnya bahwa KKSB menyatakan perang terbuka kepada TNI/Polri. Jadi jangan dibolak-balik kondisinya," kata Aidi. 

Soal perdamaian dengan KKSB, sambung Aidi, TNI/Polri selalu membuka tangan selebar-lebarnya bila mereka dengan kesadaran sendiri menyerahkan diri berikut senjatanya kepada pihak yang berwajib. Kami jamin keamanan dan keselamatannya. Sebagaimana yang dilakukan saudara-saudara kita yang sudah sadar dari mimpi-mimpi buruknya. Dibeberapa Wilayah, mereka telah menyerahkan diri beserta senjatanya untuk bergabung ke NKRI seperti pada bulan Maret 2017 di Kab Puncak pok TPN/OPM pimpinnan Utarenggen Telenggen beserta 155 orang sinpatisannya. 

Kemudian pada bulan Desember di wilayah Tinggi nambut Kabupaten Puncak Jaya pok TPN/OPM pimpinan Wanis Tabuni saudara kandung Goliat Tabuni beda Mama/Ibu bersama 277 simpatisannya juga turun gunung dan mereka banyak yang sudah bekerja sebagai satpol PP dan lain sebagainya yang difasilitasi oleh Pemda. Selanjutnya, pada bulan Agustus 2017 di wilayah Yapen waropen pok TPN/OPM pimpinan Corinus bersama 377 militan dan simpatisannya serta menyerahkan 30 pucuk senjata api dan campuran serta sejumlah amunisi dan menyatakan kesetiaannya kpd NKRI.

"Disisi lain telah terjadi perang antar warga di Oxibil Pegunungan Bintang, di Wamena, Tolikara, Kwamki Mimika dan lain-lain. Kok Neles Tebay tidak membahas itu, tidak mendorong mereka untuk melaksanakan genjatan senjata? Kalau peduli tentang perdamaian sebagaimana telah mengklaim dirinya sebagai koordinator Jaringan Damai Papua (JDP), harusnya Neles Tebay mengurus itu, damaikan mereka jangan malah diam. Selaku koordinator JDP apa yg telah dilakukan Tebay untuk mendamaikan perang suku dan konflik antar warga di Papua?" tandas Kapendam XVII/Cenderawasi, Kolonel Inf Muhammad Aidi.[Red] 
Komentar

Tampilkan

Terkini