LANGSA - Segenap rakyat Indonesia sedang bersuka cita.
Perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-73 baru saja berlangsung. Makna
merdeka yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus merupakan esensi dari
pengorbanan dan perjuangan para pendiri bangsa.
Sejatinya, kemerdekaan adalah bebas menentukan nasib
sendiri sebagai bangsa yang tidak terjajah, berdaulat dan mandiri dalam
menjalankan kehidupan bernegara. Lantas, mengisi kemerdekaan dengan pembangunan
merupakan tugas generasi penerus.
Semarak perayaan hari kemerdekaan bergema diseluruh
pelosok negeri. Tidak hanya upacara peringatan detik-detik proklamasi, sejumlah
kegiatan lain juga terlaksana. Semisal, karnaval, pawai alagoris, kirab budaya
dan banyak lagi hiburan rakyat lainnya yang terselenggara. Tujuan akhirnya
adalah memupuk semangat nasionalisme.
Selain perayaan kemerdekaan. Merdeka itu sendiri tentu
memiliki makna tersendiri bagi segenap warga bangsa. Termasuk pada lini profesi
yang ditekuni masing-masing individu masyarakat.
Pada kesempatan ini, LintasAtjeh.com mencoba menggali
makna kemerdekaan dari salah seorang masyarakat Kota Langsa, Sabtu (18/08/2018).
“Merdeka itu bukan hanya terbebas dari belenggu
penjajah. Lebih dari itu, merdeka adalah kemandirian jiwa dalam menyongsong
masa depan yang lebih baik,” ujar Suhela Herawaty, SH.
Hera, begitu sapaan akrabnya, menyebut merdeka
sesungguhnya adalah tentang perasaan yang bebas. Tidak ada intervensi dalam
bertindak, berfikir poositif dan mampu mengisi kemerdekaan dengan kerja nyata
untuk pertiwi tercinta.
Wanita yang berprofesi sebagai advokat ini menuturkan
pengalamannya saat menanggani sebuah perkara pembuhunan. Dimana, pelakunya
adalah anak laki-laki dibawah umur.
“Suatu hari saya menanggani kasus pembunuhan di Langsa.
Pelakunya seorang anak yang tidak mendapat kasih sayang dari orangtuanya. Ia
hidup mandiri, ditempa dialam bebas, bekerja serabutan meski usianya tak pantas
bekerja sekeras itu,” sebut Hera.
Ia melanjutkan, si pelaku tega membunuh lantaran sakit
hati. Targetnya kakak si korban. Namun, tikamannya meleset sehingga korbanlah
yang terbunuh. Sakit hati karena kakak korban mencemooh ayahnya. Pelaku akan
menerima bila dirinya dihina, tapi ia tak terima bila ayahnya dicaci maki.
"Kasus ini mengajarkan kita tentang suatu nilai
merdeka yang tak pernah dirasakan si pelaku," ungkapnya.
Lanjutnya, sejak kecil dia sudah merasakan kerasnya
pertarungan hidup. Usia si pelaku seharusnya masih mengenyam pendidikan. Namun
apa lacur, pelaku harus bertarung untuk bisa bertahan hidup. Kemudian, ada
pertarungan harga diri yang begitu besar.
“Ini belum merdeka namanya. Merdeka harus berkeadilan
dan pelaku adalah korban dari orang dewasa yang tidak memberikan kasih sayang
yang seutuhnya,” jelas pemilik kantor pengacara Suhela Herawaty, SH dan Rekan,
ini.
Dikatakannya, merdeka dalam arti luas adalah mencakup
seluruh aspek kehidupan. Tercukupinya kebutuhan primer, sekunder dan tersier.
Demikian pula terhadap hak-hak anak meliputi kasih sayang, perhatian utuh,
pendidikan dan kesempatan mengembangkan bakat serta minatnya.
Selain bergerak sebagai lawyer, Hera juga mengurus
Langsa Sepatu Roda (Laser) Club. Dimana, ia bertindak sebagai Ketua Harian. Di
cabang olahraga ini, dia membina sejumlah atlet muda berbakat yang telah
malang-melintang diberbagai kejuaraan daerah dan nasional.
Keikutsertaannya mengurus club tersebut tidak terlepas
dari kepeduliannya terhadap pembentukan karakter anak atau remaja. Dimana, ia
menilai melalui olahraga dapat membina genarasi muda yang merdeka. Dalam arti,
bebas dari tekanan, bersaing secara fair, berjiwa ksatria dan menghargai suatu
proses.
“Di club kita tekanankan pada atlet untuk melakukan
yang terbaik dengan tidak menabrak norma atau aturan dari sebuah permainan
sepatu roda. Kalah atau menang itu hal biasa. Terpenting, bagaimana melalui
prosesnya,” papar Suhela.
Di akhir wawancara, Hera menyampaikan ucapan Dirgahayu
Republik Indonesia ke-73. Semoga terus berjaya dan juara.[Sm]