ACEH TAMIANG - Perusahaan Perkebunan PT. Raya Padang
Langkat (Rapala) telah melaporkan 25 warga, termasuk Datok Penghulu dan
Aparatur Pemerintahan Kampung Perkebunan Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara ke
Polres Aceh Tamiang karena dituding menempati lahan HGU milik perusahaan
tersebut dengan cara ilegal.
Berdasarkan informasi yang dihimpun LintasAtjeh.com,
Kamis (05/07/2018), dari 25 warga yang telah dilaporkan, 10 diantara mereka,
sudah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Datok Penghulu Ramlan, Ketua LKMK
Nasib, Anggota LKMK Giarto, Sekdes Sugianto, Kaur Pembangunan Roni Muhardi,
Kadus Paijan, dan Bilal Mayat Perempuan, bernama Saini. Sisanya adalah warga,
bernama M. Syukri, Roni Romansyah, serta Supono.
Datok Penghulu Kampung Perkebunan Sungai Iyu, Kecamatan
Bendahara, Ramlan, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa mereka dilaporkan oleh
PT. Rapala ke Polres Aceh Tamiang karena menduduki lahan dan perumahan di
kawasan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan tersebut.
Menurut Datok Ramlan, perumahan dan halaman rumah yang
diduduki warga selama ini adalah aset milik eks PT. Parasawita yang sudah
dijual ke pihak PT. Rapala. Ketika masa berlaku izin HGU PT. Parasawita habis
pada tahun 2012 lalu, mereka sudah ajukan permohonan kepada pemerintah untuk
dikeluarkan dari status HGU.
Datok Ramlan juga menjelaskan, lahan yang mereka
tempati selama ini merupakan wilayah Kampung Perkebunan Sungai Iyu. Klaim
tersebut diperkuat dengan SK Gubernur Aceh Nomor: 140/911/2013 tentang
penetapan nama dan nomor kode wilayah administrasi pemerintahan kecamatan,
Mukim dan Gampong di Aceh dengan nomor kode wilayah 11.16.02.04.2013 dan luas
wilayah kampung mencapai 10,7 Hektare, termasuk lahan yang diklaim sebagai
milik PT. Rapala.
"Saat perkebunan masih dikelola oleh PT.
Parasawita, kawasan yang dimaksud tersebut diakui sebagai wilayah desa. Saat
ini Kampung Perkebunan Sungai Iyu terbagi dalam tiga dusun yang terpisah,
dengan jumlah keluarga sebanyak 64 KK dan terdiri dari 285 jiwa," demikian
jelas Datok Ramlan.
Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal M.SH,
menyampaikan sikap prihatin terhadap konflik yang terus berlarut di lahan HGU
PT. Rapala, dan hal itu menimbulkan kesan bahwa pihak pemerintah belum mampu
menyelesaikan konflik dengan cara yang sejuk, arif dan bijaksana.
Semoga masalah ini ada jalan keluarnya sehingga dengan
harapan, semoga tidak ada lagi warga Aceh Tamiang yang terpaksa mendekam di
penjara karena dilaporkan oleh pihak manajemen perkebunan PT. Rapala.
Sayed Zainal menerangkan bahwa salah satu penyebab
konflik, yakni pada saat lahan perkebunan dialihkan dari PT. Parasawita ke
pihak PT, Rapala, tidak jelas mana yang perlu di-inklaf (dikeluarkan) karena
yang tertera pada surat BPN Nomor: 926/6-11/XII/2014, tanggal 23 Desember 2014
yang ditandatangani Kepala BPN Aceh, ketika itu dijabat H. Mursil SH, M.Kn,
(Bupati Aceh Tamiang_red), lahan seluas 34,9 Hektare, yang terdiri dari lahan
persawahan, areal permukiman, jalan umum, dan parit keliling di wilayah Kampung
Tengku Tinggi seluas 27,8 Ha. Kemudian, persawahan yang terletak di sebelah
barat seluas 6 Hektare, dan Kompleks SD Negeri Marlempang seluas 1,1 Hektare.
"Adapun permintaan dari pihak Kampung Perkebunan
Sungai Iyu terkait lahan yang berada di tengah lahan HGU eks perkebunan PT.
Parasawita tersebut tidak pernah disebutkan," jelas Sayed Zainal M.SH.
Sementara itu, Kapolres Aceh Tamiang, AKBP Zulhir
Destrian SIK, MH, saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa pihak perusahaan
perkebunan PT. Rapala melaporkan sejumlah warga karena menempati lahan milik
perusahaan tersebut.
"Menurut keterangan yang disampaikan oleh pihak
perusahaan, mereka sudah menyuruh para warga untuk pindah, namun warga tidak
mau pindah. Saya sudah minta Bupati Mursil untuk memfasilitasi dan perusahaan
tidak melapor dulu. Tapi kemudian perusahaan melaporkan juga," ujar
Kapolres.
Karena sudah dilaporkan, terang Kapolres, selaku
penegak hukum pihaknya harus memproses laporan dari PT. Rapala dan warga yang
diadukan kami mintai keterangan. Dalam proses tersebut, jika ada yang sudah
ditetapkan tersangka maka hal itu adalah kewenangan dari pihak penyidik dan
sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Saya berharap Bupati Aceh Tamiang yang sangat
paham terhadap persoalan ini, bisa memfasilitasi penyelesaian masalah tersebut.
Mudah-mudahan, setelah difasilitasi oleh bupati nantinya akan bisa dicarikan
solusi dan laporan ini bisa dicabut kembali," harapnya.[ZF]