BANDA ACEH - Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) kembali memberikan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan kepada Pemerintah Aceh.
WTP yang diberikan tersebut merupakan penghargaan yang ke tiga kalinya diperoleh secara berturut-turut. Predikat tersebut diberikan usai dilaksanakannya Rapat Paripurna Penyerahan Laporan Hasil Pemerikaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Aceh Tahun 2017 di Gedung Utama DPR Aceh, Rabu (23/05/2018).
Auditor Utama Keuangan Negara V BPK-RI, Dr. Bambang Pamungkas mengatakan prestasi yang diperoleh Pemerintah Aceh itu menjadi momentum penting untuk lebih mendorong terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah, sehingga akan menjadi kebaggaan bersama yang patut dipertahankan.
“WTP ini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran laporan keuangan daerah dan bukan merupakan jaminan tidak adanya froad yang ditemui,” kata Bambang dalam Rapat Paripurna Penyerahan Laporan Hasil Pemerikaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Aceh Tahun 2017 tersebut.
BPK, sambung Bambang, berkeinginan agar Pemerintah Aceh melaksanakan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah secara tertib, taat pada perundang-undangan, ekonomis, efisien, transparan dan akuntabel.
Sementara itu, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengatakan bahwa berkat kerja keras dan kedisiplinan bersama, Pemerintah Aceh berhasil mempertahankan WTP untuk ketiga kalinya.
“Semoga capaian ini bisa terus dipertahankan di masa mendatang,” kata Irwandi.
Irwandi meminta agar semua SKPA dan pihak terkait segera menindaklanjuti temuan yang telah direkomendasikan BPK-RI, sesuai dengan tenggang waktu yang telah diberikan.
“Perhatikan seluruh temuan BPK agar ke depan tidak ada lagi temuan dengan permasalahan yang sama. kami yakin rekomendasi yang diberikan BPK dapat mewujudkan pemerintahan Aceh yang lebih baik,” tegas Irwandi.
Diantara rekomendasi BPK-RI terkait Sistem Pengendalian Intern, adalah penyelesaian penyediaan barang yang akan diserahkan kepemilikannya kepada masyarakat kabupaten/kota belum lagi maksimal. Selanjutnya adalah pengelolaan barang milik Aceh per 31 Desember 2017 belum tertib dan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah yang belum memadai.
BPK juga menemukan temuan terkait kepatuhan terhadap perundang-undangan yaitu kelebihan pembayaan atas enam paket pekerjaan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, penyerapan dana Otonomi Khusus se-Aceh yang tidak optimal dan pengelolaan sisa dana Otsus alokasi Pemerintah Aceh yang tidak sesuai dengan Pergb Nomor 79 Tahun 2013 dan kelebihan pembayaran klaim Jaminan Pelaksanaan Belum Diterima atas pekerjaan pembangunan gedung oncology centre pada Rumah Sakit Zainoel Abidin.
Di tahun anggaran 2017, pemerintah Aceh merealisasikan anggaran pendapatan sebesar Rp.14.350 triliun atau 99,32 persen dari target Rp.14.448 triliun. Sedangkan realisasi anggaran belanja sebesar Rp.13.832 triliun atau 92,77 persen dari yang direncanakan Rp.14.911 triliun.[Humas Aceh]