LANGSA - menyikapi permasalahan pengeboran minyak mentah di Aceh Timur, pemerintah wajib melibatkan masyarakat pemilik tanah dalam mengelola tanah dan memberikan kompensasi ekonomi dan saham kepada masyarakat tersebut.
Hal tersebut disampaikan H. Fachrul Razi anggota DPD RI asal Aceh yang membidangi politik, hukum dan kerjasama luar negeri kepada LintasAtjeh.com, Sabtu (28/04/2018), di Langsa.
Fachrul Razi yang sempat mengunjungi lokasi terbakarnya sumur minyak di Ranto Peureulak pada Jum'at, 27 April 2018 kemarin mengatakan bahwa pemerintah tentunya harus memberikan apresiasi kepada masyarakat yang telah melakukan pengeboran secara manual. Namun, disisi lain pemerintah melalui Badan Pengelola Minyak Aceh (BPMA) sebagaimana amanah Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23/2015 yang ada harus melakukan upaya maksimal dalam mengambil langkah solusi terhadap pengelolaan minyak tersebut.
"Hal ini dilakukan agar kedepan pekerja pengeboran itu tidak secara ilegal kembali," ujarnya.
Menurut Fachrul Razi, yang harus dipikirkan bagaimana tindakan masyarakat yang dianggap ilegal tersebut menjadi legal. Pengelolaan sesuai dengan hukum dan masyarakat mendapat manfaat yang nyata atas sumber daya alam tersebut. Berdasarkan PP Nomor 23 tahun 2015 bahwa pengelolaan minyak dan gas di Aceh hanya dilakukan bersama oleh Pemerintah Aceh bekerja sama dengan Pemerintah Pusat.
"Sampai saat ini belum ada perangkat peraturan yang memberikan izin kepada masyarakat untuk melakukan eksploitasi dan eksplorasi minyak dan gas," terangnya.
“Saya meminta temen-temen DPRA juga dapat mengeluarkan Qanun pengelolaan minyak dan gas sebagai dasar hukum untuk memperkuat UUPA pasal 160 dan PP No 23 tahun 2015 dengan lahirnya Qanun baru di Aceh. Dimana dalam qanun tersebut, memberikan dasar hukum kepemilikan saham masyarakat dalam mengelola minyak tersebut,” tegasnya.
Fachrul Razi juga menyampaikan, pengelolaan hanya dilakukan oleh pemerintah Aceh melalui BPMA dengan melibatkan pihak ketiga kontraktor profesional dan berpengalaman. Dalam hal ini masyarakat pemilik tanah sah yang mengandung minyak dan gas harus dijadikan shareholders (pemilik saham) atas kepemilikan tanah mereka.
“Jadi jangan negara membeli tanah dari masyarakat yang menyebabkan masyarakat tetap miskin. Seharusnya pemilik tanah sah wajib memperoleh saham selama minyak dan gas itu di eksploitasi," cetus Fachrul Razi.
Pada PP 23/2015, sambung dia, Badan Pengelola Migas Aceh yang selanjutnya disingkat BPMA adalah suatu badan Pemerintah yang dibentuk untuk melakukan pengelolaan dan pengendalian bersama kegiatan usaha hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh (0 s.d. 12 mil laut).
Ia juga menjelaskan, dalam PP no 23/2015, Kontraktor adalah satu atau lebih Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagai pemegang Interest yang menandatangani Kontrak Kerja Sama dengan BPMA dalam pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja.
"Sebagai anggota DPD RI, saya akan terus memperjuangkan agar masyarakat pemilik tanah, memiliki saham atas tanah mereka untuk dikelola oleh pemerintah agar minyak dan gas dapat diambil secara legal," jelasnya.
“Pola pikir yang harus kita lakukan adalah bagaimana menjadikan tindakan masyarakat yang dianggap ilegal berubah menjadi legal dan rakyat menjadi sejahtera,” imbuh Fachrul Razi.
Dirinya mencontoh bagaimana pengelolaan minyak di Qatar, Dubai, Abudhabi, dan negara-negara timur tengah lainnya, dimana negara mengelola minyak tersebut melibatkan masyarakat pemilik tanah sah untuk memiliki saham seumur hidup dan jaminan kesejahteraan ekonomi.
"Dalam rapat dengan pemerintah kedepan, kita akan sampaikan dalam rapat kerja dan juga dalam laporan paripurna DPD RI kedepan. Disisi lain kita akan lakukan pengawasan terhadap kinerja BPMA sebagaimana perintah PP No 23 tahun 2015," pungkasnya.[Sm]