LANGSA - Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM) mendesak DPRA untuk segera membahas peraturan atau qanun terkait pertambangan sesuai dengan PP Nomor 23 tahun 2015, sehingga pengelolaan minyak dan gas di Aceh hanya dilakukan bersama oleh Pemerintah Aceh bekerja sama dengan Pemerintah Pusat.
Hal tersebut disampaikan Nasruddin, Ketua FPRM kepada LintasAtjeh.com, Senin (30/04/2018), di Langsa.
"Qanun dibuat bertujuan agar tidak terulangnya kembali tragedi kebakaran sumur pengeboran minyak mentah di Desa Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur yang menelan korban meninggal dunia 22 orang tersebut," ungkapnya.
Menurut Nasruddin, saat ini masyarakat butuh regulasi yang dilahirkan oleh DPRA sesuai dengan UUPA dan PP Nomor 23 tahun 2015, sehingga pemilik tanah atau lokasi pengeboran minyak dan gas dapat memiliki saham.
"Bila ini tidak dilakukan, maka masyarakat yang daerahnya penghasil migas tidak akan pernah berubah nasibnya," jelasnya.
"Seperti kita lihat di daerah ekplorasi Exson Mobil, rakyat tetap saja hidup dalam kemiskinan. Padahal disana puluhan tahun gas dihisap dari dalam perut bumi Aceh, akan tetapi rakyat masih miskin jua," imbuhnya.
Nasruddin berharap para wakil rakyat untuk memikirkan pendekatan migas yang berbasis rakyat, sehingga masyarakat pemilik tanah atau lokasi pertambangan migas dapat menikmati dan hidup makmur.
Terkait adanya penetapan status tersangka kepada Geuchik (Kepala Desa_red) Pasir Putih dan 4 orang lainnya dalam tragedi kebakaran tersebut, Nasruddin meminta aparat penegak hukum harus mengusut sampai tuntas siapa saja yang bermain pengeboran minyak ilegal itu.
"Kalau memang serius mengusut kasus tersebut, penegak hukum harus berani mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam pengeboran minyak ilegal itu. Karena sudah menjadi rahasia umum siapa-siapa pemain praktek pertambangan ilegal selama ini," harapnya.
"Sebab suatu hal yang mustahil jika aparat penegak hukum tidak mengetahui siapa-siapa aktor dalam pengeboran minyak ilegal tersebut," pungkas Nasruddin.[Sm]