SEMARANG - Untuk menang setiap kandidat dalam Pilkada serentak pada 27 Juni 2018 nanti memiliki tim media sosial. Namun jangan sampai keinginan untuk menang tersebut mengorbankan keutuhan NKRI dengan membuat dan menyebarkan konten hoax, kampanye hitam dan melakukan penyalahgunaan isu SARA.
Hal itu disampaikan KH. Muhammad Hanif, Pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro, Semarang dalam diskusi bertajuk "Gotong-Royong Mencegah Kampanye Hitam dan Politisasi SARA Pada Pilkada Serentak 2018". Kegiatan ini diselenggarakan di Pondok Pesantren Edi Mancoro, Jl. Imam Bonjol Km. 04, Gedangan, Tuntang, Semarang, Jawa Tengah, Selasa sore (20/03/2018).
Kegiatan terselenggara atas kerjasama The Mahfud Ridwan Institute dan Komunikonten (Institut Media Sosial dan Diplomasi). 103 santri mahasiwa yang mengikuti kegiatan literasi media ini mendapatkan materi dari beberapa narasumber, yaitu Kiai Haji Muhammad Hanif, S.Sos., M.Hum (Pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro), Nining Susanti, S.Sos.I (Koord Divisi Pencegahan dan Hub Antar-lembaga Panwas Kota Semarang), Prof. Dr. phil. Asfa Widianto (Pakar Pemikiran Islam dari IAIN Salatiga), dan Hariqo Wibawa Satria, M.Si (Direktur Eksekutif Komunikonten).
KH. Muhammad Hanif dalam paparannya mengatakan kejujuran membawa kepada kebaikan, sementara dusta membawa kepada kejahatan. Islam sudah memberikan tips jitu menghadapi berita-berita yang dibawa oleh orang fasik, yaitu dengan tabayyun atau konfirmasi ke berbagai sumber, cek dan ricek, memeriksa dengan teliti. Sebab, jika kita tidak memeriksanya dengan teliti atau langsung menyebarkannya, maka kita akan menyesal karena dampak buruknya sangat luas.
"Dengan segala kerendahan hati, kami mengajak semua pihak agar tidak membuat dan memproduksi konten-konten yang merusak ukhuwah Islamiyah, keutuhan NKRI. Di Ponpes Edi Mancoro, meskipun belum banyak para santri sudah mulai memproduksi konten-konten, dan akan terus kita budayakan," jelas KH. Muhammad Hanif yang juga merupakan putra dari almarhum KH. Mahfud Ridwan.
Sementara itu, Prof. Dr. phil. Asfa Widianto, kandidat Guru Besar Pemikiran Islam di IAIN Salatiga dalam presentasinya menjelaskan, seringkali kita mendapatkan orang yang rajin ibadah, namun di media sosial dan di grup percakapan online juga menyebarkan hoax, melakukan politisasi agama. Di sinilah perlu kesalehan individu harus disertai dengan dengan kesalehan sosial atau kesalehan sebagai warga negara. Kesadaran bahwa hoax, kampanye hitam, politisasi agama bisa merusak bangunan NKRI juga merupakan sebuah kesalehan.
"Orang cenderung memusuhi apa yang tidak diketahuinya, munculnya konten-konten yang menghina SARA juga disebabkan kurangnya pengetahuan tentang keberagaman, meskipun keberagaman tersebut kita alami dan rasakan setiap waktu. Karena itu, para santri jangan pernah berhenti membaca, menulis, berdiskusi, hanya dengan banyak membaca kita dapat memproduksi konten-konten yang benar dan bermanfaat," jelas Asfa Widianto yang mendapatkan gelar Doktornya dari University of Bonn, Jerman ini.
Narasumber lainnya, Nining Susanti, S.Sos.I, Koord Divisi Pencegahan dan Hub Antar-lembaga Panwas Kota Semarang dalam presentasinya menjelaskan bahwa salah satu tolak ukur keberhasilan pengawasan Pemilu adalah tingginya partisipasi masyarakat untuk ikut mengawasi setiap tahapan kampanye.
"Kami berterimakasih kepada The Mahfud Ridwan Insitute dan Komunikonten yang telah memfasilitasi kegiatan ini. Tanpa partisipasi aktif masyarakat, utamanya para Santri maka sulit melakukan pengawasan terhadap Pilkada serentak secara menyeluruh, dengan gotong-royong kita yakin Pilkada serentak 2018 akan bebas dari hoax, kampanye hitam dan politisasi SARA," ujar Nining Susanti.[*]