-->

Pemerintah Aceh Pelajari Forest Watcher Untuk Percepat Deteksi Kerusakan Hutan

02 Maret, 2018, 12.13 WIB Last Updated 2018-03-02T05:13:34Z
BANDA ACEH - Sejak tanggal 28 Februari 2018 dan masih berlangsung hingga hari ini, HAkA (Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh) bersama WRI (World Resource Institute) Indonesia mengadakan pelatihan Global Forest Watch (GFW) dan Forest Watcher untuk Pemerintah di Bidang Kehutanan di Hotel Oasis, Banda Aceh.

Peserta pelatihan berasal dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh beserta KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) I dan KPH Tahura, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), Balai Penegakan Hukum (GakKum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan UPTB Pusat Data Geospasial Aceh (PDGA) BAPPEDA.

"Pelatihan ini rangkaian dari pelatihan serupa yang telah diselenggarakan di Langsa bulan lalu," tutur Hidayah Hamzah dari WRI Indonesia.

Sedangkan Agung Dwinurcahya dari HAkA menyatakan pentingnya pelatihan ini karena hutan Aceh yang luas ini dapat dipantau dengan GFW dan Forest Watcher lebih cepat. GFW dan Forest Watcher sendiri merupakan suatu aplikasi berbasis web dan seluler yang memungkinkan pengguna untuk mengetahui hilangnya tutupan pohon secepatnya (update setiap 8 hari) dengan sistem NRT (Near-Real Time).

Kata dia, terdapat dua data penting yaitu data peringatan GLAD (Global Land Analysis and Discovery) untuk mengetahui peringatan terjadinya kehilangan tutupan pohon dan data VIIRS (Visible Infrared Imaging Radiometer Suite) yang memungkinkan pengguna mendeteksi titik-titik panas (hotspot) untuk menduga kebakaran lahan.

"Akurasi GLAD adalah 30 x 30 meter dan sensitivitas VIIRS mendeteksi titik panas yaitu 375 x 375 meter," terangnya.

Pelatihan ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Tim WRI Global-Elizabeth Moses dan Liz Bourgault. Selain materi dan demo di dalam ruangan, para peserta pelatihan juga diajak mempraktekkan langsung aplikasi smartphone Forest Watcher tersebut di sekitar Saree.
Aplikasi tersebut dapat digunakan untuk navigasi menuju ke titik-titik area yang diduga terjadi kerusakan hutan. Para peserta telah membuktikan di lapangan bahwa memang dijumpai dan ditemukan pembukaan lahan di lokasi peringatan GLAD tersebut.

Dedek Hadi dari DLHK Aceh menyambut dengan antusias kehadiran teknologi GFW dan Forest Watcher tersebut. "Jika memungkinkan maka kita perlu mengembangankan hal ini menjadi sebuah sistem pelaporan kejadian deforestasi dan kebakaran di Aceh yang terintegrasi di semua lini," tuturnya.

Senada dengan hal tersebut, Rahmad dari KPH Tahura menegaskan dengan teknologi ini harapannya kita dapat membuat database monitoring kerusakan hutan yang dapat terkoneksi langsung dengan pengambil kebijkan.

Sementara Jefri dari Balai Gak Kum juga menambahkan bahwa teknologi ini akan membantu kami untuk menyaring informasi-informasi yang benar tentang kerusakan hutan dan titik api.

"Teknologi ini dapat membantu meminimalisir informasi tidak benar (hoax) dan membantu dalam membuat prioritas," ujarnya.[*]
Komentar

Tampilkan

Terkini