-->

Masa Jabatan Dicabut, Presiden Cina Berkuasa Hingga Akhir Hayat

13 Maret, 2018, 07.45 WIB Last Updated 2018-03-13T00:45:43Z
CINA - Presiden Cina Xi Jinping resmi dapat menjabat hingga akhir hayat. Ini menyusul dicabutnya pasal dalam konstitusi yang membatasi masa jabatan presiden sebanyak dua kali periode dalam 10 tahun.

National People's Congress (NPC) di Cina, Ahad (11/3), menyetujui penghapusan amendemen yang dibuat oleh pemimpin Cina terdahulu, Deng Xiaoping, pada 1982 silam. Perjalanan Xi Jinping untuk menjadi penguasa tertinggi Cina terbilang mulus lantaran didukung hampir 3.000 suara dalam kongres.

Mengutip South Cina Morning Post, sebanyak 2.958 suara menyetujui penghapusan masa jabatan presiden tersebut. Hanya dua suara yang menentang kebijakan itu, sementara tiga suara lainnya abstain. Satu surat suara dinyatakan tidak sah dan 16 deputi tidak hadir dalam pemungutan suara tersebut.

Anggota parlemen memberikan dukungan atau penolakan mereka melalui 28 kontak suara elektronik yang tersebar di Great Hall of the People di Beijing. Secara keseluruhan rapat ini memakan waktu sekitar 50 menit.

Waktu rapat ini terbilang lebih singkat daripada dua rapat amendemen yang sempat diselenggarakan sebelumnya. Saat itu, proses amendemen konstitusi tersebut memakan waktu hampir dua jam dengan tata cara serupa. Xi juga terlihat lebih santai dibanding saat membuka pertemuan reguler NPC karena saat itu dia terlihat lebih tegang dan serius.

Tak hanya melanggengkan kekuasaan Xi Jinping di Cina, kongres juga meloloskan berbagai revisi regulasi untuk memperkuat kontrol dan supremasi Partai Komunis. Kongres diketahui menyetujui pembentukan komisi antikorupsi baru guna meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan haram tersebut.

Meski demikian, lembaga antikorupsi yang dinamai National Supervisory Commission itu dinilai sebagai badan yang digunakan pemerintah untuk "mendisiplinkan" seseorang secara legal. Lembaga tersebut diperkirakan akan dipakai untuk melakukan investigasi terhadap seorang terduga tanpa memberikan mereka akses kepada pengacara.

Kongres juga menyepakati dimasukannya nilai-nilai Partai Komunis ke dalam konstitusi negara. Langkah ini dinilai sebagai penegasan supremasi partai atas negara. Memasukkan nilai partai dalam konstitusi mendeklarasikan kepemimpinan partai sebagai ciri paling mendasar dari sosialisme dengan karakteristik Cina.

Konstitusi tersebut juga melegalkan penyebaran luas doktrin pandangan politik Xi yang disebut “Pemikiran Xi Jinping dalam sosialisme bersama Karakteristik Cina untuk Era Baru”. Mengutip New York Times, doktrin pandangan politik tersebut berpusat pada tiga titik. Pertama adalah bangsa Cina, partai, dan Xi Jinping.

Parlemen juga sependapat untuk menambahkan teori politik eponim Xi Jingping. Lolosnya sejumlah konstitusi baru ini terbilang mudah mengingat kekuatan Partai Komunis di dalam tubuh badan legislatif negara.

Selama lima tahun terakhir, Xi telah bekerja keras membangun kultus kepribadian dan meminta kesetiaan yang tak tergoyahkan dari para pejabatnya. Ia juga membungkam perbedaan pendapat untuk mengokohkan cengkeramannya di Cina.

Sejak 2012, Xi telah memulai kampanye antikorupsi yang menyasar sekitar 1,3 juta pejabat pemerintahan. Upaya Xi untuk melemahkan faksi-faksi yang bersaing di puncak politik Cina telah membuatnya menjadi orang terakhir yang berdiri di tampuk kekuasaan.

Hilangnya konstitusi pembatasan masa jabatan kepala negara membuat Xi disebut-sebut sebagai Mao Zedong masa kini. Mengutip ahli politik Cina dari Universitas Oxford, Professor Patricia Thornton, Xi Jinping dapat menjadi salah satu pemimpin dengan masa jabatan terpanjang di Cina dalam dunia modern.

Lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) asal Amerika Serikat yang berbasis di Cina menilai adanya risiko besar untuk memusatkan kekuatan besar pada satu orang. Mereka mengatakan, hilangnya batasan masa jabatan presiden sama dengan mengabaikan sejarah yang terjadi pada era Mao Zedong.

Hal itu juga membuat warga negara rentan terhadap pelanggaran HAM. Kebijakan itu juga berisiko menimbulkan malapetaka yang diakibatkan atas konsentrasi kekuatan yang diberikan kepada satu orang.

Kepala komite urusan hukum legislatif Cina Shen Chunyao menolak anggapan adanya spekulasi terkait kekhawatiran terkait kebijakan tersebut. Dia mengatakan, pemikiran-pemikiran yang muncul dan menentang kebijakan itu merupakan hal yang tidak bertuan dan tanpa dasar.

Dia mengatakan, selama 90 tahun berdiri, partai telah sukses membangun sistem untuk menjaga vitalitas dan stabilitas jangka panjang partai dan rakyat. Lagi pula, peniadaan batasan masa jabatan sejalan dengan posisi Xi Jinping sebagai ketua Partai Komunis dan pimpinan militer yang juga tidak mengenal batas waktu.

Kebijakan tersebut sekaligus menghancurkan harapan untuk reformasi politik di antara para ilmuwan dan aktivis liberal Cina yang tengah berjuan melawan represi. Tak hanya membawa pada tekanan yang lebih besar, langkah itu seakan menegaskan peniadaan izin akan keberadaan oposisi politik dalam bentuk apa pun.

Cina tidak mengizinkan adanya oposisi politik dalam bentuk apa pun. Cina diketahui telah menolak untuk mengadopsi pembagiaan kekuasaan negara ala barat atau demokrasi multipartai. 

Pisau bermata dua 

Dihapusnya batas masa jabatan Presiden Cina membuka peluang bagi Xi Jinping untuk memerintah negara seumur hidup. Batasan masa jabatan itu hilang setelah parlemen Cina menyetujui amendemen konstitusi terkait hal tersebut.


Dilakukannya amendemen terkait konstitusi yang dibentuk pada 1982 silam itu dinilai sebagai langkah mundur bagi Pemerintah Cina. Oposisi melihat hal tersebut akan membawa negara kembali pada masa pemberontakan layaknya era Mao Zedong.

Oposisi menegaskan, diloloskannya kebijakan itu akan membawa Cina pada sebuah bencana yang berpotensi membawa era baru turbulensi politik dan kediktatoran tunggal. Langkah itu pada akhirnya bisa menghancurkan negara beserta warganya.

"Saya tidak bisa berdiam diri, masih ada orang-orang yang menentang keputusan itu," kata oposisi dari Partai Liberal Cina Li Datong seperti dikutip the Guardian, Senin (12/03/2018).

Li menentang keras hasil pemilihan yang telah rampung dilakukan itu. Dia mengatakan, lebih dari 2.000 anggota parlemen bertindak seperti boneka untuk membawa negara kembali ke era Mao Zedong.

Dia menegaskan, anggota parlemen tentu saja tidak akan berani mengadakan referendum terkait masalah tersebut. Mantan salah satu editor surat kabar lokal itu mengaku geram atas sikap yang ditunjukkan anggota kongres.

Pengamat politik Cary Huang juga mengemukakan pendapat serupa dengan Li Datong. Dia mengatakan, langkah yang diambil Xi Jinping untuk menjadi penguasa di Cina secara de facto merupakan keputusan paling kontroversial sepanjang sejarah modern negara.

"Sejarah telah menunjukkan bagaimana seorang diktator tidak pernah bisa mewujudkan ambisi mereka. Beberapa dikudeta, tidak sedikit juga yang dibunuh lawan politik," kata Cary Huang.

Kepemimpinan panjang Xi Jinping juga dinilai akan memberikan taruhan yang besar bagi dirinya sendiri. Hal itu akan membuat permusuhan baru di antara lawan politik menyusul akibat perbedaan pendapat yang ditekan. Huang mengatakan, kondisi itu berpotensi menempatkan Cina mengulangi tragedi pada masa Mao Zedong.

Meski demikian, tidak sedikit dukungan diberikan kepada Xi Jinping untuk menjabat sebagai presiden seumur hidup. Salah satu yang memberikan dukungan adalah delegasi dari Provinsi Hubei Yuan Weixia.

Yuan sangat senang menjadi bagian dari momen penting dalam sejarah Cina. Dia mengaku siap dan tidak akan ragu untuk memberikan dukungan kepada Presiden Xi Jinping.

Dia mengatakan, Xi telah menunjukkan jalan yang benar untuk mengembangkan Cina. Lebih jauh, dia mengatakan, negara membutuhkan sosok pemimpin yang kuat dan dapat memimpin rakyat melangkah ke depan.

Dilansir laman New York Times, Cina menjelma menjadi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia. Negeri Tirai Bambu juga menjadi negara dengan total pedagangan dan investasi yang tidak sedikit di bawah kepemimpinan Xi Jinping.

Bahkan, ekonomi Cina diprediksi akan mengalahkan Amerika Serikat (AS) pada 2029 mendatang. Xi Jinping berniat membawa Cina tidak hanya tumbuh menjadi negara yang sejahtera, tetapi juga kuat dalam hal politik. Xi berniat menyaingi AS dalam hal kekuatan dan pengaruh.

Bersamaan dengan tumbuhnya ekonomi, Xi Jinping juga meningkat kekuatan militer negara. Xi memodernkan militer Cina sekaligus menanamkan uang ke sejumlah proyek infrastruktur di negara lain. Kepemimpinan Xi juga telah membawa Cina pada perluasan ukuran dan ruang lingkup militernya, pembersihan petugas korup dan membangun instalasi militer di perairan sengketa Laut Cina Selatan.

Pemerintah mengatakan, penghapusan masa jabatan dilakukan untuk melindungi otoritas partai dengan Xi Jinping sebagai pusatnya. Mereka mengatakan, bukan berarti Xi dapat menjabat sebagai presiden seumur hidup menyusul dihilangkannya batasan masa jabatan kepala negara.

Pemerintah mengakui posisi presiden memang merupakan hal penting. Namun, di atas itu semua, posisi Xi Jinping sebagai ketua Partai Komunis dan pimpinan tertinggi militer merupakan hal yang lebih penting lagi.

Direktur Studi Asia dari Council on Foreign Relations Elizabeth Economy mengatakan, Xi juga berpotensi menjadi sosok yang paling disalahkan jika ada gangguan atau bencana besar. Ini menyusul posisi Xi yang menjadi penanggung jawab atas semua masalah yang terjadi di negara.

Dia mengatakan, kampanye antikorupsi yang dilakukan Xi telah menciptakan lawan politik yang tangguh di dalam negeri. Dia melanjutkan, sedikit saja kelemahan terlihat, lawan politik tentu akan memanfaatkan hal tersebut guna menjatuhkan dirinya. 

(Pengolah: Yeyen Rostiyani).[Republika.co.id]
Komentar

Tampilkan

Terkini