-->

Sikap MUI Terkait Keputusan MK Soal Kolom Kepercayaan ke KTP

18 Januari, 2018, 02.52 WIB Last Updated 2018-01-17T19:52:06Z
JAKARTA Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor perkara 97/PPU-XIV/2016 terkait pencantuman kolom penghayat kepercayaan ke dalam KTP elektronik bersifat final dan mengikat (final and binding). Atas hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut menyatakan sikap dan pandangan terkait hal ini.


"Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengusulkan kepada pemerintah agar penghayat kepercayaan diberikan KTP-elektronik yang mencantumkan kolom "kepercayaan" tanpa ada kolom "agama," ujar Ketua bidang hukum Majelis Ulama Indonesia, Buya Basri Bermanda saat konferensi pers di gedung MUI, Jakarta Pusat, Rabu (17/01/2018).


"Adapun untuk warga negara yang memeluk agama dan telah memiliki KTP elektronik, hendaknya tidak dilakukan perubahan atau pergantian KTP sama sekali," tambahnya.

Menurutnya, pembuatan KTP elektronik untuk warga penghayat kepercayaan dengan kolom khusus adalah solusi terbaik bagi bangsa dan negara, dalam rangka melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) secara arif dan bijaksana.

"Pembuatan e-KTP untuk penghayat kepercayaan tersebut hendaknya dapat segera direalisasikan. Supaya hak warga negara yang masuk dalam kategori penghayat kepercayaan segera terpenuhi," kata Buya Basri.

Ia juga menjelaskan, adanya perbedaan antara isi KTP elektronik untuk umat beragama dan penghayat kepercayaan bukanlah pembedaan yang bersifat diskriminatif atau pengistimewaan, namun merupakan bentuk perlakuan negara yang disesuaikan dengan ciri khas dan hak warga negara yang berbeda.

"Hak warga negara pemeluk agama untuk mempunyai KTP yang mencantumkan kolom agama sehingga identitas agamanya diketahui secara jelas dan pasti," jelasnya.

Demikian pula, Buya Basri mengatakan bahwa hak warga negara penghayat kepercayaan untuk mencantumkan kolom kepercayaan dalam KTP elektronik sebagai identitas dirinya.

"Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai perkara ini juga menyatakan bahwa memperlakukan berbeda terhadap hak yang berbeda itu bukan diskriminatif," tutupnya.[Kiblat]
Komentar

Tampilkan

Terkini