-->

Mengenal Lebih Dekat, Dr. Ir. H. M. Nizar Dahlan, M.Si “Sang Pemberontak Cendikia”

03 Januari, 2018, 08.34 WIB Last Updated 2018-01-03T01:36:54Z


JAKARTA - Dr. Ir. H. M. Nizar Dahlan, M.Si, yang akrab disapa Nizar lahir dari keluarga muslim pergerakan. Bakat politik dan organisasi Nizar bersemi sejak aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) tahun 1960-an. Nizar dengan bangga mengatakan: "Sewaktu kecil, karena semangat yang berapi-api, saya sering membawa bendera Masyumi yang berlambang bulan bintang".

Nizar yang lahir di Bengkulu ini menikah dengan Almh. Dra. Hj. Noorjannah Shomad, M.Si dan dikaruniai seorang anak bernama Qorrie Aina Nizar, SE., ME. Nizar menyelesaikan pendidikan SD di Sekolah Dasar Maninjau, SMP III Muhammadiyah Jakarta, SMA Jakarta, Akademi Geologi & Pertambangan Bandung, Universitas Padjadjaran Fak. MIPA Jurusan Teknik Geologi Bandung, Pascasarjana Ilmu Administrasi UMJ Jakarta, menyelesaikan program doktoral (S3) di IPB Bogor.

Dari garis keturunan ibunya, Nizar adalah kerabat “Singa Podium” yang juga pemimpin PERSIS, KH Mohammad Isa Anshari. Nizar lahir di Bengkulu, 24 Februari 1953. Orang tuanya di Bengkulu dikenal sebagai aktivis Muhammadiyah dan mantan tentara. Berkat perjuangannya, pemerintah memberi gelar Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia kepada ayahnya.
Nizar merasa semangat perjuangan politik pergerakan Islam dari kakek dan ayahnya tumbuh bersemi di dalam dirinya. Selama masa pertumbuhan, kemampuan pemikiran politik Nizar berkembang sejalan dengan keterlibatannya dalam organisasi IPM dan KAPPI. Saat itu dia masih duduk di bangku sekolah lanjutan pertama (SLTP). Sewaktu kuliah di Akademi Geologi & Pertambangan (AGP) akademi kedinasan milik Departemen Pertambangan, dia aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bandung.

Nizar menikmati dunia pergerakan mahasiswa, meskipun penuh gejolak dan resiko, Nizar tampil sebagai sosok pemberani yang peduli pada nasib rakyat yang tertindas dan terbodohkan secara politis. Selain aktif di HMI, juga aktif di organisasi intra kampus, jadi pengurus Senat Mahasiswa. Sewaktu jadi pengurus SM, Nizar acapkali mengkritisi kebijakan pemerintahan Orde Baru.

Menjelang Sidang Umum MPR RI tahun 1978, pada tanggal 3 Maret 1978,  Nizar bersama rekan-rekan mahasiswa Bandung datang ke Jakarta untuk melancarkan demonstrasi ke gedung DPR/MPR. Usai demonstrasi, malamnya, Nizar dan beberapa rekannya diciduk oleh aparat Laksusda (Pelaksana Khusus Daerah) yang tengah melakukan “Operasi Kilat” dibawah Komando Pangkomkamtib Laksamana Soedomo atas Instruksi Presiden.

Nizar dan rekan-rekan mahasiswa lainnya diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tuduhan telah melakukan tindakan subversif dan makar. Baginya, penahanan para aktifis mahasiswa karena mengkritisi kebijakan pemerintah dengan melakukan kegiatan  moral force, merupakan bentuk ketidakadilan dan semena-mena dari suatu kekuasaan yang otoriter. Walaupun berbagai pembelaan dari para pengacara terkemuka seperti Adnan Buyung Nasution, para aktifis tetap ditahan dan dijebloskan ke dalam penjara.
Nizar sendiri ditahan bersama beberapa rekannya di rumah tahanan Corps Polisi Militer (CPM) Guntur. Waktu itu juga yang ikut ditahan WS.Rendra. Dia ditahan selama satu tahun. Peristiwa-peristiwa ketidakadilan yang menimpa dirinya, tidak membuatnya gentar untuk tetap menyuarakan kebenaran, walaupun frekuensinya berkurang, soalnya, kebijakan pemerintah terhadap pergerakan mahasiswa dan kelompok oposisi. Pemerintah membekukan Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa, menggantinya dengan kebijakan normalisasi kehidupan kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Kampus (BKK). Kebijakan tersebut memasung kreatifitas dan sikap kritis para mahasiswa serta memandulkan peran partai politik.
Selepas dari tahanan, Nizar mendapat kesempatan melanjutkan kuliah ke Universitas Padjadjaran (Unpad) atas bantuan Dirjen Pertambangan Umum yang menaruh simpati kepadanya dengan memberikan rekomendasi ke Unpad untuk menerima Nizar sebagai mahasiswa walau tetap melalui placemen test. Pergolakan terhadap pemerintah Orde Baru bertambah kencang sehingga Orde Baru jatuh pada bulan Mei 1998. Nizar bergabung dalam Badan Koordinasi Umat Islam bersama tokoh-tokoh pergerakan Islam, termasuk Dr. Anwar Haryono, Ustad Muhammad Sulaiman dan Prof. Yusril Ihza Mahendra, Nizar ikut mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB) reinkarnasi dari Partai Masyumi yang dibubarkan pemerintah Orde Lama tahun 1960.
Dalam partai yang berlambang bulan bintang itu, Nizar dipercaya menjabat Wakil Sekretaris Jendral (2000-2005). Dalam Pemilu 2004 Nizar terpilih sebagai anggota DPR RI dari daerah pemilihan Sumatera Barat II. Bagi Nizar kiprah dalam dunia politik menjadi keniscayaan untuk ikut memberi warna terhadap kebijakan pemerintah di dalam menjalankan roda pemerintahan. Keterlibatannya secara langsung di gelanggang politik, dilandasi niat untuk ikut berperan mewujudkan masyarakat Indonesia yang Islami. Pengertiannya membangun bangsa Indonesia yang maju, mandiri, berkepribadian tinggi, cerdas, berkeadilan, demokratis dan turut menciptakan perdamaian dunia berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

Keberadaan Nizar sebagai anggota Komisi VII DPR, yang membidangi Energi Sumber Daya Alam, Riset dan Teknologi dan Lingkungan Hidup membuat Nizar harus menimba ilmu lagi. Mendapat kesempatan untuk melanjutkan tingkat doktoral di Institut Pertanian Bogor dengan memilih jurusan di sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan. Nizar menyadari betul, selaku wakil rakyat, ada jutaan orang yang berdiri di belakang dirinya yang mempunyai beragam aspirasi dan harus diperjuangkan di tingkat pusat.

Mengutip berita Parlementaria, Nizar mengungkapkan,"Bagaimana caranya memperjuangkan aspirasi rakyat ini. Ini yang diingat betul, saya duduk disini bukan karena kehebatan saya, tidak sama sekali". Perjuangan itu misalnya, bagaimana mengontrol jalannya roda pemerintahan atau mengoreksi eksekutif yang terdeteksi melakukan satu kebohongan publik, menyimpang atau perilaku tidak benar.

Sebagai ahli geologi, Nizar mempunyai kepedulian tinggi terhadap masalah lingkungan hidup dan pertambangan. Dengan dukungan ilmu dan pemahaman yang luas tentang masalah pertambangan termasuk perminyakan, Nizar kritis terhadap berbagai kebijakan yang diambil pemerintah. Penguasaan masalah yang prima telah membawa Nizar Dahlan ke dalam berbagai tim strategis bentukan DPR seperti Tim Pengawas Lumpur Lapindo Sidoarjo dan Panitia Angket BBM DPR. Saat pemerintah menaikkan harga BBM, Nizar menjadi salah satu anggota DPR yang bersuara lantang menentang sehingga dia sempat dituduh menghina Presiden SBY dan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. Bahkan dia sempat pula dilaporkan ke polisi. Memang saat itu Nizar benar-benar berdiri menentang kebijakan Presiden sebagai wakil rakyat.

Nizar Dahlan yang terlibat dalam Tim 09 sebagai perintis berdirinya Rumah Prabowo 2019 ini memiliki pengalaman yang panjang. Terlibat dalam Badan Tenaga Nuklir (BATAN) Jakarta, PT. Aneka Tambang Unit Geologi Jakarta, PT. MILCHEM Indonesia, PT. Internasional Drilling Fluids Jakarta, PT. Titess Indomas Jakarta, PT. PBMS TAC PERTAMINA Jakarta.

Nizar memiliki pengalaman organisasi yang cukup panjang. Nizar adalah Anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Jakarta, Anggota HMI Cabang Bandung, Pendiri Yayasan Bina Lingkungan Hidup Jakarta, Anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Pengurus Muhammadiyah Cabang Ciputat, Anggota Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia Orsat Cawang, Pengurus Majelis KAHMI Jakarta Raya, Pengurus Persatuan Putera Puteri Perintis Kemerdekaan Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Jakarta Raya, Pendiri Forum Reformasi untuk Demokrasi, Keadilan, dan Keutuhan Nasional, Pengurus Pos Ekonomi Rakyat (PER) Jakarta Selatan, Ketua Koperasi Warga KAHMI Jakarta Selatan, Pengurus IKAPI DKI Jakarta (Ketua Bidang).
Nizar oleh kawan-kawan menyebutnya sebagai “Pemberontak yang Cendikia”.[Syaefudin]
Komentar

Tampilkan

Terkini