IST |
Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh, Firdaus D. Nyak Idin dalam rilisnya ke redaksi LintasAtjeh.com, Rabu (31/01/2018), menyampaikan beberapa hal, antara lain:
1. KPPAA merasa sangat terkejut atas kasus dimaksud karena dilakukan oleh aparat gampong yang juga guru mengaji. Sebagai guru ngaji seharusnya MA menjadi salah satu garda depan yang menyelematkan anak-anak dari kerusakan moral, tapi malah menjadi pelaku yang merusak moral dan menghancurkan masa depan anak-anak.
2. KPPAA beranggapan kasus ini merupakan salah satu dari akibat negatif pornografi. Dimana pornografi telah merusak akal dan jiwa seorang MA yang kemudian merusak ank-anak yang seharusnya dilindungi.
3. KPPAA kembali menghimbau dan tidak bosan-bosannya mengingatkan agar masyarakat memperkuat pengawasan bersama terhadap anak-anak. Tidak bisa berharap pengawasan hanya pada satu pihak tetapi lakukan pengawasan bersama-sama dan berlapis.
4. KPPAA mendorong agar pemerintah desa membentuk system perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat dengan melibatkan partisipasi seluruh komponen masyarakat.
5. KPPAA menghimbau Kementerian Agama Aceh dan kabupaten/kota di Aceh sebagai leading sector anti pornografi agar memperkuat gerakan kampanye anti pornografi kesemua lapisan masyarakat.
6. KPPAA juga mendorong Dinas Syariat Islam dan MPU, melakukan evaluasi leuas dan menyeluruh terhadap guru-guru ngaji yang ada di seluruh Aceh. Mulai dari proses rektrutmen, pembinaan, pengawasan sampai pada proses evaluasi. Jika pelaku bukan guru ngaji yang direkruit formal, maka hal ini perlu menjadi perhatian Dinas Syariat Islam dan MPU untuk juga melakukan evaluasi terhadap keberadaan guru mengaji yang informal.
7. Kepada lintas sektor yang terkait penanganan anak seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Dinas Sosial Aceh Barat Daya agar melakukan komunikasi intensif dengan pihak propinsi dan lintas sektor propinsi terkait upaya rehabilitasi agar segera dapat dilakukan pada anak korban.
8. KPPAA juga berharap agar upaya penelusuran korban dapat diperluas. Dengan melakukan penelusuran dan asesmen ke berbagai lokasi dimana pelaku pernah berinteraksi dengan anak-anak. Juga dengan melakukan penelusuran pada anak korban, apakah mereka (korban) pernah melakukan (sodomi dan oral) pada teman-teman sebaya mereka di lingkungan rumah maupun di sekitar rumah.[*]