JAKARTA - Pemberlakuan pajak pertambahan nilai (Ppn) sebesar 5% mulai tahun 2018 oleh Kerajaan Arab Saudi langsung disambut Indonesia dengan kepastian kenaikan ongkos naik haji (ONH) oleh Menteri Agama. Langkah Menteri Agama memastikan kenaikan ONH 2018 ini justru memperlihatkan respons reaksioner ketimbang strategis.
Wacana pemberlakuan PPn oleh Pemerintahan Saudi sebenarnya sudah digulirkan semenjak tren harga minyak dunia terus menurun dalam lima tahun terakhir. Kondisi fiskal dalam negeri yang membutuhkan keseimbangan saat tren turunnya harga minyak mentah dunia, menjadi latar belakang wacana pemberlakuan PPn. Apalagi IMF juga memberikan masukan yang menjadi acuan Arab Saudi.
Sebenarnya, gejala akan diberlakukannya pajak ini sudah digulirkan sejak awal 2016. Pada pertengahan 2016 Pemerintah Arab Saudi, melalui Dr. Saad Alshahrani, Saudi Arabian Monetary Authority (SAMA) atau Lembaga otoritas moneter Arab Saudi, memberi ancang-ancang akan diberlakukannya kebijakan VAT dalam kurun 18-24 bulan sejak pertengahan 2016. Hal ini disampaikannya dalam paparan workshop “Value Add Tax: Its Implementation and Implications.” Oleh karena itu aneh kiranya jika Kementerian Agama tidak memiliki rancangan langkah strategis menghadapi hal ini.
Choirul Muna, Anggota Komisi Bidang Agama dan Sosial DPR, Fraksi Partai NasDem, menyatakan keherananannya terhadap pernyataan kepastian kenaikan ONH yang dilontarkan Kementerian Agama. Apalagi saat ini Panitia Kerja Haji DPR juga belum dibentuk untuk membahas detail proposal yang diajukan pemerintah.
“Sekarang ini saja, belum dibentuk Panja Haji, aftur itu 60,49 dollar per barel. Dulu (2017) 60 dollar perbarel. Estimasinya (2017) bisa 70 dollar Amerika per barrel,” tegasnya di ruang kerjanya, Kamis (11/1/2018).
Pengasuh Pesantren Mambaul Hisan Magelang ini juga menjelaskan bahwa terlalu cepat jika Kementerian Agama langsung menetapkan bahwa ONH akan naik cuma gara-gara pemberlakuan PPn oleh Saudi. Padahal masih banyak cara untuk tidak menambah beban calon haji. Menurutnya, biaya terbesar pemberangkatan haji berasal dari besarnya direct cost khusunya untuk penerbangan yang mencapai 40% dari total ONH.
“Kalau proposal sudah diserahkan Kementerian, DPR bisa audit direct cost dan indirect cost lebih detail bisa ada penurunan. Misalnya, untuk jamaah haji ada 15% discount oleh Pertamina untuk Garuda, yang selama ini sering diabaikan. Angkasa Pura juga bisa dimintakan (diskon),” ujarnya.
Tahun 2017, biaya penyelenggaraan haji yang mencapai 4,74 triliyun rupiah hanya untuk pelayanan haji di Arab Saudi dibiayai melalui dana optimasi, indirect cost. Biaya inilah yang dari tahun ke tahun selalu naik dengan jumlah sampai 1 triliyun. Pada penyelenggaraan Haji Tahun 2018 nanti biaya inilah yang akan besar terdampak dari pemberlakuan Ppn oleh Arab Saudi.
Sebagaimana catatan lembaga keuangan internasional KPMG, Juli 2017, sebenarnya pemerintah Saudi memberi kesempatan masyarakat untuk mengkritisi rancangan peraturan soal Ppn sampai tanggal 19 Agustus 2017 lalu. KPMG sendiri berhasil memasukan klausul untuk memberlakukan tariff 0 (nol) persen Ppn untuk kontrak yang telah dibuat sebelum Mei 2018 sampai habis masa berlaku kontrak atau sampai akhir Desember 2022 dengan sejumlah syarat.
Untuk upaya lobi yang demikian, masyarakat Indonesia belum pernah mengetahui adanya upaya yang sama dari Kementerian Agama RI atau kementerian lainnya. Saudi Arabian General Investment Authority juga membuka peluang adanya kerjasama keringangan pajak semisal double taxation agreement dengan 40 negara (2016) seperti halnya dengan Malaysia, Singapura dan lainnya.
“Apalagi kita juga diwajibkan untuk menggunakan Saudi Arabian Airlines sebagai komitmen,” ujarnya.
Choirul Muna juga menegaskan sebenarnya bisa saja ONH digratiskan jika pemerintah mau berkomitmen untuk itu. “Kita ini pro rakyat, kalau bisa naik haji itu gratis. Orang ibadah itu jangan pusing nyari duit,” katanya.
Dia menyampaikan hal ini dengan pertimbangan bahwa dari tahun ke tahun, pemerintah mengumpulkan dana awal calon haji berjumlah triliunan. Belum lagi dana-dana sisa yang tidak terpakai dalam penyelenggaraan haji tahun berjalan. Ditambah lagi adanya dana abadi. Dia menyakini bahwa kalau dana-dana tersebut dikelola dan dikembangkan, suatu saat Indonesia akan memberangkatkan jamaah hajinya tanpa biaya dari kantong pribadi mereka.
Rencananya, Senin, 15 Januari 2018 mendatang, Komisi VIII DPR RI akan melakukan Rapat Kerja dengan Kementerian Agama terkait hal ini.[*]