PEKANBARU - Sebanyak 3 Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) dan BAWAS (Badan Pengawasan) Mahkamah Agung RI karena diduga melanggar kode etik dalam mengadili perkara dengan merubah dan mengesampingkan fakta-fakta hukum dari persidangan.
Laporan tersebut dibuat oleh H. Rifa Yendi, SH. selaku Tergugat I, dalam Perkara Perdata No. 107/Pdt.G/2017/PN.Pbr, yang telah diputus pada tanggal 23 Oktober 2017. Ketiga Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang dilaporkan tersebut adalah: Abdul Aziz SH, M.Hum, Sorta Ria Neva, SH, M.Hum, Sulhanuddin, SH, MH.
"Saya tidak habis pikir, bagaimana bisa Hakim-hakim yang Terhormat itu dapat memutus dengan melawan hukum yang berlaku dan mengesampingkan fakta persidangan," kata H. Rifa Yendi seperti dikutip Rabu (24/1/2018).
H. Rifa Yendi, SH, merupakan Pemilik sebidang tanah yang terletak di Jalan Rajawali Sakti, Kelurahan Delima, Kota Pekanbaru. Berdasarkan SHM No. 8732/2016 (sebelum alih wilayah SHM No.894/1982).
Namun, pada tahun 2013 Lurah Delima menerbitkan Surat Keterangan Riwayat kepemilikan Tanah atas nama Rostiati berdasarkan Selembar Surat Pernyataan yang diduga palsu.
Padahal pada saat proses persidangan itu, lurah yang diduga menerbitkan surat palsu telah ditahan di Polresta Pekanbaru. Kapolresta Pekanbaru, Kombes Susanto SIK SH MH melalui Kasatreskrim Kompol Bimo Arianto kepada awak media saat di komfirmasi, Jum'at (11/08/17) membenarkan atas penangkapan mantan lurah tersebut atas dugaan pemalsuan surat tanah.
Berdasarkan surat SKRPT tersebut maka Rostiati mengajukan Gugatan terhadap H. Rifa Yendi, SH, di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Singkatnya pada tanggal 23 Oktober 2017 Majelis Hakim telah membacakan putusan atas perkara tersebut dimana setelah membaca dengan seksama dan teliti, ditemukan kejanggalan dan keanehan dalam putusan perkara perdata tersebut, diantaranya adalah:
1. uraian batas sempadan yang di muat di salinan Gugatan awal berbeda dengan uraian gugatan yang terdapat didalam salinan resmi putusan perkara.
2. Majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya diduga sengaja menghilangkan posisi Tergugat II dan Tergugat IV dengan menyatakan tidak mengajukan eksepsi/jawaban, fakta persidangan Tergugat II dan IV mengajukan jawabannya melalui kuasa hukumnya.
3. amar ke-3 dari putusan majelis hakim dalam perkara tersebut yang merupakan surat dasar penerbitan SKRPT milik Rostiati, tidak pernah dibuktikan dalam persidangan, sehingga atas dasar apa majelis hakim mampu memutuskannya jika tidak pernah dibuktikan selama persidangan.
Berdasarkan kejanggalan dan keanehan tersebut, dirinya merasa tindakan majelis hakim tersebut telah melanggar rasa keadilan, bertentangan dengan hukum acara yang berlaku dan dipandang telah nyata melanggar kode etik dan Perilaku Hakim, untuk itu maka dirinya melaporkan para hakim tersebut ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan MA. RI.
"Untuk dapat diperiksa dan di berikan sangsi yang berat mengingat banyaknya kesalahan yang dilanggar dengan sengaja guna menguntungkan pihak tertentu," terang mantan ketua DPD. REI. PROV. Riau.[*]