Oleh: Afrilia Fazrina
Mahasiswa Magister Keperawatan
Fakultas Keperawatan Unsyiah 2017
Situasi dan Prevalensi HIV/AIDS
HIV dan AIDS seringkali disandingkan dalam satu rantai kata secara bersamaan, sehingga orang mendefenisikan bahwa HIV/AIDS adalah suatu kondisi yang sama. Padahal keduanya merupakan suatu keadaan medis yang berbeda. HIV merupakan singkatan dari ‘Human Immunodeficiency Virus’. HIV adalah suatu virus yang menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh seseorang yang mengakibatkan terjadinya penurunan kesehatan. Dalam kata lain tubuh menjadi lemah karena terinfeksi dan tidak mampu lagi melawan infeksi. Seseorang yang terinfeksi virus HIV akan mengalami defisiensi (kekurangan) sistem imun jika tidak segera ditangani sesegera mungkin. Ketika sistem kekebalan tubuh tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dalam memerangi infeksi dan penyakit-penyakit lainnya yang menyerang tubuh, maka dapat dikatakan bahwa sistem kekebalan tubuh seseorang sudah mengalami defisiensi.
Berbagai macam infeksi akan lebih rentan dialami oleh seseorang yang kekebalan tubuhnya defisien (immunodeficient). HIV juga merupakan virus yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). AIDS terjadi ketika virus HIV menyebabkan kerusakan serius pada sistem imun seseorang. Orang yang sudah masuk pada kondisi AIDS tubuhnya tidak lagi mampu untuk melawan infeksi sesederhana virus-virus lainnya, seperti halnya orang yang terserang virus influenza, dan lain sebagainya. Orang yang terinfeksi HIV masih bisa hidup sehat seperti biasanya tanpa harus masuk pada tahap AIDS. Namun sebaliknya, orang yang sudah masuk pada tahap AIDS, pasti memiliki virus HIV di dalam tubuhnya.
Di Indonesia, tepatnya di Bali pada tahun 1987 untuk pertama kalinya seorang warga negara asing dilaporkan terinfeksi AIDS. Tahun-tahun berikutnya kembali dilaporkan bahwa terjadi kasus berulang di beberapa provinsi di Indonesia. Menurut laporan dari Kementerian Kesehatan RI sejak awal ditemukannya kasus HIV/AIDS di provinsi Bali pada tahun1987, di laporkan bahwa data dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2016 jumlah infeksi HIV yang dilaporkan sebanyak 13.287 orang. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (68%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (18,1%), dan kelompok umur 50 tahun (6,6%), dan pada kasus AIDS dilaporkan bahwa dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2016 jumlah AIDS sebanyak 3.812 orang. Persentase AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun (35,3%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (32,3%) dan kelompok umur 40-49 tahun (16,2%).
Berdasarkan data yang dikemukakan oleh Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP21P) Malahayati, Kabupaten Aceh Besar dalam kegiatan sosialisasi HIV/AIDS, disampaikan bahwa hingga akhir Desember 2016, khususnya di Aceh jumlah masyarakat yang terinfeksi HIV sebanyak 232.323 orang dan penderita AIDS sebanyak 86.780 orang. Data yang disampaikan tersebut semakin menguatkan bahwa polemik kasus HIV/AIDS ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar di luar Pulau Sumatera saja yang notabene penduduknya lebih rentan terserang virus HIV/AIDS akibat gaya hidup bebas yang dianut oleh masyarakat Indonesia pada saat ini. Akan tetapi di daerah Aceh sendiri juga sudah mulai terjadi peningkatan penyebaran virus HIV/AIDS, terutama pada kelompok usia muda.
Proses Penyebaran HIV/AIDS
Ada beberapa faktor yang seringkali menjadi penyebab terjadinya kasus HIV/AIDS pada seseorang, diantaranya penyakit menurun yang ditularkan oleh seorang ibu hamil dan menyusui yang sudah dinyatakan positif terinfeksi virus HIV/AIDS. Perilaku seks bebas yang tidak sehat dan tidak aman juga menjadi pemicu tertularnya virus HIV/AIDS yang paling tinggi, melalui seks oral, dan pemakaian alat bantu seks secara bersama-sama atau bergantian. Melalui transfusi darah dari orang yang terinfeksi, memakai jarum suntikan, dan perlengkapan menyuntik lain yang sudah terkontaminasi, misalnya spon dan kain pembersihnya.
Rekomendasi Penanggulangan/Pencegahan HIV/AIDS
Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah seseorang berisiko terinfeksi virus HIV/AIDS adalah dengan melakukan tes HIV yang disertai konseling. Segeralah mengunjungi fasilitas kesehatan terdekat (klinik VCT). VCT sendiri adalah singkatan dari ‘Voluntary Counseling and Testing’ untuk tes HIV. Dengan tes ini akan diketahui hasil atau diagnosis pada tubuh yang terinfeksi atau tidak oleh virus HIV/AIDS. Sebelum dilakukan tes, maka akan diberikan konseling terlebih dahulu, tes ini bersifat rahasia dan tertutup. Konseling bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko infeksi dan juga pola hidup keseharian. Setelah tahap ini, maka dibahaslah cara menghadapi hasil tes HIV jika terbukti positif. Tes HIV biasanya berupa tes darah untuk memastikan adanya antibodi terhadap HIV di dalam sampel darah. Antibodi adalah protein yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh untuk menyerang kuman atau bakteri tertentu. Tes HIV mungkin akan diulang satu hingga tiga bulan setelah seseorang melakukan aktivitas yang dicurigai bisa membuatnya tertular virus HIV.
Ada beberapa tempat untuk melakukan tes HIV. Anda bisa menanyakan pada rumah sakit atau klinik kesehatan terdekat. Di Indonesia, terdapat beberapa yayasan dan organisasi yang fokus untuk urusan HIV/AIDS, di antaranya: Komunitas AIDS Indonesia, ODHA Indonesia, Yayasan AIDS Indonesia. Sedangkan lembaga pemerintah yang dibentuk khusus untuk menangani HIV/AIDS adalah Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). Jika hasilnya positif, Anda akan dirujuk menuju klinik atau rumah sakit spesialis HIV/AIDS. Beberapa tes darah lainnya mungkin akan diperlukan. Tes ini untuk memperlihatkan dampak dari HIV kepada sistem kekebalan tubuh seseorang. Anda juga bisa membicarakan tentang pilihan penanganan yang bisa dilakukan. Tanpa pengobatan, orang dengan sistem kekebalan yang terserang HIV akan menurun drastis dan mereka cenderung menderita penyakit yang membahayakan nyawa seperti kanker. Hal ini dikenal sebagai HIV stadium akhir atau AIDS. Cara terbaik untuk mencegah HIV adalah dengan melakukan hubungan seks secara aman (sebaiknya oleh pasangan suami-istri yang sah), tidak berbagi jarum dan peralatan menyuntik apa pun. Semua yang pernah berhubungan seks tanpa kondom dan berbagi jarum atau suntikan, lebih berisiko untuk terinfeksi HIV dan berujung pada penyakit AIDS jika tidak segera ditanggulangi.