Petani garam (IST) |
JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mengeluarkan izin impor garam kepada BUMN, PT Garam (Persero), untuk importasi 75.000 ton garam. Impor dilakukan untuk mengatasi kelangkaan yang membuat harga bumbu dapur tersebut melambung tinggi.
Sekretaris Perusahaan PT Garam, Hartono, mengatakan saat ini tercatat sudah ada 52.500 ton garam impor yang masuk dari total kuota impor yang diberikan untuk kebutuhan bahan baku garam konsumsi.
"Hari Sabtu jam 3 dini hari datang lagi garam sebanyak 27.500 ton lewat Tanjung Perak (Surabaya). Jadi kalau tanggal 10 (Agustus) lalu sudah masuk 25.000 ton. Jadi totalnya sekarang yang masuk 52.500 ton," kata Hartono kepada detikFinance, Minggu (13/08/2017).
Menurut dia, garam impor pengapalan terakhir dari Australia akan datang pada 21 Agustus mendatang sebanyak 22.500 ton lewat Pelabuhan Belawan di Medan. Sebelumnya, garam impor pertama kali masuk sebanyak 25.000 ton melalui Pelabuhan Ciwandan, Banten.
"Jadi ada 3 lokasi untuk kedatangan garam impor 75.000 ton ini, pertama Banten, kedua Tanjung Perak, ketiga di Belawan. Karena sesuai hasil ratas, arahnya pintu masuknya melewati 3 pelabuhan. Kita hanya ikuti pemerintah," ungkap Hartono.
Sebelumnya, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Oke Nurwan, menjelaskan impor yang masuk tersebut dipakai untuk mencukupi kekurangan garam konsumsi yang diproduksi di Juli dan Agustus, lantaran banyak sentra penghasil garam yang gagal panen akibat musim kemarau basah.
Menurut Oke, pada Juli lalu, hanya ada sisa produksi sekitar 6 ribu ton. Artinya, jika ditambah dengan garam impor sebanyak 75 ribu ton, masih ada ruang cukup besar yang dapat diisi oleh sentra garam lokal, dengan asumsi kebutuhan garam konsumsi dalam sebulan sebanyak 100.000 ton.
"Sudah diatur dari awal. Makanya kita izinkan 75.000 ton. Untuk Agustus karena belum berproduksi, sisa produksi dari Juli cuma 6.000 kalau enggak salah. Sehingga kebutuhan 100.000 ton dengan 75.000 itu enggak tercapai seharusnya. Tapi kan sudah mulai produksi akhir Agustus. Ya jadi tidak ganggu produksi dalam negeri dan kebutuhan tetap terpenuhi," ucap Oke.[Detiknews]