ACEH TAMIANG - LSM Lembaga
Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) dan Gerakan Meusafat Perduli Untuk Rakyat
(GEMPUR) secara resmi melaporkan dugaan pelanggaran izin Hak Guna Usaha (HGU)
yang dilakukan dua perusahaan perkebunan sawit milik keluarga Bupati Aceh
Tamiang, H. Hamdan ST, yakni PT. Tanjung Raya Bendahara, yang berlokasi di
Kampung Sekumur Kecamatan Sekerak dan PT. Bahari Lestari, di Kampung Bandar
Khalifah Kecamatan Bendahara ke Kejaksaan Tinggi Aceh.
Demikian ungkap Direktur
Eksekutif LSM Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari), bernama Sayed Zainal
M, SH dalam siaran pers yang diterima LintasAtjeh.com, Senin (17/07/2017).
Sayed Zainal menyampaikan,
LSM LembAHtari dan GEMPUR meminta kepada pihak Kejaksaan Tinggi Aceh (Kejati)
agar segera melakukan pengusutan tentang dugaan pelanggaran Hak Guna Usaha
(HGU) terhadap perusahaan perkebunan sawit atas nama PT. Tanjung Raya Bendahara
serta PT. Bahari Lestari.
Menurut keterangan dari
Sayed Zainal, sebelumnya, yakni pada bulan November-Desember 2016 kemarin, LSM
LembAHtari dan GEMPUR sudah mengumpulkan data-data berkaitan tentang
administrasi dua perusahaan perkebunan milik keluar Hamdan Sati yang berada di
Kabupaten Aceh Tamiang dan dilaporkan ke Kejati Aceh melalui surat yang
bernomor 180/P-LT/VII/2017 dan Surat Nomor 181/P-LT/VII/2017 tanggal 12 Juli
2017.
Kemudian, kata Sayed
Zainal, pada tanggal 13 Juli 2017 kemarin, mereka menerima pemberitahuan dari
Bagian Administrasi Kejaksaan Tinggi Aceh dengan Agenda Laporan Nomor : 6. 221
dan 6. 222 dan diberitahukan bahwa laporan mereka sudah diteruskan kebagian
Intel Kejaksaan Tinggi Aceh.
Lebih lanjut dijelaskan,
berkaitan dengan temuan di lapangan, diduga kuat bahwa PT. Tanjung Raya
Bendahara yang berlokasi di Kampung Sekumur Kecamatan Sekerak tidak memiliki
Hak Guna Usaha (HGU). Hal ini diperkuat lagi sesuai dengan jawaban dari Kanwil
BPN Aceh melalui Surat Nomor 652/4-11.100/IV/2017 tanggal 26 April 2017, bahwa
PT. Tanjung Raya Bendahara belum pernah diterbitkan HGU yang letak tanahnya di
Desa Sekumur Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang.
Selain itu, data lapangan
yang didapati pada tanggal 19 Desember 2016 kemarin, walau belum memiliki
Sertifikat HGU perusahaan perkebunan PT.
Tanjung Raya Bendahara tetap melakukan aktifitas penanaman pohon sawit luasnya
mencapai ±73 Ha dan dapat dibuktikan dari tanaman pohon sawit yang saat ini
telah menghasilkan tandan buah segar (TBS).
"Sebelumnya
perusahaan perkebunan ini hanya memiliki izin lokasi seluas ± 73 Ha,
berdasarkan Surat Keputusan Bupati Aceh Tamiang Nomor: 744 Tahun 2010,
tertanggal 6 Desember 2010, dan Surat Tela'ah Penentuan Status dan Fungsi
Kawasan Untuk Budi Daya Perkebunan Nomor : 522/593/2010, dan tertanggal 10
Maret 2010 dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Pemkab Aceh Tamiang
serta Rekomendasi Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)," ungkap Sayed Zainal.
Dia menambahkan, berkaitan
perusahaan perkebunan HGU PT. Bahari Lestari yang berlokasi di Kampung Bandar
Khalifah Kecamatan Bendahara diketahui sudah memiliki 3 Sertifikat HGU seluas
±33,6 Ha, dengan tanggal penerbitan,19 Agustus 2014. Berdasarkan Pertimbangan
Teknis Kesesuaian Lahan Usaha dari Dishutbun Aceh Tamiang dengan perhitungan
secara planimetris luas keseluruhan areal mencapai ±101,1 Ha dengan status
seluas ±36,5 Ha, merupakan diluar kawasan hutan atau areal penggunaan lain
(APL).
Lanjutnya, sedangkan
seluas ±64,6 ha merupakan kawasan hutan produksi (HPT) yang areal tersebut
merupakan kawasan hutan manggrove, yang oleh Dishutbun Aceh Tamiang melarang
untuk melakukan aktifitas di luar batas izin HGU serta untuk tidak melakukan
budi daya perkebunan. Namun hasil monitoring LembAHtari dan GEMPUR di lapangan,
Kawasan Hutan Manggrove (Kawasan Hutan Produksi) diduga kuat telah dikuasai dan
ditanami sawit tanpa memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU).
"Berdasarkan penjelasan
di atas, LSM LembAHtari dan GEMPUR meminta kepada Kejaksaan Tinggi Aceh untuk
melakukan pengusutan dan cross check ke lapangan sehingga mendapatkan jawaban
lengkap bahwa perusahaan perkebunan PT. Bahari Lestari terindikasi telah
melanggar UU Nomor: 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dan UU Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Perubahannya, UU Nomor 18 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sehingga para Dewan
Direksi dan Dewan Komisaris dapat mempertanggung jawabkannya dihadapan hukum,”
pinta Sayed Zainal.
Saat berita ini diturunkan
LintasAtjeh.com belum dapat mengkonfirmasi Dewan Komisaris Perusahaan
Perkebunan PT. Tanjung Raya Bendahara serta PT. Bahari Lestari.[Zf]