BANDA
ACEH
- Pengadilan Tipikor Banda Aceh kembali menggelar sidang perkara dugaan korupsi
dana Rumah Tidak Layak Huni Bener Meriah tahun 2013 dengan anggaran Rp 1,9
miliar, pada hari Jumat 15 Juli 2017.
Terdakwa mantan Kadis Sosial
Bener Meriah, Drs Juanda menyebutkan mantan wakil Bupati Rusli M Saleh menerima
dana bantuan untuk masyarakat tidak mampu sebesar Rp 15 juta.
“Pada 3 Januari 2014 lalu,
saya terima uang dari ketua Komite Bener Meriah Marzuki Rp 41 juta. Uang itu
saya bawa ke pendopo bersama sopir pribadi saya ke Rusli Saleh, waktu itu dia
wakil bupati,” ujar Juanda dalam nota pembelaannya.
Kemudian jelasnya, Rusli M
Saleh meminta terdakwa Juanda membagikan
sisa dana Rp 41 juta tersebut ke sejumlah oknum Polres Bener Meriah,
masing-masing Rp 15 juta untuk mantan Kasat Reskrim AKP Mahliadi, Rp 5 juta
untuk membeli beras penjaga kebun wakil bupati di Sayeng, Pintu Rime. Rp 2
Juta untuk mantan Kasat Intel Rudi Patar
, Rp 1 juta untuk membeli semen kolam milik mantan Kapolres AKBP Cahyo Hutomo.
“Kemudian ada sisa
uang beli ban mobil dinas Polsek Buket,
dan sebagiannya untuk memperbaiki mobil rescue dinas sosial. Itupun tidak
cukup,” imbuhnya.
“Uang itu sudah lama
diminta-minta oleh Rusli M Saleh kepada saya, bahkan sejak baru keluar DPA dana
RTLH pada April 2013, yang membantu membawa
uang itu ke para pihak adalah sopir
pribadi saya Al Aotar,” jelas Juanda.
Terdakwa juga memaparkan oknum
Reskrim Polres Bener Meriah berusaha memeras dirinya meminta uang Rp 200 juta untuk menutup kasus
RTLH tersebut.
“Pada 22 Februari 2015, oknum Polisi Agus Riadi
mengaku diperintahkan oleh Kasat Reskrim Kristanto Situmeang dan Kanit Hutapea untuk menjumpai saya. Katanya saya harus
menyediakan uang Rp 200 juta untuk menutup kasus. Saya diberi waktu dua hari untuk menyediakan
dana itu,” beber Juanda.
Karena merasa tidak
bersalah, lanjut Juanda, dirinya tidak menanggapi permintaan itu, sekaligus
tidak memiliki dana sebesar sejumlah diminta. Selang dua hari kemudian tepatnya
pada 24 Februari 2015, Kapolres Bener Meriah AKBP Wawan Gunawan menyampaikan ke
media massa, bahwa dirinya sudah ditetapkan sebagai calon tersangka.
Setelah itu, katanya kasus
berhenti. Sampai pada 23 September 2016, dirinya ditetapkan sebagai tersangka,
waktu itu menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Pelatihan dan Pendidikan
(BKPP) Bener Meriah.
“Saat itu saya sedang
berusaha membersihkan data-data fiktif tenaga honorer di BKPP atas perintah
bupati. Pada malam 23 Februari 2016 saya
bertemu dengan wakil bupati, dia
menuduh saya korupsi dana RTLH. Saya disalahkan dengan melibatkan Ahmadi dalam program swakelola
rehab RTLH. Saat itu Ahmadi adalah calon
bupati lawan berat Rusli M Saleh dalam
Pilkada Bener Meriah,” kisah Juanda.
Setelah itu , pada Jumat 23 Februari 2016 terdakwa
ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan selama 10 hari. Setelah lepas
dari penahanan, dirinya dicopot dari jabatan kepala BKPP.
Diakhir pembelaannya,
terdakwa melalui pengacara Sulaiman SH
menjelaskan tidak ada nilai kerugian Negara dalam perkara tersebut
sesuai data hasil audit dari tim ahli Unimal, dan juga keterangan dari saksi
ahli mantan auditor BPKP Aceh, Ramli Puteh.
Sulaiman dari Yayasan Advokasi
Rakyat Aceh (YARA) meminta majelis hakim
yang diketuai Faisal Adami SH membebaskan Juanda dari segala dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum. Karena
tidak ada bukti yang jelas bisa membuktikan terdakwa Juanda bersalah dan telah
melakukan korupsi RTLH.
Pengacara menilai, tuduhan tersebut tidak tepat
ditujukan kepada Juanda, seharusnya ditujukan kepada penanggungjawab
pengelolaan dana RTLH 2013, yaitu ketua Komite Bener Maju Marzuki.
Hal sama juga diungkapkan
oleh Hamidah SH pengacara terdakwa Jawahardi dan Zahrianto, bahwasanya dakwaan
dan tuntutan yang dituduhkan JP, Kardono SH
seharusnya ditujukan kepada Marzuki.[Rls]