BANDA
ACEH -
Pembangunan pabrik semen di Pidie dengan kapasitas 3 juta ton per tahun yang sudah masuk dalam tahap
prakonstruksi masih terkendala dengan berbagai persoalan lahan. Beberapa warga
Kulee menyampaikan keluhan tentang lahan mereka yang belum di berikan ganti
rugi oleh perusahaan, dan
warga di sekitar lahan yang akan di bangun pabrik masih mengkhawatirkan dampak
dari pembangunan pabrik semen tersebut.
Hal tersebut disampaikan Safaruddin, SH, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) kepada LintasAtjeh.com melalui pesan rilisnya,
Sabtu (10/06/2017).
Safaruddin mengatakan bahwa dengan adanya pengaduan
tersebut, YARA
melakukan investigasi lapangan terhadap beberapa hal, dan kami menyoroti hal
hal yang berdampak penting bagi pemukiman dan alam sekitarnya, dan kami juga menyoroti tentang dampak negatif
terhadap bentang alam dan nilai
estetika, dampak
terhadap penurunan kualitas udara, dampak
terhadap kebisingan, dan dampak
terhadap hidrologi.
“Dari dampak negatif terhadap bentang alam dan nilai estetika yaitu proses
penambangan ini akan mempengaruhi
bentang alam di sekitarnya dari vegetasi (berbagai jenis tumbuhan dan
tanaman yang menempati suatau ekosistem) berubah menjadi bentangan tanpa
vegetasi, perubahan ini dampak dari penambangan bahan batu kapur dan tanah
liat. Hal ini juga akan merubah nilai estetika alam dalam proses penambangan
dan pasca penambangan,” terangnya.
“Dampak
terhadap kualitas udara dengan penurunan kualitas udara oleh debu kederaan dan
debu semen, kadar gas SO2 dan NO yang bersumber dari kegiatan pabrik dari
pembakaran batu bara yang dikeluarka dari cerobong pabrik (emisi), pengantongan
semen pengisian semen curah dengan kapal dan penghacuran bahan baku,” imbuhnya.
Kemudian, lanjutnya, dampak kebisingan ini berasal dari
Generator Listrik, proses penghacuran bahan baku dan penggililngan semen,
selain itu tingkat getaran yang di timbulkan juga akan mempengaruhi sampai ke
pemukiman, apalagi pada saat proses penggunaan bahan peledak untuk batuan yang
keras dan hilir mudiknya trasportasi kenderaan pabrik yang melewati pemukiman.
Selanjutnya, dampak terhadap hidrologi yang disebabkan
oleh penggunaan air sungai Krueng Bieheu untuk keperluan industry semen. Air
sungai yang debitnya relatif kecil (sekitar 100 liter/detik) apalagi pada saat
musim kemarau akan semanakin menurun akan sangat berdampak dengan kebutuhan air
yang akan di gunakan oleh pabrikasi semen yang kapasitas 3 juta ton/tahun
dengan kebutuhan rata rata air sekitar 50-60 liter/detik. Ini akan menimbulkan
permasalahan bagi masyarakat yang selama ini menggunakan kebutuhan seperti MCK
dari sungai tersebut. Selain itu kualitas air tanah juga akan turut
mempengaruhi dari kegiatan pabrik semen.
“Untuk
itu kami akan melakukan pengawasan publik dalam proses yang di adukan oleh
masyarakat tersebut, dan meminta kepada Pemerintah agar melakukan pengawasan
terpadu terhadap pembangunan pabrik tersebut sesuai dengan komitmen yang di
sampaikan oleh Perusahaan PT Semen Indonesia Aceh dalam dokumen AMDAL terpadu,
Rencana Penggelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL),
sehingga keberadaan pebrik semen di Pidie dapat memberikan dampat positif bagi
masyarakat,” tambahnya lagi.
“Kami
juga akan menyurati PT Semen Indonesia agar segera menyelesaikan permasalahan
lahan dengan masyarakat agar dalam oprasionalnya nanti tidak terjadi konflik
dengan masyarakat disekitarnya,”
tutupnya.[Rls]