BANDA ACEH - Forum
Mahasiswa dan Pemudan Selatan Raya Aceh (MeuSeRaYA)
mendesak agar Komite Pembarantasan Korupsi (KPK) turun untuk mengusut adanya
indikasi korupsi pengelolaan sektor
pertambangan dan di Aceh Selatan.
Hal ini disampaikan Sekjen
MeuSeRaYA, Delky Nofrizal Qutni kepada LintasAtjeh, Minggu (04/05/2017). Ia juga mengatakan bahwa perizinan
pengurusan tambang di Provinsi Aceh khususnya di Kabupaten Aceh Selatan begitu
mudah, hal itu dapat dibuktikan dari banyaknya perusahaan tambang yang telah
mengantongi izin usaha pertambangan (IUP).
Delky menjelaskan, begitu mudahnya pihak perusahaan
pertambangan mendapatkan IUP di Aceh Selatan, diduga karena ada oknum mafia
pertambangan yang bermain secara transaksional dengan oknum elit pejabat
tertentu di lingkungan pemerintahan setempat, sehingga memuluskan pengurusan
izin tambang selama ini.
"Kami meminta kepada
KPK agar segera mengusut indikasi korupsi pengelolaan SDA sektor pertambangan
di Aceh Selatan. Sebab, persoalan ini kami nilai selain merugikan daerah juga
telah meresahkan masyarakat luas, sebab wilayah izin usaha pertambangan yang diklaim
secara sepihak oleh pihak perusahaan itu banyak yang masuk dalam hutan lindung,
hutan produksi bahkan kebun milik masyarakat," tegas Delky.
Pihaknya menduga, mulusnya
pengurusan izin tambang di Aceh Selatan tersebut tidak terlepas dari adanya
indikasi suap dan konsensus-konsensus tertentu yang melibatkan oknum yang
memegang peran strategis di pemerintahan setempat.
"Terhitung sejak
bulan April tahun 2008 perusahaan-perusahaan tambang mineral dan batu bara
(minerba) mulai marak beroperasi di Aceh Selatan sedikitnya seluas 62.967
Ha," imbuh pemuda yang sejak 2011 berjuang melawan maraknya pertambangan
di Bumi Pala itu.
Ia memaparkan, berdasarkan
data dari Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral Aceh Selatan per 31
Maret 2014, terdapat 19 perusahaan tambang mineral dan batu bara yang telah
mengantongi IUP. Ke 19 perusahaan tersebut masing-masing adalah, satu
perusahaan pertambangan mangan yakni PT Commerce Ventural Coal dengan luas
lahan yang dikuasai mencapai 3.710 Ha.
“Enam
perusahaan pertambangan emas masing-masing yakni PT Bintang Agung Mining (5.000
Ha), PT Mulia Kencana Makmur (5.000 Ha), PT Anelka Mining Nasional (9.998 Ha),
PT Arus Tirta Power (10.000 Ha), PT Aspirasi Widya Chandra (10.000 Ha), PT
Multi Mineral Utama (1.000 Ha), Beri Mineral Utama (1.000 Ha).” terangnya.
“Kemudian
sebelas perusahaan pertambangan bijih besi yaitu PT Pinang Sejati Utama (814
Ha), KSU Nikmat Seupakat (126,6 Ha), KSU Tiega Manggis (200 Ha), Kopinkra
Putroe Ijoe (200 Ha), Koperasi Mutiara Karya (171,4 Ha), KSU Batu Ilham (200
Ha), PT Citra Agung Utama (2.000 Ha), PT Rimba Cahaya (3.423 Ha), PT Songo
Abadi Inti (2.268 Ha), PT Lariza Citra Mandiri (2.000 Ha), dan PT Dadi Kayana
Abadi (5.856 Ha),” imbuhnya.
“Dari jumlah itu, 5
perusahaan sudah mendapat Izin Operasi Produksi yaitu PT Multi Mineral Utama ,
Beri Mineral Utama, PT Pinang Sejati Utama, KSU Nikmat Seupakat, dan KSU Tiega
Manggis. Sementara 12 perusahaan lainnya masih sebatas mendapat IUP Eksplora,” jelasnya.
Namun demikian, tambah
Delky, hal yang lebih ironis, yakni pada tahun 2014 Semestinya tambang yang sudah beroperasi
itu dihentikan, bukan justeru mengeluarkan izin pertambangan bijih besi baru
lagi di kawasan Kluet Tengah. Izin
dengan nomor 13 tahun 2014 untuk PT. Beri Mineral Utama yang berlaku hingga 24
Januari 2032.
Tak hanya itu, lanjutnya,
hal yang sangat menyedihkan, pada tahun 2016 , pemerintah juga mengeluarkan
izin nomor 522.561/BP2T/ 988/IUIPHHK/V/2016 untuk PT. Islan Gencana Utama (IGU)
di kawasan Pasie Raja yang berlaku seumur hidup. Izin untuk pengambilan kayu
yang diberikan tersebut tentunya juga akan merusak lingkungan dan menjadi
pengundang bencana alam.
"Ini saja ingin
menenggelamkan Aceh Selatan. Mang nya gak dikirin bagaimana nasib
masyarakat," ujarnya prihatin.
Pemuda kelahiran Samadua
Aceh Selatan itu secara tegas meminta agar KPK segera turun tangan mengusut
indikasi korupsi sektor SDA di bumi Aceh Selatan.
"Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) sejak 2016 lalu sedang mengincar dugaan korupsi yang terjadi pada
3.966 izin usaha pertambangan (IUP) di seluruh Indonesia. Maka kami sangat
berharap agar KPK juga turun ke Aceh Selatan sehingga dapat mengusut persoalan
pertambangan di Aceh Selatan. Toh, KPK pada februari 2016 silam telah bentuk
Gerakan Nasional Mewujudkan Kedaulatan Energi (GNMKE), jadi tinggal turun ke
Aceh Selatan," tandasnya.
Disamping itu, kita juga
mengapresiasi langkah ombusman perwakilan Aceh yang akan turun ke Aceh Selatan
pada 12 juni 2017 mendatang.
"Kita berharap
ombusman dapat bertindak sesuai kewenangannya untuk membongkar persoalan
pertambangan di Aceh Selatan. Selain itu, juga perlu di cek, koq bisa-bisanya
izin pengambilan kayu untuk PT. IGU itu seumur hidup, aneh banget,” herannya.
“Terakhir,
kami mengimbau semu pihak untuk menyelamatkan Aceh Selatan dari tindakan yang
dapat menenggelamkan bumi pala tersebut," pungkasny. [Rilis]