ACEH
TAMIANG - Sebagai bagian dari pilar demokrasi, media massa
memiliki peran penting dalam melakukan pengawalan terhadap proses kehidupan
berbangsa dan bernegara, termasuk pengawalan tentang adanya praktek korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN) yang selama ini sudah begitu meruyak (meluas_red)
secara nasional.
Atas dasar itu, sehubungan
dengan terundusnya berbagai indikasi praktek korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN) di Dinas Parawisata, Pemuda dan Olah Raga (Disparpora) Pemkab Aceh
Tamiang, media online LintasAtjeh.com Biro Aceh Tamiang berupaya melakukan
pengawalan dan semenjak tanggal 22 Mei 2017 kemarin terus 'mempublikasi' secara
berantai terhadap berbagai indikasi kejahatan yang diduga terjadi di Disparpora
yang saat ini dikepalai oleh Syahri SP.
Ironisnya! Pada tanggal 29
Mei 2017 kemarin, ada seorang oknum yang diduga mendapat kegiatan di Disparpora
Pemkab Aceh Tamiang (nama oknum tersebut dirahasiakan oleh redaksi_red),
menelpon wartawan LintasAtjeh.com dengan tujuan berupaya merayu/meloby agar pemberitaan-pemberitaan
tentang indikasi kejahatan di Disparpora dapat dihentikan.
Setelah itu, pada tanggal
30 Mei 2017, juga ada oknum lainnya (nama oknum tersebut juga dirahasiakan oleh
redaksi_red), yang kembali menelpon wartawan LintasAtjeh.com, dan menyampaikan
bahwa dirinya dimohon oleh isteri Kadisparpora Pemkab Aceh Tamiang agar dapat
meloby media online LintasAtjeh.com agar bersedia membantu untuk menghentikan
pemberitaan terhadap Disparpora.
Terkait permintaan dari
dua oknum tersebut, dengan secara tegas wartawan LintasAtjeh.com melakukan
penolakan. Pasalnya, indikasi praktek KKN di Disparpora Pemkab Aceh Tamiang
yang dikepalai oleh Syahri wajib dibuka seluas-luasnya ke ranah publik, dan
harus menjadi langkah awal untuk mengusut berbagai praktek KKN lainnya yang
diduga selama ini terus menggerogoti hampir setiap sendi kehidupan berbangsa
dan bernegara di Kabupaten Aceh Tamiang.
Ketua Forum Komunikasi
Wartawan Media Online (FKWMOL) Provinsi Aceh, Rajali, kepada LintasAtjeh.com,
Rabu (07/06/2017) menyampaikan bahwa indikasi praktek KKN di Disparpora Pemkab
Aceh Tamiang diduga bukan lagi sebagai kejahatan biasa (ordinary crime) namun
telah terindikasi sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime).
Oleh karenanya, Rajali
menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat yang cinta kepada Kabupaten Aceh
Tamiang agar terus berusaha untuk bersatu dalam upaya menggiring para oknum
yang terindikasi melakukan kejahatan di Disbudparpora ke ranah hukum serta
dapat mendesak Bupati Aceh Tamiang agar memiliki rasa malu atas maraknya
indikasi praktek KKN di dinas yang dikepalai Syahri SP.
Rajali juga meminta kepada
para oknum yang telah 'khilaf' dan ingin merayu LintasAtjeh.com untuk
menghentikan pemberitaan terhadap berbagai indikasi kejahatan ala komunitas
tikus di Disparpora agar segera sadar diri dan wajib bertobat. Janganlah menjadi
warga yang berusaha membela para oknum pejabat yang terindikasi melakukan
kejahatan.
Dia juga menjelaskan bahwa
kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur
yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan
pendapat telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang diterakan pada
Pasal 28.
"Harus diketahui oleh
semua pihak, khususnya kepada oknum yang telah berusaha meloby agar pemberitaan
tentang indikasi kejahatan di Disparpora dapat dihentikan bahwa UU Pers Nomor:
40 Tahun 1999, Pasal 18 ayat (1) menjelaskan, bagi siapa saja yang menghalangi
wartawan dalam melaksanakan tugas peliputannya, maka dapat diancam hukuman
paling lama dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp. 500 juta,"
terang Ketua FKWMOL Provinsi Aceh, Rajali.
Saat LintasAtjeh.com
berupaya melakukan konfirmasi kepada Kadisparpora Pemkab Aceh Tamiang, Syahri
SP, melalui telepon selulernya, saat ini sedang tidak aktif. Dan pesan melalui sms juga belum
dibalas.[Tim]