-->

Suara Lantang 'GATOT' Tolak Tambang Aceh Selatan

31 Mei, 2017, 08.11 WIB Last Updated 2017-05-31T06:13:23Z
BANDA ACEH - Puluhan pemuda dan mahasiswa asal Aceh Selatan yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Tolak Tambang (GATOT) Aceh Selatan, menggelar aksi unjuk rasa menolak dan mencabut izin tambang dan kayu di Kabupaten Aceh Selatan, di Simpang Lima Banda Aceh, Selasa (30/05/2017).

Koordinator aksi, Adly Gunawan dalam orasinya menjelaskan kemukiman Manggamat sejak tahun 2009 hingga 2012 dikenal dengan wilayah petro-dolarnya Aceh Selatan, karena terdapat beberapa perusahaan pertambangan yang mengekploitasi bahan mineral emas dan biji besi.

"Selama empat tahun PT Pinang sejati Utama (PSU) dan PT. Beri Mineral Utama(BMU) beroperasi, belasan Hektar tanah gunung di desa Simpang Tiga dan Desa Simpang Dua mengambil batu biji besi dan emas. Puluhan hektar hutan lindung dibabat yang mengakibatkan kerusakan lingkungan terparah dalam sejarah Aceh Selatan, sehingga wilayah itu dilanda banjir dan tanah longsor setiap kali di guyur hujan lebat," ungkap Adly.

Menurut mahasiswa, kondisi ini terus bertambah parah dan mengancam masyarakat Aceh Selatan khususnya wilayah Manggamat yang merupakan sumber aliran sungai ke wilayah Aceh Selatan secara keseluruhan.

"Selain itu, kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kluwat jelas mengancam penduduk yang berada di bantaran sungai. Ada beberapa hal yang telah dilanggar oleh perusahaan tambang biji besi, emas dan kilang kayu yang saat masih beroperasi," tambahnya.

Ironisnya lagi, kata orator lainnya, disaat kondisi Kluet Tengah memprihatinkan, dikeluarkan izin tambahan untuk pertambangan bijih besi yaitu PT. BMU dan pengolahan kayu yaitu PT. IGU.

Kondisi yang sangat menyedihkan, lanjutnya, disaat Manggamat dan daerah aliran sungai tersebut menanggung bencana, Pemkab Aceh Selatan terlihat bungkam seribu bahasa.

"Kita kecewa dengan sikap pemkab yang seakan merasa tak bersalah dan tidak mau tau terkait kepedihan yang dialami masyarakat tersebut," teriak salah satu orator.

Sementara itu, salah satu orator menyebutkan, perusahaan tersebut diduga sudah Undang Undang  nomor 41 tahun 1999 pasal (38) ayat (4), Peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan Republik Indonesia nomor: P.13 /Menlhk- II/2015, Peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan Republik Indonesia nomor: P.13/Menlhk-II/2015 dan aspek lain yaitu melanggar peraturan menteri kehutanan Republik Indonesia nomor : P91/MENHUT-II/2014 tentang penataan usaha hasil hutan bukan kayu yang berasal dari hutan negara jo P.27/MenLHK-Setjen/2015 tentang perubahan atas peraturan menteri kehutanan nomor P.91/Menhut-II/2014 tentang penataan usaha hasil hutan bukan kayu yang berasal dari hutan negara.

Dalam aksi tersebut,  mahasiswa menyatakan, pihaknya menuntut dan mendesak agar Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI segera menurunkan tim monitoring ke daerah pertambangan di Aceh Selatan.

"Secara tegas kami mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan, Pemerintah Aceh untuk mencabut izin Multi Mineral Utama (Emas), PT. Beri Mineral Utama (Biji Besi), PT. Pinang Sejati Wati (Biji Besi) PT. Pinang Sejati Utama (Biji Besi), KSU. Tiega Manggis (Biji Besi), PT. Isian Gencana Utama (kayu). KSU. Ni'mat Sepakat (Biji Besi) yang berada dalam kawasan Kluet Tengah, Sawang, Pasie Raja," teriak Adly lantang.

Selain itu, mahasiswa juga menuntut agar perusahaan tambang melakukan rehabilitasi terkait dampak kerusakan lingkungan di Kecamatan Kluet Tengah, Pasie Raja dan Sawang yang diakhibatkan oleh perusahaan tambang.

"Kami mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan untuk memerintahkan perusahaan menarik semua alat berat dan penunjang operasional tambang dari daerah kami," tambahnya.

Mahasiswa juga mengancam, jika tuntutannya tidak diakomodir pemerintah, maka segala sesuatu yang terjadi nantinya adalah tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dan Pemerintah Aceh.

"Jika pemerintah Aceh dan pemerintah Aceh Selatan tidak merespon tuntutan kami, maka jangan salahkan jika mahasiswa dan masyarakat bertindak," tegas Koordinator Aksi yang merasa geram sembari membawakan yel-yel, "rakyat bersatu, tak bisa dikalahkan".


Amatan di lokasi, aksi berjalan dengan tertib dan lalu lintas di seputaran bundaran Simpang Lima dikendalikan dengan baik oleh pihak Kepolisian. Setelah melakukan aksi, mahasiswa membubarkan diri dan menuju anjungan PKA Aceh Selatan untuk menggelar buka puasa bersama ala kadarnya.[Rls]
Komentar

Tampilkan

Terkini