ACEH TAMIANG - Berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor: 113 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 2, menegaskan asas-asas dalam
pengelolaan dana desa, diantaranya adalah transparan, akuntabel, partisipatif
serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Undang-Undang Nomor: 6
Tahun 2014 Tentang Desa, dijelaskan tentang hak masyarakat untuk meminta dan
mendapatkan informasi dari pemerintahan desa, baik dengan cara lisan ataupun
tertulis serta berhak mengawasi kegiatan penyelenggaraan pembangunan desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan
masyarakat desa.
Oleh karenanya, apabila
dalam pelaksanaan di lapangan (di tingkat desa) terdapat berbagai persoalan
yang menunjukkan inkonsisten dari pemerintah desa dalam mengelola keuangan
desa, maka masyarakat berhak menyampaikan aspirasi dan juga tuntutan berdasarkan
ketentuan perundang-undangan yang ditetapkan negara, salah satunya dengan cara
menggelar aksi unjuk rasa secara damai.
"Atas dasar itu,
Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Aceh menyampaikan dukungan sepenuhnya
terhadap aksi unjuk rasa damai yang digelar oleh warga dari sebelas desa di
Kecamatan Manyak Payed, Aceh Tamiang, Selasa, 09 Mei 2017 kemarin, dalam upaya
menyuarakan aspirasi dan tuntutan agar pengelolaan ADD di desa mereka
masing-masing dapat dijalankan secara transparan, akuntabel, partisipatif serta
dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran," demikian ungkap Forum
Peduli Rakyat Miskin (FPRM) Aceh, Nasruddin kepada Lintas Atjeh.com, Sabtu
(13/05/2017).
Nasruddin menyampaikan,
tidak ada larangan bagi setiap warga negara yang melaksanakan aksi unjuk rasa
karena telah dijamin dan dilindungi oleh konstitusi dan Undang-Undang (UU).
Sehingga, jika ada pelarangan atau menghalang-halangi rencana aksi unjuk rasa
oleh oknum maka hal itu adalah perbuatan yang melanggar konstitusi dan UU.
Nasruddin juga
menjelaskan, masyarakat tidak perlu takut melaksanakan aksi unjuk rasa.
Konstitusi dan UU telah memberikan jaminan dan kebebasan kepada setiap warga
negara untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan sesuai dengan Pasal 28 UUD Tahun 1945. Sudah seharusnya seluruh pihak
di Negeri ini menghormati hak-hak konstitusional setiap warga negara.
Selain dalam Konstitusi,
terang Nasruddin, hak menyatakan pendapat dihadapan publik telah diatur dalam
Undang-Undang (UU) Nomor: 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum. Dalam UU tersebut tidak ada larangan tempat unjuk rasa,
kecuali yang tertuang dalam Pasal 9 Ayat 2, yaitu di lingkungan istana
kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara
atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan objek-objek vital
nasional.
Mantan akivis '98 tersebut
turut menegaskan bahwa dalam UU Nomor: 9 Tahun 1998, Pasal 18 Ayat (1) dan (2)
disebutkan 'Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum
yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara
paling lama satu tahun. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah kejahatan.
Menurutnya, sekarang ini
sudah tidak zamannya lagi bagi masyarakat untuk takut melaksanakan aksi unjuk
rasa, asal sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Suarakan aspirasi dengan
damai, tertib, bersih, dan fokus pada tuntutan dan pada proses hukum. Jangan
sampai ditunggangi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Kepada warga di
Kecamatan Manyak Payed selamat berjuang dan terus suarakan tentang berbagai
indikasi penyimpangan dan dugaan korupsi terkait pengelolaan ADD. Jangan diam
dan jangan takut. Jika ada oknum-oknum yang melakukan intimidasi ataupun
ancaman segera laporkan ke kantor Polisi dan hubungi saya pada nomor kontak:
0852 6142 0385," tutup Ketua FPRM Aceh, Nasruddin.[Zf]