ACEH
SELATAN - Abrasi Sungai Kluet yang sudah memutuskan akses
jalan utama menuju Desa Siurai-urai dan Koto Indarung, Kecamatan Kluet Tengah, bukan
hanya berdampak terhadap perekonomian dua desa tersebut. Selain susahnya
mengangkut hasil bumi dua desa yang kehidupan masyarakatnya dari bercocok tanam
baik bertani dan berkebun, juga sangat menghambat aktivitas masyarakat dan
pelajar. Yang lebih mirisnya, beberapa masyarakat harus eksodus (keluar dari
desa) karena sudah tidak nyaman dengan kondisi jalan yang tidak mendapatkan
solusi dari pemerintah daerah.
Keuchik Koto Indarung,
Bahrunsyah yang ditemui LintasAtjeh.com, PPWI dan Aceh Selatan News, Sabtu
(29/04/2017), langsung di lokasi, mengatakan kondisi jalan yang terputus sejak
tahun 2014 namun yang lebih parah pada tahun 2015, 2016 dan sampai sekarang.
“Kalau kita hitung,
kerugian masyarakat tidak bisa kita hitung. Jangankan kebun pinangnya,
sawitnya, rumahnya habis. Kalau kita hitung dari tahun 2014, 2015, 2016 sudah
ada 20 rumah yang hancur bahkan tapak (pondasi) sudah diseberang air (sungai),”
ujar Keuchik Bahrun.
Menurut Keuchik Bahrun,
sampai saat ini pihak gampong tidak memperbaiki jalan ini. Beberapa waktu lalu
memang coba meluruskan aliran air dengan beko tapi tidak cukup, sehingga saat
aliran air besar terkikis dan hanyut lagi.
“Kemudian tahun 2015, saat
banjir memecah tebing yang panjang hingga Lei Sawah. Bapak Wakil Bupati
Kamarsyah, Pak Bahrumsyah dan dinas terkait kita bawa dengan mesin tempel ke
lokasi. Waktu itu ada tanggapan, tapi dihitung dananya tidak mencukupi dana
kabupaten, harus dari pusat,” bebernya.
Solusinya, kata dia,
beberapa waktu lalu ada yang datang tapi hingga hari ini belum ada beritanya.
“Kalau saya katakan, ini
sudah seperti jaman Belanda! Artinya, dulu jaman Belanda kita jalan keluar
melalui hutan. Sekarang pun pakai jalan hutan keluar,” sindirnya sembari
tersenyum.
Harta benda kami,
lanjutnya, tidak bisa dikendalikan. Hasil tani misalnya kita bawa ke pasar 10
ribu sekarang dibeli disini 3 ribu sedang kalau dipikul setengah mati.
“Harapan kami, kepada
pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat agar dinormalisasi sungai itu,
diluruskan baru aman desa kami. Kalau tidak, nggak ada pak. Masyarakat saya
saja, di Jamur Papan sudah 30 KK yang pindah, lain ke Koto. Sekarang tinggal
153 KK, padahal dulu sudah 200 KK. Jadi kalau pak bupati, pak gubernur termasuk
anggota dewan, semuanya tolong dinormalisasi sungai ini. Saya mohonkan ini!”
pinta Keuchik Koto Indarung.[Red]