JAKARTA - Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) memulai sejarah baru dalam kegiatannya. Hari ini, Jumat 31 Maret 2017, bertempat di press room DPD-RI, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, PPWI menggelar acara Forum Dialog Demokrasi Warga. Pada pelaksanaan forum dialog perdana ini, PPWI mengusung tema "Menemukan Figur Pemimpin DPD RI Masa Depan".
Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, hadir langsung memimpin acara tersebut sebagai moderator, dengan menghadirkan sebagai pembicara A.M Fatwa, Fachrul Razi, dan Benny Rhamdani. Acara dialog yang dihadiri tidak kurang dari 50-an wartawan dari berbagai media masa nasional dan puluhan pewarta warga PPWI, berlangsung cukup seru dan suasana hangat.
Dua topik bahasan penting menjadi pertanyaan pengantar dari moderator yakni sikap para narasumber dalam menyikapi keluarnya keputusan Mahkamah Agung tentang pencabutan pemberlakuan Tata Tertib DPD-RI mengenai masa jabatan pimpinan DPD setiap 2,5 tahun, dan profil ideal pemimpin DPD-RI berikutnya.
Menanggapi keputusan MA terkait Tatib DPD RI yg dikeluarkan menjelang "injury time" di saat kepemimpinan DPD saat ini, Mohammad Saleh, Kanjeng Ratu Hemas, dan Farouk Muhammad, yang akan berakhir pada 31 Maret 2017, seluruh narasumber sepakat bahwa DPD-RI dapat mengabaikan keputusan MA tersebut, dan pemilihan pimpinan DPD RI yang baru tetap harus berjalan sesuai jadwal.
Fachrul Razi misalnya mengatakan bahwa Tatib DPD RI adalah mengikat secara internal DPD yang diputuskan dalam paripurna yang merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi di lembaga legislatif ini. "Saat pengambilan sumpah jabatan pimpinan DPD, disebutkan masa jabatan Ketua DPD Pak Mohammad Saleh adalah sampai 31 Maret 2017 ini, itu sudah sesuai Tatib DPD yang disahkan dalam paripurna, forum pengambilan keputusan tertinggi di DPD. Jadi, mulai besok tanggal 1 April, pimpinan DPD langsung beralih kepada pimpinan sementara DPD-RI," ujar Fachrul, yang merupakan perwakilan dari provinsi paling barat Indonesia, Provinsi Aceh ini.
Pernyataan lebih keras datang dari Benny Rhamdani, anggota DPD perwakilan Sulawesi Utara. Ia menyatakan bahwa SK MA terkait Tatib DPD itu adalah sesat, yang lahir tergesa-gesa oleh sebuah konspirasi politik jahat. "Tahun 2015, MA sudah berkirim surat ke pimpinan DPD saat itu, menjawab surat permohonan pendapat MA tentang pertentangan pendapat di kalangan anggota DPD mengenai masa jabatan pimpinan DPD RI 2,5 tahun dan 5 tahun. Dalam suratnya, MA mengembalikan penetapannya melalui legislatif review oleh DPD sendiri. Ini sudah dilakukan, hasilnya keputusan paripurna adalah masa jabatan 2,5 tahun. Jadi, ngawur itu para hakim MA yang memeriksa perkara ini, kami akan laporkan oknum hakim tersebut ke Komisi Yudisial agar diperiksa, ada apa dengan para hakim itu," beber Benny sambil menunjukkan surat jawaban MA pada beberapa tahun lalu itu.
Dengan nada yang lebih lunak dan ringan, AM Fatwa berpendapat bahwa persoalan peralihan kepemimpinan DPD RI yang menjadi sorotan publik, terutama dengan keluarnya keputusan MA tersebut, merupakan hal biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan. Apalagi sampai mengganggu kinerja dan agenda DPD-RI. "Memang kelihatannya akan ada sedikit goncangan di internal DPD RI di hari-hari mendatang ini. Namun biarlah 'keramaian' itu nanti akan membawa DPD-RI makin dewasa," jelas Ketua Badan Kehormatan DPD RI itu.
Berkenaan dengan figur ideal pimpinan DPD mendatang, AM Fatwa menyampaikan sosok pemimpin yang pantas di DPD adalah figur yg merakyat, yang dekat dan tidak berjarak dengan rakyat. "Selama ini pimpinan DPD selalu dari anggota berlatarbelakang para elit, yaitu elit pengusaha, keraton ataupun elit miliyer seperti yang ada saat ini. Kita berharap ada pimpinan DPD dengan latar belakang aktivis rakyat yang selama ini secara praktis berjuang bersama rakyat di tataran masyarakat kebanyakan. Selain itu dia orang yang berani melakukan terobosan baru, tidak terpaku pada kebiasaan yang ada," imbuh pendiri Partai Amanat Nasional bersama Amin Rais, dan kawan-kawan ini.
Fachrul Razi, Senator muda asal Aceh yang tampil penuh semangat sebagai pembicara di kesempatan pertama dalam dialog yang dimulai pukul 10.00 WIB itu menyampaikan bahwa kita harus berpikir "out of the box" dalam memandang permasalahan DPD-RI saat ini. Ia juga menekankan bahwa harus dilakukan usaha perubahan sekarang selagi para anggota berada dalam sistem.
Menanggapi isu banyaknya anggota parpol di DPD-RI pada periode ini, yang menyebabkan lembaga ini dianggap sebagai ajang mencari kekuasaan dan kepentingan pribadi belaka, bukan kepentingan rakyat, Fachrul menampik pendapat tersebut. Dirinya justru beranggapan bahwa hadirnya anggota DPD dari kalangan partai politik adalah potensi yang dapat membuat DPD-RI semakin kuat.
“Partai politik bisa kita manfaatkan untuk menggerakkan lembaga DPD ini menjadi semakin kuat. Oleh karena itu kita menginginkan figur pemimpin yang agak “gila” dalam memimpin DPD kedepan,” tegas Fachrul.
Terkait dengan sosok yang memenuhi kriteria pemimpin agak "gila" tersebut, Fachrul menyebut Oesman Sapta Odang sebagai salah satu yang cocok. "Saya kira Pak OSO (Oesman Sapta Odang - Red) dapat menjadi pilihan, beliau memiliki terobosan-terobosan "gila" yang signifikan, terlepas beliau dari pimpinan parpol atau tidak," imbuh salah satu penggagas Jaringan Senator Muda Indonesia ini.
Dalam forum itu, Benny Rhamdani menyampaikan harapannya agar lembaga yang sudah memasuki usia lebih dari 12 tahun ini, bisa mengusahakan adanya penguatan kewenangan lembaga, yang oleh karena itu dirinya mengusulkan agar pemimpin DPD kedepan bisa membawa DPD-RI yang kuat dan mempunyai bargaining position yg lebih baik sebagai lembaga legislatif.
“Penguatan kewenangan diupayakan dari dalam, ada 4 kriteria yang pantas memimpin DPD kedepan yakni memiliki ideologi, berkarakter, memiliki jaringan yang luas, dan memiliki pengaruh politik yg kuat,” ungkap Benny, anggota DPD RI asal Sulawesi Utara yang juga merupakan kader Partai Hanura.[Team PPWI]